Asal Ajakan Bank Indonesia (Lengkap)
Asal Usul Bank INdonesia dibagi menjadi beberapa bagian.
1. Bagian Satu : Perkembangan Bank Sentral di Nusantara
Jauh sebelum kedatangan bangsa barat, nusantara sudah menjadi pusat perdagangan internasional.
Sementara di daratan Eropa, merkantilisme sudah berubah menjadi revolusi industri serta memicu pesatnya kegiatan dagang Eropa.
Pada era itulah muncul forum perbankan simpel, semisal Bank van Leening di negeri Belanda.
System perbankan ini lantas dibawa oleh bangsa barat yng mengekspansi nusantara pada waktu yng percis.
VOC di Jawa pada 1746 mendirikan De Bank van Leening yng lantas menjadi De Bank Courant en Bank van Leening pada 1752.
Bank itu merupakan bank pertama yng lahir di nusantara, cikal bakal dari dunia perbankan pada masa selanjutnya.
Pada 24 Januari 1828, pemerintah Hindia Belanda mendirikan bank sirkulasi yang dengannya nama De Javasche Bank (DJB).
Selama berpuluh-puluh tahun bank yang telah di sebutkan beroperasi serta berkembang didasari suatu oktroi dari penguasa Kerajaan Belanda, sampai-sampai hasilnya diundangkan DJB Wet 1922.
Masa pendudukan Jepang sudah menghentikan kegiatan DJB serta perbankan Hindia Belanda bagi atau bisa juga dikatakan untuk sementara waktu.
Lantas masa revolusi tiba, Hindia Belanda mengalami dualisme kekuasaan, antara Republik Indonesia (RI) serta Nederlandsche Indische Civil Administrative (NICA).
Perbankan pun terbagi dua, DJB serta bank-bank Belanda di wilayah NICA
sedangkan "Jajasan Poesat Bank Indonesia" serta Bank Negara Indonesia di wilayah RI. Konferensi Meja Bulat (KMB) 1949 mengakhiri konflik Indonesia serta Belanda,
ditetapkan lantas DJB menjdai bank sentral bagi Republik Indonesia Serikat (RIS).
Status ini terus bertahan sampai-sampai masa kembalinya RI dalam negara kesatuan.
Selanjutnya menjdai bangsa serta negara yng berdaulat, RI menasionalisasi bank sentralnya.
Maka semenjak 1 Juli 1953 berubahlah DJB menjadi Bank Indonesia, bank sentral bagi Republik Indonesia.
2.Bagian Dua : Nusantara hingga yang dengannya Awal Abad ke 19
Sebelum kedatangan bangsa barat, nusantara sudah berubah menjadi wilayah perdagangan internasional.
Pada era itu terdapat dua jalur perniagaan internasional yng digunakan oleh para pedagang, jalur darat serta jalur laut.
Pada masa itu sudah terdapat dua kerajaan utama di nusantara yng mempunyai andil besar dalam meramaikan perniagaan internasional, yakni Sriwijaya serta Majapahit.
Dalam maraknya perniagaan yang telah di sebutkan belum ada mata uang baku yng dijadikan nilai standar.
Walaupun masyarakat sudah mengenal mata uang dalam bentuk simpel.
Sementara itu pada kala ke-15 bangsa-bangsa Eropa sedang mencoba memperluas wilayah penjelajahannya di banyak sekali belahan dunia, salah satunya Asia serta Nusantara.
sejak jatuhnya Konstantinopel ke tangan kekuasaan Turki Usmani (1453),
penjelajahan yang telah di sebutkan dipelopori oleh Spanyol serta Portugis yng lantas diikuti oleh Belanda, Inggris, serta Perancis.
Kegiatan penjelajahan yang telah di sebutkan sudah mendorong munculnya paham merkantilisme di Eropa pada kala ke 16–17.
Selanjutnya pada selesai kala ke-18 revolusi industri sudah berlangsung di Eropa.
Kegiatan industri berkembang serta hasil produksi meningkat menjadikan mendorong kegiatan ekspor ke wilayah Asia serta Amerika.
Pesatnya perdagangan di Eropa menjadikan tumbuhnya forum pemberi jasa keuangan yng yaitu cikal-bakal forum perbankan modern, antara lain semisal Bank van Leening di Belanda.
Lantas secara sedikit demi sedikit bank-bank tertentu di wilayah Eropa semisal
Bank of England (1773),
Riskbank (1809),
Bank of France (1800) berubah menjadi bank sentral.
Munculnya Malaka menjdai emporium perdagangan sudah menarik perhatian bangsa Portugis yng hasilnya pada 1511 sukses menguasai Malaka.
Orang-orang terus bergerak ke arah timur menuju sumber rempah-rempah di Maluku.
Di sana Portugis menghadapi bangsa Spanyol yng tiba melalui Filipina.
Beberapa era lantas bangsa Belanda pula berusaha menguasai sumber-sumber komoditi perdagangan di Jawa serta Nusantara.
Yang dengannya mengibarkan bendera VOC yakni perusahaan induk penghimpun perusahaan-perusahaan dagang Belanda, orang-orang mengukuhkan kekuasaanya di Batavia pada 1619.
Bagi atau bisa juga dikatakan untuk memperlancar serta mempermudah acara perdagangan VOC di Nusantara, pada 1746 didirikan De Bank van Leening serta lantas berganti menjadi De Bank Courant en Bank van Leening pada 1752.
Bank van Leening yaitu bank pertama yng beroperasi di Nusantara.
Pada selesai kala ke-18, VOC sudah mengalami kemunduran, malah kebangkrutan.
Maka kekuasaan VOC di nusantara diambil alih oleh pemerintah Kerajaan Belanda.
Sesudah masa pemerintahan Herman William Daendels serta Janssen, Hindia Timur hasilnya jatuh ke tangan Inggris.
Ratu Inggris mengutus Sir Thomas Stamford Raffles bagi atau bisa juga dikatakan untuk memerintah Hindia Timur.
Namun pemerintahan Raffles tak bertahan lama, karena setelah usainya perang melawan Perancis (Napoleon) di Eropa, Inggris serta Belanda menciptakan akad bekerjsama seluruh wilayah Hindia Timur diserahkan kembali kepada Belanda.
Sejak era itu Hindia Timur disebut menjdai Hindia Belanda (Nederland Indie) serta diperintah oleh Komisaris Jenderal (1815–1819) yng terdiri dari
Elout,
Buyskes,
serta van der Capellen.
Pada periode ini beliau banyak sekali perbaikan ekonomi mulai dilaksanakan di Hindia Belanda.
Sampai-sampai nantinya Du Bus menyiapkan beberapa kebijakan yng mempersiapkan didirikannya De Javasche Bank pada 1828.
3. Bagian Tiga : DJB didasari Oktroi 1 s.d. 8
Gagasan pembentukan bank sirkulasi bagi atau bisa juga dikatakan untuk Hindia Belanda dicetuskan menjelang keberangkatan Komisaris Jenderal Hindia Belanda Mr. C.T. Elout ke Hindia Belanda.
Kondisi keuangan di Hindia Belanda dianggap sudah memerlukan penertiban serta pengaturan system pembayaran dalam bentuk forum bank.
Pada era yng percis kalangan pengusaha di Batavia, Hindia Belanda, sudah mendesak didirikannya forum bank guna memenuhi kepentingan perjuangan orang-orang.
Walaupun demikian gagasan yang telah di sebutkan gres mulai diwujudkan disaat Raja Willem I menerbitkan Surat Kuasa kepada Komisaris Jenderal Hindia Belanda pada 9 Desember 1826.
Surat yang telah di sebutkan memperlihatkan wewenang kepada pemerintah Hindia Belanda bagi atau bisa juga dikatakan untuk membentuk suatu bank didasari wewenang khusus berjangka waktu, ataupun lazim disebut oktroi.
Yang dengannya surat kuasa yang telah di sebutkan, pemerintah Hindia Belanda mulai mempersiapkan berdirinya DJB.
Pada 11 Desember 1827, Komisaris Jenderal Hindia Belanda Leonard Pierre Joseph Burggraaf Du Bus de Gisignies mengeluarkan Surat Keputusan No. 28 tentang oktroi serta ketentuan-ketentuan mengenai DJB.
Lantas pada 24 Januari 1828 yang dengannya Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda No. 25 ditetapkan akte pendirian De Javasche Bank (DJB).
Pada era yng percis pula diangkat Mr. C. de Haan menjdai Presiden DJB serta C.J. Smulders menjdai sekretaris DJB.
Oktroi yaitu ketentuan serta pemikiran bagi DJB dalam menjalankan usahanya.
Oktroi DJB pertama berlaku selama 10 tahun semenjak 1 Januari 1828 hingga 31 Desember 1837 serta diperpanjang hingga yang dengannya 31 Maret 1838.
Pada periode oktroi keenam, DJB melaksanakan pembaharuan akte pendiriannya di hadapan notaris Derk Bodde di Jakarta pada 22 Maret 1881.
Sesuai yang dengannya akte gres DJB, status bank diubah menjadi Naamlooze Vennootschap (N.V.).
Yang dengannya perubahan akte yang telah di sebutkan, DJB dianggap menjdai perusahaan baru.
Oktroi kedelapan merupakan oktroi DJB yang terakhir sampai-sampai berlakunya DJB Wet pada 1922.
Pada periode oktroi yang terakhir ini, DJB tidak sedikit mengeluarkan ketentuan gres dalam bidang system pembayaran yng mengarah kepada perbaikan bagi kemudian lintas pembayaran di Hindia Belanda.
Oktroi kedelapan berakhir sampai-sampai 31 Maret 1921 serta cuma diperpanjang selama satu tahun hingga yang dengannya 31 Maret 1922.
4.Bagian Empat : DJB Didasari DJB Wet
Pada 31 Maret 1922 diundangkan De Javasche Bankwet 1922 (DJB Wet).
Bankwet 1922 ini lantas diubah serta ditambah yang dengannya UU tanggal 30 April 1927 dan UU 13 November 1930.
Dasarnya memang De Javasche Bankwet 1922 merupakan perpanjangan dari oktroi kedelapan DJB yng berlaku sebelumnya.
Masa berlaku Bankwet 1922 merupakan 15 tahun ditambah yang dengannya perpanjangan otomatis satu tahun, selama tak ada peniadaan oleh gubernur jenderal ataupun pihak direksi. Pimpinan DJB pada periode DJB Wet merupakan direksi yng terdiri dari seorang presiden serta sekurang-kurangnya dua direktur, satu di antaranya merupakan sekretaris.
Selain itu terdapat jabatan presiden alternatif I, presiden alternatif II, administrator alternatif I, serta administrator alternatif II.
Penetapan jumlah administrator ditentukan oleh rapat bersama antara direksi serta dewan komisaris.
Pada periode ini DJB terdiri atas tujuh bagian, di antaranya bab ekonomi statistik, sekretaris, bab wesel, bab produksi, serta bab efek-efek.
Pada periode ini DJB berkembang pesat yang dengannya 16 kantor cabang,
antara lain: Bandung, Cirebon, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, Malang, Kediri, Kutaraja, Medan, Padang, Palembang, Banjarmasin, Pontianak, Makassar, serta Manado, dan kantor perwakilan di Amsterdam, serta New York.
DJB Wet ini terus berlaku menjdai landasan operasional DJB sampai-sampai lahirnya Undang-undang Pokok Bank Indonesia 1 Juli 1953.
5. Bagian Lima : DJB pada Masa Pendudukan Jepang (1942-1945)
Pecahnya Perang Dunia II di Eropa terus menjalar sampai-sampai ke wilayah Asia Pasifik.
Militer Jepang segera melebarkan wilayah invasinya dari daratan Asia menuju Asia Tenggara.
Menjelang kedatangan Jepang di Pulau Jawa, Presiden DJB, Dr. G.G. van Buttingha Wichers, sukses mengalihkan seluruh cadangan emasnya ke Australia serta Afrika Selatan.
Pemindahan yang telah di sebutkan di lakukan lewat pelabuhan Cilacap.
Sesudah menduduki Pulau Jawa pada bulan Februari-Maret 1942, tentara Jepang memaksakan penyerahan seluruh aset bank kepada orang-orang.
Selanjutnya, pada bulan April 1942, diumumkan suatu banking-moratorium tentang adanya penangguhan pembayaran kewajiban-kewajiban bank.
Beberapa bulan lantas, pimpinan tentara Jepang bagi atau bisa juga dikatakan untuk Pulau Jawa, yng berada di Jakarta, mengeluarkan ordonansi berupa perintah likuidasi bagi atau bisa juga dikatakan untuk seluruh bank Belanda, Inggris, serta beberapa bank Cina.
Ordonansi serupa pula dikeluarkan oleh komando militer Jepang di Singapura bagi atau bisa juga dikatakan untuk bank-bank di Sumatera, sedangkan kewenangan likuidasi bank-bank di Kalimantan serta Great East diberikan kepada Navy Ministry di Tokyo.
Fungsi serta kiprah bank-bank yng dilikuidasi yang telah di sebutkan, lantas diambil alih oleh bank-bank Jepang, semisal Yokohama Specie Bank, Taiwan Bank, serta Mitsui Bank, yng pernah ada sebelumnya serta ditutup oleh Belanda disaat mulai pecah perang.
Menjdai bank sirkulasi di Pulau Jawa, dibentuklah Nanpo Kaihatsu Ginko yng melanjutkan kiprah tentara pendudukan Jepang dalam mengedarkan invansion money yng dicetak di Jepang dalam tujuh denominasi, mulai dari satu sampai-sampai sepuluh gulden.
Hingga pertengahan bulan Agustus 1945, sudah diedarkan invansion money senilai 2,4 milyar gulden di Pulau Jawa, 1,4 milyar gulden di Sumatera, dan dalam nilai yng lebih kecil di Kalimantan serta Sulawesi.
Sejak tanggal 15 Agustus 1945, pula masuk dalam peredaran senilai 2 milyar gulden, yng sebagian berasal dari uang yng ditarik dari bank-bank Jepang di Sumatera dan sebagian lagi dicuri dari De Javasche Bank Surabaya serta beberapa daerah lain-lainnya.
Sampai-sampai bulan Maret 1946, jumlah uang yng beredar di wilayah Hindia Belanda berjumlah sekitar delapan milyar gulden.
Hal yang telah di sebutkan memicu hancurnya nilai mata uang serta memperberat beban ekonomi wilayah Hindia Belanda.
6. Bagian Enam : DJB Masa Revolusi
Sesudah Jepang mengalah pada 15 Agustus 1945, Indonesia segera memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.
Keesokan harinya, pada 18 Agustus 1945 sudah disusun Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam klarifikasi Undang-Undang Dasar 1945 Bab VIII pasal 23 Hal Keuangan yng menyatakan hasrat membentuk bank sentral yang dengannya nama Bank Indonesia bagi atau bisa juga dikatakan untuk memperkuat adanya kesatuan wilayah serta kesatuan ekonomi-moneter.
Sementara itu yang dengannya membonceng tentara Sekutu, Belanda kembali berupaya menduduki wilayah yng pernah dijajahnya.
Maka dalam wilayah Indonesia terdapat dua pemerintahan yakni: pemerintahan Republik Indonesia serta pemerintahan Belanda ataupun Nederlandsche Indische Civil Administrative (NICA).
Selanjutnya NICA membuka kanal kantor-kantor pusat Bank Jepang di Jakarta serta menugaskan DJB menjadi bank sirkulasi mengambil alih kiprah Nanpo Kaihatsu Ginko.
Tak usang lantas DJB sukses membuka sembilan cabangnya di wilayah-wilayah yng dikuasai oleh NICA.
Pembukaan cabang-cabang DJB terus berlanjut seiring yang dengannya dua serangan militer yng dilancarkan Belanda kepada Indonesia.
Sementara itu di wilayah yng dikuasai oleh Republik Indonesia, dibuat Jajasan Poesat Bank Indonesia (Yayasan Bank Indonesia) yng lantas melebur dalam Bank Negara Indonesia menjdai bank sirkulasi didasari Aturan Pemerintah Alternatif Undang-Undang No.2/1946.
Akan tetapi demikian situasi perang kemerdekaan serta terbatasnya akreditasi dunia Amat menghambat kiprah BNI menjdai bank sirkulasi.
Akan tetapi demikian pada 30 Oktober 1946, pemerintah bisa menerbitkan Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) menjdai uang pertama Republik Indonesia.
Periode ini ditutup yang dengannya Konferensi Meja Bulat (KMB) 1949 yng memutuskan DJB menjdai bank sirkulasi bagi atau bisa juga dikatakan untuk Republik Indonesia Serikat (RIS) serta Bank Negara Indonesia menjdai bank pembangunan.
7. Bagian Tujuh : Periode Pengakuan Kedaulatan RI s.d. Nasionalisasi DJB
Pada Desember 1949, Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia menjdai bab dari Republik Indonesia Serikat (RIS).
Pada era itu, sesuai yang dengannya keputusan Konferensi Meja Bulat (KMB), fungsi bank sentral tetap dipercayakan kepada De Javasche Bank (DJB).
Pemerintahan RIS tak berlangsung lama, karena pada tanggal 17 Agustus 1950, pemerintah RIS dibubarkan serta Indonesia kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pada era itu, kedudukan DJB tetap menjdai bank sirkulasi.
Berakhirnya akad KMB sebenarnya sudah mengobarkan semangat kebangsaan yng terwujud melalui gerakan nasionalisasi perekonomian Indonesia.
Nasionalisasi pertama dilaksanakan terhadap DJB menjdai bank sirkulasi yng mempunyai peranan penting dalam menggerakkan roda perekonomian Indonesia.
Sejak berlakunya Undang-undang Pokok Bank Indonesia pada tanggal 1 Juli 1953, bangsa Indonesia sudah mempunyai sebuah forum bank sentral yang dengannya nama Bank Indonesia.
Sebelum berdirinya Bank Indonesia, kebijakan moneter, perbankan, serta system pembayaran berada di tangan pemerintah.
Yang dengannya menanggung beban berat perekonomian negara pasca perang, kebijakan moneter Indonesia ditekankan pada peningkatan posisi cadangan devisa serta menahan laju inflasi.
Sementara itu, pada periode ini, pemerintah terus berusaha memperkuat system perbankan Indonesia melalui pendirian bank-bank baru.
Menjdai bank sirkulasi, DJB turut berperan aktif dalam membuatkan system perbankan nasional lebih-lebih dalam penyediaan dana kegiatan perbankan.
Banyaknya jenis mata uang yng beredar memaksakan pemerintah melaksanakan penyeragaman mata uang.
Maka, walau cuma bagi atau bisa juga dikatakan untuk waktu yng singkat, pemerintah mengeluarkan uang kertas RIS yng menggantikan Oeang Republik Indonesia serta banyak sekali jenis uang lain-lainnya.
Akhirnya, setelah sekian usang berlaku menjdai contoh aturan pengedaran uang di Indonesia, Indische Muntwet 1912 diganti yang dengannya peraturan gres yng dikenal yang dengannya Undang-undang Mata Uang 1951.
8. Bagian Delapan : Presiden De Javasche Bank (1828 - 1953)
1. Mr. C. De Haan
Masa Jabatan dari tahun 1828 - 1838
2. C. J. Smulders
Masa Jabatan dari tahun 1838 - 1851
3. E. Francis
Masa Jabatan dari tahun 1851 - 1863
4. C. F. W. Wiggers van Kerchem
Masa Jabatan dari tahun 1863 - 1868
5. J. W. C. Diepenheim
Masa Jabatan dari tahun 1868 - 1870
6. Mr. F. Alting Mees
Masa Jabatan dari tahun 1870 - 1873
7. Mr. N. P. van den Berg
Masa JAbatan dari tahun 1873 - 1889
8. S. B. Zeverijn
Masa Jabatan dari tahun 1889 - 1893
9. D. Groeneveld
Masa Jabatan dari tahun 1893 - 1898
10. J. Reijsenbach
Masa Jabatan dari tahun 1898 - 1906
11. Mr. G. Vissering
Masa Jabatan dari tahun 1906 - 1912
12. E. A. Zeilinga Azn.
Masa Jabatan dari tahun 1912 - 1924
13. Mr. L. J. A. Trip
Masa Jabatan dari tahun 1924 - 1929
14. Mr. Dr. G. G. van Buttingha Wichers
Masa Jabatan dari tahun 1929 - 1945
15. Dr. R. E. Smits
Masa Jabatan dari tahun 1945 - 1949
16. Dr. A. Houwink
Masa Jabatan dari tahun 1949 - 1951
17. Mr. Sjafruddin Prawiranegara
Masa jabatan dari tahun 1951 - 1953
9. Bagian Sembilan : Gubernur - Gubernur Bank Indonesia (1953 - Saat ini)
1. Mr . Sjafrudin Prawiranegara
Masa Jabatan dari tahun 1951 - 19532. Mr. Loekman HakimMasa Jabatan dari tahun 1953 - 1959
3. Mr. Soetikno SlametMasa Jabatan dari tahun 1959 - 1960
4. Mr. SoemarnoMasa Jabatan dari tahun 1960 - 1963
5. T. Jusuf Muda DalamMasa Jabatan dari tahun 1963 - 1966
6. Radius PrawiroMasa Jabatan dari tahun 1966 - 1973
7. Rachmat SalehMAsa Jabatan dari tahun 1973 - 1983
8. Arifin SiregarMasa Jabatan dari tahun 1983 - 1988
9. Adrianus MooyMasa Jabatan dari tahun 1988 - 1993
10. J. Soedradjad DjiwandonoMasa Jabatan dari tahun 1993 - 1998
11. Sjahril SabirinMAsa Jabatan dari tahun 1998 - 2003
12. Burhanuddin AbdullahMasa Jabatan dari tahun 2003 - 2008
13. BoedionoMasa Jabatan dari tahun 2008 - 2009
14. Darmin NasutionMasa Jabatan dari tahun 2009 - 2014
10. Sekilas Perjalanan PAnjang Bank Indonesia (1828 - 2008)1828:
De Javasche Bank didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda menjdai bank sirkulasi
yng bertugas mencetak serta mengedarkan uang.
1953:
Undang-Undang Pokok Bank Indonesia memutuskan pendirian Bank Indonesia
bagi atau bisa juga dikatakan untuk menggantikan fungsi De Javasche Bank menjdai bank sentral, yang dengannya tiga
tugas utama
pada bab moneter, perbankan, serta system pembayaran.
Di samping itu, Bank Indonesia diberi kiprah penting lain dalam hubungannya yang dengannya
Pemerintah serta melanjutkan fungsi bank komersial yng di lakukan oleh DJB
sebelumnya.
1968:
Undang-Undang Bank Sentral mengatur kedudukan serta kiprah Bank Indonesia
menjdai bank sentral, terpisah dari bank-bank lain yng melaksanakan fungsi
komersial.
Selain tiga kiprah pokok bank sentral, Bank Indonesia pula bertugas
membantu Pemerintah menjdai biro pembangunan mendorong kelancaran
produksi serta pembangunan dan memperluas peluang kerja guna
menaikan taraf hidup rakyat.
1999:
Babak gres dalam sejarah Bank Indonesia, sesuai yang dengannya UU No.23/1999 yng
menetapkan tujuan tunggal Bank Indonesia yakni mencapai serta memelihara
kestabilan nilai rupiah.
2004:
Undang-Undang Bank Indonesia diamandemen yang dengannya focus pada aspek penting
yng terkait yang dengannya pelaksanaan kiprah serta wewenang Bank Indonesia, salah satunya
penguatan governance.
2008:
Pemerintah mengeluarkan Aturan Pemerintah Alternatif Undang-Undang
(PerPPU) No.2 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No.23
tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjdai bab dari upaya melindungi stabilitas
system keuangan.
Amandemen dimaksudkan bagi atau bisa juga dikatakan untuk menaikan ketahanan
perbankan nasional dalam menghadapi krisis global melalui peningkatan kanal
perbankan terhadap Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek dari Bank Indonesia.
Bank Indonesia mempunyai beberapa Kantor cabang diberbagai kota yng ada di Indonesia.
1. Medan
2. Banda Aceh
3. Pematang siantar
4. Lhokseumawe
5. Sibolga
6. Padang
7. Pekanbaru
8. Jambi
9. Batam
10. Palembang
11. Bengkulu
12. Bandar Lampung
13. Bandung
14. Serang
15. Cirebon
16. Tasikmalaya
17. Tegal
18. Semarang
19. Yogyakarta
20. Solo
21. Purwokerto
22. Surabaya
23. Malang
24. Kediri
25. Jember
26. Denpasar
27. Mataram
28. Kupang
29. Banjarmasin
30. Pontianak
31. Palangkaraya
32. Gorontalo
33. Samarinda
34. Balikpapan
35. Makassar
36. Manado
37. Palu
38. Kendari
39. Ternate
40. Ambon
41. Jayapura
Bank Indonesia pula mempunyai kantor Representative diluar negeri :
1. Singapore
2. Tokyo
3. London
4. New york
Bank Indonesia mempunyai museum yng bisa dikunjungi :
dari hari Selasa - Jumat : Pkl. 08.00 - 15.30 Wib
dari hari Sabtu - Minggu : Pkl. 08.00 - 16.00 Wib
Senin & Hari Libur NAsional Tutup
Gratis bagi atau bisa juga dikatakan untuk masuk ke Museum Bank Indonesia
Alamat Museum Indonesia
Jl. Pintu Besar Utara No. 3
Jakarta Barat - Indonesia
Telp. (6221) 2600158
Ext.8111, 8102, 8100
Up : Gede Aryana
Fax.62-21-2601730
Email: museum@bi.go.id
Alamat Kantor Pusat Bank Indonesia
Jl. MH. Thamrin 2 Jakarta 10350 Indonesia
Telp. (6221) 2310108 (ext. 7317)
Email Humas : humasbi@bi.go.id
Website Resmi : klik di sini
Seluruh Sumber berasal dari Website Bank Indonesia
Sumber Rujukan Dan Gambar :
1. Bagian Satu : Perkembangan Bank Sentral di Nusantara
Jauh sebelum kedatangan bangsa barat, nusantara sudah menjadi pusat perdagangan internasional.
Sementara di daratan Eropa, merkantilisme sudah berubah menjadi revolusi industri serta memicu pesatnya kegiatan dagang Eropa.
Pada era itulah muncul forum perbankan simpel, semisal Bank van Leening di negeri Belanda.
System perbankan ini lantas dibawa oleh bangsa barat yng mengekspansi nusantara pada waktu yng percis.
VOC di Jawa pada 1746 mendirikan De Bank van Leening yng lantas menjadi De Bank Courant en Bank van Leening pada 1752.
Bank itu merupakan bank pertama yng lahir di nusantara, cikal bakal dari dunia perbankan pada masa selanjutnya.
Pada 24 Januari 1828, pemerintah Hindia Belanda mendirikan bank sirkulasi yang dengannya nama De Javasche Bank (DJB).
Selama berpuluh-puluh tahun bank yang telah di sebutkan beroperasi serta berkembang didasari suatu oktroi dari penguasa Kerajaan Belanda, sampai-sampai hasilnya diundangkan DJB Wet 1922.
Masa pendudukan Jepang sudah menghentikan kegiatan DJB serta perbankan Hindia Belanda bagi atau bisa juga dikatakan untuk sementara waktu.
Lantas masa revolusi tiba, Hindia Belanda mengalami dualisme kekuasaan, antara Republik Indonesia (RI) serta Nederlandsche Indische Civil Administrative (NICA).
Perbankan pun terbagi dua, DJB serta bank-bank Belanda di wilayah NICA
sedangkan "Jajasan Poesat Bank Indonesia" serta Bank Negara Indonesia di wilayah RI. Konferensi Meja Bulat (KMB) 1949 mengakhiri konflik Indonesia serta Belanda,
ditetapkan lantas DJB menjdai bank sentral bagi Republik Indonesia Serikat (RIS).
Status ini terus bertahan sampai-sampai masa kembalinya RI dalam negara kesatuan.
Selanjutnya menjdai bangsa serta negara yng berdaulat, RI menasionalisasi bank sentralnya.
Maka semenjak 1 Juli 1953 berubahlah DJB menjadi Bank Indonesia, bank sentral bagi Republik Indonesia.
2.Bagian Dua : Nusantara hingga yang dengannya Awal Abad ke 19
Sebelum kedatangan bangsa barat, nusantara sudah berubah menjadi wilayah perdagangan internasional.
Pada era itu terdapat dua jalur perniagaan internasional yng digunakan oleh para pedagang, jalur darat serta jalur laut.
Pada masa itu sudah terdapat dua kerajaan utama di nusantara yng mempunyai andil besar dalam meramaikan perniagaan internasional, yakni Sriwijaya serta Majapahit.
Dalam maraknya perniagaan yang telah di sebutkan belum ada mata uang baku yng dijadikan nilai standar.
Walaupun masyarakat sudah mengenal mata uang dalam bentuk simpel.
Sementara itu pada kala ke-15 bangsa-bangsa Eropa sedang mencoba memperluas wilayah penjelajahannya di banyak sekali belahan dunia, salah satunya Asia serta Nusantara.
sejak jatuhnya Konstantinopel ke tangan kekuasaan Turki Usmani (1453),
penjelajahan yang telah di sebutkan dipelopori oleh Spanyol serta Portugis yng lantas diikuti oleh Belanda, Inggris, serta Perancis.
Kegiatan penjelajahan yang telah di sebutkan sudah mendorong munculnya paham merkantilisme di Eropa pada kala ke 16–17.
Selanjutnya pada selesai kala ke-18 revolusi industri sudah berlangsung di Eropa.
Kegiatan industri berkembang serta hasil produksi meningkat menjadikan mendorong kegiatan ekspor ke wilayah Asia serta Amerika.
Pesatnya perdagangan di Eropa menjadikan tumbuhnya forum pemberi jasa keuangan yng yaitu cikal-bakal forum perbankan modern, antara lain semisal Bank van Leening di Belanda.
Lantas secara sedikit demi sedikit bank-bank tertentu di wilayah Eropa semisal
Bank of England (1773),
Riskbank (1809),
Bank of France (1800) berubah menjadi bank sentral.
Munculnya Malaka menjdai emporium perdagangan sudah menarik perhatian bangsa Portugis yng hasilnya pada 1511 sukses menguasai Malaka.
Orang-orang terus bergerak ke arah timur menuju sumber rempah-rempah di Maluku.
Di sana Portugis menghadapi bangsa Spanyol yng tiba melalui Filipina.
Beberapa era lantas bangsa Belanda pula berusaha menguasai sumber-sumber komoditi perdagangan di Jawa serta Nusantara.
Yang dengannya mengibarkan bendera VOC yakni perusahaan induk penghimpun perusahaan-perusahaan dagang Belanda, orang-orang mengukuhkan kekuasaanya di Batavia pada 1619.
Bagi atau bisa juga dikatakan untuk memperlancar serta mempermudah acara perdagangan VOC di Nusantara, pada 1746 didirikan De Bank van Leening serta lantas berganti menjadi De Bank Courant en Bank van Leening pada 1752.
Bank van Leening yaitu bank pertama yng beroperasi di Nusantara.
Pada selesai kala ke-18, VOC sudah mengalami kemunduran, malah kebangkrutan.
Maka kekuasaan VOC di nusantara diambil alih oleh pemerintah Kerajaan Belanda.
Sesudah masa pemerintahan Herman William Daendels serta Janssen, Hindia Timur hasilnya jatuh ke tangan Inggris.
Ratu Inggris mengutus Sir Thomas Stamford Raffles bagi atau bisa juga dikatakan untuk memerintah Hindia Timur.
Namun pemerintahan Raffles tak bertahan lama, karena setelah usainya perang melawan Perancis (Napoleon) di Eropa, Inggris serta Belanda menciptakan akad bekerjsama seluruh wilayah Hindia Timur diserahkan kembali kepada Belanda.
Sejak era itu Hindia Timur disebut menjdai Hindia Belanda (Nederland Indie) serta diperintah oleh Komisaris Jenderal (1815–1819) yng terdiri dari
Elout,
Buyskes,
serta van der Capellen.
Pada periode ini beliau banyak sekali perbaikan ekonomi mulai dilaksanakan di Hindia Belanda.
Sampai-sampai nantinya Du Bus menyiapkan beberapa kebijakan yng mempersiapkan didirikannya De Javasche Bank pada 1828.
3. Bagian Tiga : DJB didasari Oktroi 1 s.d. 8
Gagasan pembentukan bank sirkulasi bagi atau bisa juga dikatakan untuk Hindia Belanda dicetuskan menjelang keberangkatan Komisaris Jenderal Hindia Belanda Mr. C.T. Elout ke Hindia Belanda.
Kondisi keuangan di Hindia Belanda dianggap sudah memerlukan penertiban serta pengaturan system pembayaran dalam bentuk forum bank.
Pada era yng percis kalangan pengusaha di Batavia, Hindia Belanda, sudah mendesak didirikannya forum bank guna memenuhi kepentingan perjuangan orang-orang.
Walaupun demikian gagasan yang telah di sebutkan gres mulai diwujudkan disaat Raja Willem I menerbitkan Surat Kuasa kepada Komisaris Jenderal Hindia Belanda pada 9 Desember 1826.
Surat yang telah di sebutkan memperlihatkan wewenang kepada pemerintah Hindia Belanda bagi atau bisa juga dikatakan untuk membentuk suatu bank didasari wewenang khusus berjangka waktu, ataupun lazim disebut oktroi.
Yang dengannya surat kuasa yang telah di sebutkan, pemerintah Hindia Belanda mulai mempersiapkan berdirinya DJB.
Pada 11 Desember 1827, Komisaris Jenderal Hindia Belanda Leonard Pierre Joseph Burggraaf Du Bus de Gisignies mengeluarkan Surat Keputusan No. 28 tentang oktroi serta ketentuan-ketentuan mengenai DJB.
Lantas pada 24 Januari 1828 yang dengannya Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda No. 25 ditetapkan akte pendirian De Javasche Bank (DJB).
Pada era yng percis pula diangkat Mr. C. de Haan menjdai Presiden DJB serta C.J. Smulders menjdai sekretaris DJB.
Oktroi yaitu ketentuan serta pemikiran bagi DJB dalam menjalankan usahanya.
Oktroi DJB pertama berlaku selama 10 tahun semenjak 1 Januari 1828 hingga 31 Desember 1837 serta diperpanjang hingga yang dengannya 31 Maret 1838.
Pada periode oktroi keenam, DJB melaksanakan pembaharuan akte pendiriannya di hadapan notaris Derk Bodde di Jakarta pada 22 Maret 1881.
Sesuai yang dengannya akte gres DJB, status bank diubah menjadi Naamlooze Vennootschap (N.V.).
Yang dengannya perubahan akte yang telah di sebutkan, DJB dianggap menjdai perusahaan baru.
Oktroi kedelapan merupakan oktroi DJB yang terakhir sampai-sampai berlakunya DJB Wet pada 1922.
Pada periode oktroi yang terakhir ini, DJB tidak sedikit mengeluarkan ketentuan gres dalam bidang system pembayaran yng mengarah kepada perbaikan bagi kemudian lintas pembayaran di Hindia Belanda.
Oktroi kedelapan berakhir sampai-sampai 31 Maret 1921 serta cuma diperpanjang selama satu tahun hingga yang dengannya 31 Maret 1922.
4.Bagian Empat : DJB Didasari DJB Wet
Pada 31 Maret 1922 diundangkan De Javasche Bankwet 1922 (DJB Wet).
Bankwet 1922 ini lantas diubah serta ditambah yang dengannya UU tanggal 30 April 1927 dan UU 13 November 1930.
Dasarnya memang De Javasche Bankwet 1922 merupakan perpanjangan dari oktroi kedelapan DJB yng berlaku sebelumnya.
Masa berlaku Bankwet 1922 merupakan 15 tahun ditambah yang dengannya perpanjangan otomatis satu tahun, selama tak ada peniadaan oleh gubernur jenderal ataupun pihak direksi. Pimpinan DJB pada periode DJB Wet merupakan direksi yng terdiri dari seorang presiden serta sekurang-kurangnya dua direktur, satu di antaranya merupakan sekretaris.
Selain itu terdapat jabatan presiden alternatif I, presiden alternatif II, administrator alternatif I, serta administrator alternatif II.
Penetapan jumlah administrator ditentukan oleh rapat bersama antara direksi serta dewan komisaris.
Pada periode ini DJB terdiri atas tujuh bagian, di antaranya bab ekonomi statistik, sekretaris, bab wesel, bab produksi, serta bab efek-efek.
Pada periode ini DJB berkembang pesat yang dengannya 16 kantor cabang,
antara lain: Bandung, Cirebon, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, Malang, Kediri, Kutaraja, Medan, Padang, Palembang, Banjarmasin, Pontianak, Makassar, serta Manado, dan kantor perwakilan di Amsterdam, serta New York.
DJB Wet ini terus berlaku menjdai landasan operasional DJB sampai-sampai lahirnya Undang-undang Pokok Bank Indonesia 1 Juli 1953.
5. Bagian Lima : DJB pada Masa Pendudukan Jepang (1942-1945)
Pecahnya Perang Dunia II di Eropa terus menjalar sampai-sampai ke wilayah Asia Pasifik.
Militer Jepang segera melebarkan wilayah invasinya dari daratan Asia menuju Asia Tenggara.
Menjelang kedatangan Jepang di Pulau Jawa, Presiden DJB, Dr. G.G. van Buttingha Wichers, sukses mengalihkan seluruh cadangan emasnya ke Australia serta Afrika Selatan.
Pemindahan yang telah di sebutkan di lakukan lewat pelabuhan Cilacap.
Sesudah menduduki Pulau Jawa pada bulan Februari-Maret 1942, tentara Jepang memaksakan penyerahan seluruh aset bank kepada orang-orang.
Selanjutnya, pada bulan April 1942, diumumkan suatu banking-moratorium tentang adanya penangguhan pembayaran kewajiban-kewajiban bank.
Beberapa bulan lantas, pimpinan tentara Jepang bagi atau bisa juga dikatakan untuk Pulau Jawa, yng berada di Jakarta, mengeluarkan ordonansi berupa perintah likuidasi bagi atau bisa juga dikatakan untuk seluruh bank Belanda, Inggris, serta beberapa bank Cina.
Ordonansi serupa pula dikeluarkan oleh komando militer Jepang di Singapura bagi atau bisa juga dikatakan untuk bank-bank di Sumatera, sedangkan kewenangan likuidasi bank-bank di Kalimantan serta Great East diberikan kepada Navy Ministry di Tokyo.
Fungsi serta kiprah bank-bank yng dilikuidasi yang telah di sebutkan, lantas diambil alih oleh bank-bank Jepang, semisal Yokohama Specie Bank, Taiwan Bank, serta Mitsui Bank, yng pernah ada sebelumnya serta ditutup oleh Belanda disaat mulai pecah perang.
Menjdai bank sirkulasi di Pulau Jawa, dibentuklah Nanpo Kaihatsu Ginko yng melanjutkan kiprah tentara pendudukan Jepang dalam mengedarkan invansion money yng dicetak di Jepang dalam tujuh denominasi, mulai dari satu sampai-sampai sepuluh gulden.
Hingga pertengahan bulan Agustus 1945, sudah diedarkan invansion money senilai 2,4 milyar gulden di Pulau Jawa, 1,4 milyar gulden di Sumatera, dan dalam nilai yng lebih kecil di Kalimantan serta Sulawesi.
Sejak tanggal 15 Agustus 1945, pula masuk dalam peredaran senilai 2 milyar gulden, yng sebagian berasal dari uang yng ditarik dari bank-bank Jepang di Sumatera dan sebagian lagi dicuri dari De Javasche Bank Surabaya serta beberapa daerah lain-lainnya.
Sampai-sampai bulan Maret 1946, jumlah uang yng beredar di wilayah Hindia Belanda berjumlah sekitar delapan milyar gulden.
Hal yang telah di sebutkan memicu hancurnya nilai mata uang serta memperberat beban ekonomi wilayah Hindia Belanda.
6. Bagian Enam : DJB Masa Revolusi
Sesudah Jepang mengalah pada 15 Agustus 1945, Indonesia segera memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.
Keesokan harinya, pada 18 Agustus 1945 sudah disusun Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam klarifikasi Undang-Undang Dasar 1945 Bab VIII pasal 23 Hal Keuangan yng menyatakan hasrat membentuk bank sentral yang dengannya nama Bank Indonesia bagi atau bisa juga dikatakan untuk memperkuat adanya kesatuan wilayah serta kesatuan ekonomi-moneter.
Sementara itu yang dengannya membonceng tentara Sekutu, Belanda kembali berupaya menduduki wilayah yng pernah dijajahnya.
Maka dalam wilayah Indonesia terdapat dua pemerintahan yakni: pemerintahan Republik Indonesia serta pemerintahan Belanda ataupun Nederlandsche Indische Civil Administrative (NICA).
Selanjutnya NICA membuka kanal kantor-kantor pusat Bank Jepang di Jakarta serta menugaskan DJB menjadi bank sirkulasi mengambil alih kiprah Nanpo Kaihatsu Ginko.
Tak usang lantas DJB sukses membuka sembilan cabangnya di wilayah-wilayah yng dikuasai oleh NICA.
Pembukaan cabang-cabang DJB terus berlanjut seiring yang dengannya dua serangan militer yng dilancarkan Belanda kepada Indonesia.
Sementara itu di wilayah yng dikuasai oleh Republik Indonesia, dibuat Jajasan Poesat Bank Indonesia (Yayasan Bank Indonesia) yng lantas melebur dalam Bank Negara Indonesia menjdai bank sirkulasi didasari Aturan Pemerintah Alternatif Undang-Undang No.2/1946.
Akan tetapi demikian situasi perang kemerdekaan serta terbatasnya akreditasi dunia Amat menghambat kiprah BNI menjdai bank sirkulasi.
Akan tetapi demikian pada 30 Oktober 1946, pemerintah bisa menerbitkan Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) menjdai uang pertama Republik Indonesia.
Periode ini ditutup yang dengannya Konferensi Meja Bulat (KMB) 1949 yng memutuskan DJB menjdai bank sirkulasi bagi atau bisa juga dikatakan untuk Republik Indonesia Serikat (RIS) serta Bank Negara Indonesia menjdai bank pembangunan.
7. Bagian Tujuh : Periode Pengakuan Kedaulatan RI s.d. Nasionalisasi DJB
Pada Desember 1949, Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia menjdai bab dari Republik Indonesia Serikat (RIS).
Pada era itu, sesuai yang dengannya keputusan Konferensi Meja Bulat (KMB), fungsi bank sentral tetap dipercayakan kepada De Javasche Bank (DJB).
Pemerintahan RIS tak berlangsung lama, karena pada tanggal 17 Agustus 1950, pemerintah RIS dibubarkan serta Indonesia kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pada era itu, kedudukan DJB tetap menjdai bank sirkulasi.
Berakhirnya akad KMB sebenarnya sudah mengobarkan semangat kebangsaan yng terwujud melalui gerakan nasionalisasi perekonomian Indonesia.
Nasionalisasi pertama dilaksanakan terhadap DJB menjdai bank sirkulasi yng mempunyai peranan penting dalam menggerakkan roda perekonomian Indonesia.
Sejak berlakunya Undang-undang Pokok Bank Indonesia pada tanggal 1 Juli 1953, bangsa Indonesia sudah mempunyai sebuah forum bank sentral yang dengannya nama Bank Indonesia.
Sebelum berdirinya Bank Indonesia, kebijakan moneter, perbankan, serta system pembayaran berada di tangan pemerintah.
Yang dengannya menanggung beban berat perekonomian negara pasca perang, kebijakan moneter Indonesia ditekankan pada peningkatan posisi cadangan devisa serta menahan laju inflasi.
Sementara itu, pada periode ini, pemerintah terus berusaha memperkuat system perbankan Indonesia melalui pendirian bank-bank baru.
Menjdai bank sirkulasi, DJB turut berperan aktif dalam membuatkan system perbankan nasional lebih-lebih dalam penyediaan dana kegiatan perbankan.
Banyaknya jenis mata uang yng beredar memaksakan pemerintah melaksanakan penyeragaman mata uang.
Maka, walau cuma bagi atau bisa juga dikatakan untuk waktu yng singkat, pemerintah mengeluarkan uang kertas RIS yng menggantikan Oeang Republik Indonesia serta banyak sekali jenis uang lain-lainnya.
Akhirnya, setelah sekian usang berlaku menjdai contoh aturan pengedaran uang di Indonesia, Indische Muntwet 1912 diganti yang dengannya peraturan gres yng dikenal yang dengannya Undang-undang Mata Uang 1951.
8. Bagian Delapan : Presiden De Javasche Bank (1828 - 1953)
1. Mr. C. De Haan
Masa Jabatan dari tahun 1828 - 1838
2. C. J. Smulders
Masa Jabatan dari tahun 1838 - 1851
3. E. Francis
Masa Jabatan dari tahun 1851 - 1863
4. C. F. W. Wiggers van Kerchem
Masa Jabatan dari tahun 1863 - 1868
5. J. W. C. Diepenheim
Masa Jabatan dari tahun 1868 - 1870
6. Mr. F. Alting Mees
Masa Jabatan dari tahun 1870 - 1873
7. Mr. N. P. van den Berg
Masa JAbatan dari tahun 1873 - 1889
8. S. B. Zeverijn
Masa Jabatan dari tahun 1889 - 1893
9. D. Groeneveld
Masa Jabatan dari tahun 1893 - 1898
10. J. Reijsenbach
Masa Jabatan dari tahun 1898 - 1906
11. Mr. G. Vissering
Masa Jabatan dari tahun 1906 - 1912
12. E. A. Zeilinga Azn.
Masa Jabatan dari tahun 1912 - 1924
13. Mr. L. J. A. Trip
Masa Jabatan dari tahun 1924 - 1929
14. Mr. Dr. G. G. van Buttingha Wichers
Masa Jabatan dari tahun 1929 - 1945
15. Dr. R. E. Smits
Masa Jabatan dari tahun 1945 - 1949
16. Dr. A. Houwink
Masa Jabatan dari tahun 1949 - 1951
17. Mr. Sjafruddin Prawiranegara
Masa jabatan dari tahun 1951 - 1953
9. Bagian Sembilan : Gubernur - Gubernur Bank Indonesia (1953 - Saat ini)
1. Mr . Sjafrudin Prawiranegara
Masa Jabatan dari tahun 1951 - 19532. Mr. Loekman HakimMasa Jabatan dari tahun 1953 - 1959
3. Mr. Soetikno SlametMasa Jabatan dari tahun 1959 - 1960
4. Mr. SoemarnoMasa Jabatan dari tahun 1960 - 1963
5. T. Jusuf Muda DalamMasa Jabatan dari tahun 1963 - 1966
6. Radius PrawiroMasa Jabatan dari tahun 1966 - 1973
7. Rachmat SalehMAsa Jabatan dari tahun 1973 - 1983
8. Arifin SiregarMasa Jabatan dari tahun 1983 - 1988
9. Adrianus MooyMasa Jabatan dari tahun 1988 - 1993
10. J. Soedradjad DjiwandonoMasa Jabatan dari tahun 1993 - 1998
11. Sjahril SabirinMAsa Jabatan dari tahun 1998 - 2003
12. Burhanuddin AbdullahMasa Jabatan dari tahun 2003 - 2008
13. BoedionoMasa Jabatan dari tahun 2008 - 2009
14. Darmin NasutionMasa Jabatan dari tahun 2009 - 2014
10. Sekilas Perjalanan PAnjang Bank Indonesia (1828 - 2008)1828:
De Javasche Bank didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda menjdai bank sirkulasi
yng bertugas mencetak serta mengedarkan uang.
1953:
Undang-Undang Pokok Bank Indonesia memutuskan pendirian Bank Indonesia
bagi atau bisa juga dikatakan untuk menggantikan fungsi De Javasche Bank menjdai bank sentral, yang dengannya tiga
tugas utama
pada bab moneter, perbankan, serta system pembayaran.
Di samping itu, Bank Indonesia diberi kiprah penting lain dalam hubungannya yang dengannya
Pemerintah serta melanjutkan fungsi bank komersial yng di lakukan oleh DJB
sebelumnya.
1968:
Undang-Undang Bank Sentral mengatur kedudukan serta kiprah Bank Indonesia
menjdai bank sentral, terpisah dari bank-bank lain yng melaksanakan fungsi
komersial.
Selain tiga kiprah pokok bank sentral, Bank Indonesia pula bertugas
membantu Pemerintah menjdai biro pembangunan mendorong kelancaran
produksi serta pembangunan dan memperluas peluang kerja guna
menaikan taraf hidup rakyat.
1999:
Babak gres dalam sejarah Bank Indonesia, sesuai yang dengannya UU No.23/1999 yng
menetapkan tujuan tunggal Bank Indonesia yakni mencapai serta memelihara
kestabilan nilai rupiah.
2004:
Undang-Undang Bank Indonesia diamandemen yang dengannya focus pada aspek penting
yng terkait yang dengannya pelaksanaan kiprah serta wewenang Bank Indonesia, salah satunya
penguatan governance.
2008:
Pemerintah mengeluarkan Aturan Pemerintah Alternatif Undang-Undang
(PerPPU) No.2 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No.23
tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjdai bab dari upaya melindungi stabilitas
system keuangan.
Amandemen dimaksudkan bagi atau bisa juga dikatakan untuk menaikan ketahanan
perbankan nasional dalam menghadapi krisis global melalui peningkatan kanal
perbankan terhadap Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek dari Bank Indonesia.
Bank Indonesia mempunyai beberapa Kantor cabang diberbagai kota yng ada di Indonesia.
1. Medan
2. Banda Aceh
3. Pematang siantar
4. Lhokseumawe
5. Sibolga
6. Padang
7. Pekanbaru
8. Jambi
9. Batam
10. Palembang
11. Bengkulu
12. Bandar Lampung
13. Bandung
14. Serang
15. Cirebon
16. Tasikmalaya
17. Tegal
18. Semarang
19. Yogyakarta
20. Solo
21. Purwokerto
22. Surabaya
23. Malang
24. Kediri
25. Jember
26. Denpasar
27. Mataram
28. Kupang
29. Banjarmasin
30. Pontianak
31. Palangkaraya
32. Gorontalo
33. Samarinda
34. Balikpapan
35. Makassar
36. Manado
37. Palu
38. Kendari
39. Ternate
40. Ambon
41. Jayapura
Bank Indonesia pula mempunyai kantor Representative diluar negeri :
1. Singapore
2. Tokyo
3. London
4. New york
Bank Indonesia mempunyai museum yng bisa dikunjungi :
dari hari Selasa - Jumat : Pkl. 08.00 - 15.30 Wib
dari hari Sabtu - Minggu : Pkl. 08.00 - 16.00 Wib
Senin & Hari Libur NAsional Tutup
Gratis bagi atau bisa juga dikatakan untuk masuk ke Museum Bank Indonesia
Alamat Museum Indonesia
Jl. Pintu Besar Utara No. 3
Jakarta Barat - Indonesia
Telp. (6221) 2600158
Ext.8111, 8102, 8100
Up : Gede Aryana
Fax.62-21-2601730
Email: museum@bi.go.id
Alamat Kantor Pusat Bank Indonesia
Jl. MH. Thamrin 2 Jakarta 10350 Indonesia
Telp. (6221) 2310108 (ext. 7317)
Email Humas : humasbi@bi.go.id
Website Resmi : klik di sini
Seluruh Sumber berasal dari Website Bank Indonesia
Sumber Rujukan Dan Gambar :
0 Response to "Asal Ajakan Bank Indonesia (Lengkap)"
Post a Comment