Dan Perkembangan Demokrasi Di Indonesia

Demokrasi merupakan bentuk ataupun prosedur system pemerintahan suatu negara menjdai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara bagi atau bisa juga dikatakan untuk dijalankan oleh pemerintah negara yang telah di sebutkan. Satu dari sekian banyaknya pilar demokrasi merupakan prinsip trias politica yng membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) bagi atau bisa juga dikatakan untuk diwujudkan dalam tiga jenis forum negara yng saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu percis lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis forum negara ini dibutuhkan semoga ketiga forum negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol didasari prinsip checks and balances. Ketiga jenis lembaga-lembaga negara yang telah di sebutkan merupakan lembaga-lembaga pemerintah yng mempunyai kewenangan bagi atau bisa juga dikatakan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yng berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, bagi atau bisa juga dikatakan untuk Indonesia) yng mempunyai kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah system ini, keputusan legislatif dibentuk oleh masyarakat ataupun oleh wakil yng wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yng diwakilinya (konstituen) dan yng memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai aturan dan aturan. Selain pemilihan umum legislatif, tidak sedikit keputusan ataupun hasil-hasil penting, contohnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tak wajib ataupun tak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, akan tetapi oleh sebagian warga yng berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Menjdai tambahan, tak seluruh warga negara berhak bagi atau bisa juga dikatakan untuk menentukan (memiliki hak pilih). Kedaulatan rakyat yng dimaksud di sini bukan dalam arti cuma kedaulatan menentukan presiden ataupun anggota-anggota tubuh legislatif secara langsung, namun dalam arti yng lebih luas. Suatu pemilihan presiden ataupun anggota-anggota tubuh legislatif secara eksklusif tak memberi jaminan negara yang telah di sebutkan menjdai negara demokrasi alasannya ialah kedaulatan rakyat menentukan sendiri secara eksklusif presiden hanyalah tidak banyak dari sekian tidak sedikit kedaulatan rakyat. Walapun kiprahnya dalam system demokrasi tak besar, suatu pemilihan umum Suka dijuluki pesta demokrasi. Ini merupakan jawaban tips berpikir usang dari sebagian masyarakat yng masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan system pemerintahan yng tidak buruk alias bagus, menjdai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu system yng telah teruji bisa atau bisa membangun negara. Tidak sedikit negara demokrasi cuma menunjukkan hak pilih kepada warga yng sudah melewati umur tertentu, contohnya umur 18 tahun, dan yng tidak memliki catatan kriminal (misal, narapidana ataupun bekas narapidana).
A. Perkembangan Demokrasi
Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yng diutarakan di Athena kuno pada kala ke-5 SM. Negara yang telah di sebutkan umumnya dianggap menjdai semisal awal dari sebuah system yng berafiliasi yang dengannya aturan demokrasi modern. Akan tetapi, arti dari istilah ini sudah berganti sejalan yang dengannya waktu, dan definisi modern sudah berevolusi semenjak kala ke-18, bersamaan yang dengannya perkembangan system “demokrasi” di tidak sedikit negara. Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yakni demos yng berkhasiat rakyat, dan kratos/cratein yng berkhasiat pemerintahan, menyebabkan bisa diartikan menjdai pemerintahan rakyat, ataupun yng lebih kita kenal menjdai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan bagi atau bisa juga dikatakan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, alasannya ialah demokrasi era ini disebut-sebut menjdai indikator perkembangan politik suatu negara. Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (biasanya didasari konsep dan prinsip trias politica) yang dengannya kekuasaan negara yng diperoleh dari rakyat pula Perlu digunakan bagi atau bisa juga dikatakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Prinsip semacam trias politica ini menjadi Amat penting bagi atau bisa juga dikatakan untuk diperhitungkan disaat fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yng begitu besar sebenarnya tak bisa atau bisa bagi atau bisa juga dikatakan untuk membentuk masyarakat yng adil dan beradab, malah kekuasaan sewenang-wenang pemerintah seringkali memicu pelanggaran terhadap hak-hak asasi kita-kita. Demikian juga kekuasaan hiperbola di forum negara yng lain, contohnya kekuasaan hiperbola dari forum legislatif menentukan sendiri anggaran bagi atau bisa juga dikatakan untuk honor dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tak akan membawa kebaikan bagi atau bisa juga dikatakan untuk rakyat. Intinya, setiap forum negara bukan saja Perlu akuntabel (accountable), namun Perlu ada prosedur formal yng mewujudkan akuntabilitas dari setiap forum negara dan prosedur ini bisa atau bisa secara operasional (bukan cuma secara teori) menunjukkan batas kekuasaan forum negara yang telah di sebutkan.
B. Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Semenjak kemerdekaan 17 agustus 1945, Undang Undang Dasar 1945 menunjukkan penggambaran bekerjsama Indonesia merupakan negara demokrasi.Dalam prosedur kepemimpinannya Presiden Perlu bertanggung jawab kepada MPR dimana MPR merupakan sebuah tubuh yng dipilih dari Rakyat. Menjadikan secara hirarki seharusnya rakyat merupakan pemegang kepemimpinan negara melalui prosedur perwakilan yng dipilih dalam pemilu. Indonesia pernah sempet mengalami masa demokrasi singkat pada tahun 1956 disaat bagi atau bisa juga dikatakan untuk pertama kalinya diselenggarakan pemilu bebas di indonesia, hingga lantas Presiden Soekarno menyatakan demokrasi terpimpin menjdai pilihan system pemerintahan. Sesudah mengalami masa Demokrasi Pancasila, sebuah demokrasi semu yng diciptakan bagi atau bisa juga dikatakan untuk melanggengkan kekuasaan Soeharto, Indonesia kembali masuk kedalam alam demokrasi pada tahun 1998 disaat pemerintahan junta militer Soeharto tumbang. Pemilu demokratis kedua bagi Indonesia terselenggara pada tahun 1999 yng menempatkan Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan menjdai pemenang Pemilu.
1. Demokrasi Kerakyatan Pada Masa Revolusi
Periode panjang pergerkan nasional yng didominasi oleh muncuolnya organisasi modern digantikan periode revolusi nasional. Revolusi yng menjadi alat tercapainya kemerdekaan ialah dongeng sentral sejarah indonesia. Seluruh bisnis bagi atau bisa juga dikatakan untuk mencari identitas (jati) diri, semangat persatuan guna menghadapi kekuasaamn kolonial, dan bagi atau bisa juga dikatakan untuk membangun sebuah tatanan sosial yng adil akibatnya membuahkan hasil yang dengannya diproklamasikannya kemerdekaan indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Pada masa revolusi 1945 – 1950 tidak sedikit hambatan yng dihadapi bangsa indonesia, contohnya perbedaan-perbedaan antara kekuatan-kekuatan usaha bersenjata yang dengannya kekuatan diplomasi, antara orang-orang yng mendukung revolusi sosial dan orang-orang yng menentangnya dan antara kekuatan islam dalam kekutan sekuler. Di awal revolusi tak satupun perbedaan di antara bangsa indonesia yng terpecahkan. Seluruh permasalahan itu gres bisa diselesaikan setelah kelompok-kelompok kekuatan itu duduk satu meja bagi atau bisa juga dikatakan untuk mendapat satu kata setuju bekerjsama tujuan pertama bangsa indonesia merupakan kemerdekaan bangsa indonesia. Pada akibatnya kekuatan-kekuatan usaha bersenjata dan kekuatan diplomasi bantu-membantu sukses mencapai kemerdekaan.
2. Demokratisasi Dalam Demokrasi Parlementer
Sesudah indonesi merdeka, sekarang menghadapi prospek menentukan masa depannya sendiri. Warisan yng ditinggalkan pemerintahan kolonial berupa kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan dan tradisi otoriter ialah adalah pekerjaan rumah yng Perlu diselesaikan para pemiipin nasional indonesia. Pada periode tahun 1950-an muncul kaum nasionalis perkotaan dari partai sekuler dan partai-partai islam yng memegang kendali pemerintahan. Ada sesuatu akad umum bekerjsama kedua kelompok ini beliau yng akan membuat ke hidup-an sebuah negara demokrasi di indonesia.
Undang – Undang dasar 1950 menetapkan berlakunya system parlementer dimana baedan direktur terdiri dari presiden menjdai kepala negara konstitusional beserta para menteri yng mempunyai tanggung jawab politik. Setiap kabinet terbentuk didasari koalisi pada satu ataupun dua partai besardengan beberapa partai kecil. Koalisi sebenarnya tidak lebih mantap dan partai-partai koalisi tidak lebih sampaumur dalam menghadapi tanggung jawab mengenai permasalahan pemerintahan. Di lain pihak, partai-partai dalam barisan oposisi tak bisa atau bisa berperan sebagi oposisi kontruktif yng menyusun program-program pengganti, namun cuma menonjolkan segi-segi negatif dari kiprah oposisi (Miriam Budiardjo, 70).
Pada biasanya kabinet dalam masa pra pemilu tahun 1955 tak bisa bertahan lebih usang dari rata-rata delapan bulan dan hal ini menghambat perkembangan ekonomi dan politik oleh karena pemerintah tak mendapat peluang dalam bagi atau bisa juga dikatakan untuk melaksanakan programnya. Pemilu tahun 1955 tak membawa stabilitas yng diharapkan, bahkan perpecahan antara pemerintah pusat yang dengannya pemerintah tempat tak bisa dihindarkan. Faktor-faktor yang telah di sebutkan mendorong presiden soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yng menentukan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945. Yang dengannya demikian masa demokrasi didasari system parlementer berakhir.
Mengingat kondisi yng Perlu di hadapi pemerintah indonesia pada kurun waktu 1950-1959, maka tak mengherankan bekerjsama pelaksanaan demokrasi mengaklami kegagalan karena dasar bagi atau bisa juga dikatakan untuk bisa membangun demokrasi hampir tak bisa didapati. Orang-orang yng tahu politik cuma sekelompok kecil masyarakat perkotaan. Para politisi jakarta, walaupun mencita-citakan sebuah negara demokrasi. Kebanykan merupakan kaum elite yng menganggap diri orang-orang menjdai pengikut suatu budaya kota yng istimewa. Orang-orang bersikap paternalistik terhadap orang-orang yng tidak lebih beruntung yaitu masyarakat pedesaan. Tanggung jawab orang-orang terhadap struktur demokrasi parlementer yng merakyat merupakan Amat kecil. Banguan indah sebuah demokrasi parlementer hampir tak bisa berdiri yang dengannya kokoh.
3. Demokratisasi Dalam Demokrasi Terpimpin
Di tengah-tengah krisis tahun 1957 dan pengalaman jatuh bangunnya pemerintahan, menghasilkan diambilmnya langkah-langkah menuju suatu pemerintahan yng oleh Soekarno dinamakan Demokrasi Terpimpin. Ini ialah suatu system yng didominasi oleh kepribadian soekarno yng prakarsa bagi atau bisa juga dikatakan untuk pelaksanaan demokrasi terpimpin diambil bantu-membantu yang dengannya pimpinan ABRI (Hatta, 1966 : 7). Pada masa ini terdapat beberapa penyimpangan terhadap ketentuan Undang-Undang Dasar 1945, contohnya partai-partai politik dikebiri dan pemilu ditiadakan. Kekuatan-kekuatan politik yng ada berusha berpaling kepada pribadi Soekarno bagi atau bisa juga dikatakan untuk memperoleh legitimasi, bimbingan ataupun perlindungan. Pada tahun 1960, presiden Soekarno membubarkan dewan perwakilan rakyat hasil pemilu 1955 dan menggantikanya yang dengannya DPRGR, padahal dalam penjelasn Undang-Undang Dasar 1945 secara ekspilisit ditentukan bekerjsama presiden tak berwenang membubarkan DPR.
Melalui demokrasi terpimpin Soekarno berusaha melindungi keseimbangn politik yng mherupakan kompromi antara kepentingan-kepentingan yng tak bisa dirujukan kembali dan memuaskan seluruh pihak. Walaupun Soekarno mempunyai pandang-an wacana masa depan bangsanya, namun ia tak bisa atau bisa merumuskan menyebabkan bisa diterima oleh pimpinan nasional lain-lainnya. Janji dari demokrasi terpimpin pada akibatnya tak bisa terealisasi. Pemberontakan G 30 S/PKI tahun 1965 sudah mengakhiri periode demokrasi terpimpin dan membuka kesempatan bagi dilaksanakannya demokrasi Pancasila.
4. Demokratisasi Dalam Demokrasi Pancasila
Pada tahun 1966 pemerintahan Soeharto yng lebih dikenal yang dengannya pemerintahan Orde Baru bangun menjdai reaksi atas pemerintahan Soekarno. Pada awal pemerintahan orde hampir seluruh kekuatan demokrasi mendukungnya karena Orde Baru dibutuhkan melenyapkan rezim lama. Soeharto lantas melaksanakan eksperimen yang dengannya menerapkan demokrasi Pancasila. Inti demokrasi pancasila merupakan menegakkan kembali azas negara aturan dirasakan oleh segenap warga negara, hak azasi kita-kita baik dalam aspek kolektif ataupun aspek perseorangan dijamin dan penyalahgunaan kekuasaan bisa dihindarkan secara institusional. Dalam rangka mencapai hal yang telah di sebutkan, lembaga-lembaga dan tata kerja orde gres dilepaskan dari ikatan-ikatan pribadi (Miriam, 74).
Sekitar 3 hingga 4 tahun setelah berdirinya Orde Baru membuktikan gejala-gejala yng menyimpang dari cita-citanya semula. Kekuatan – kekuatan sosial-politik yng bebas dan benar-benar memperjuangkan demokrasi disingkirkan. Kekuatan politik dijinakkan menyebabkan menjadi kekuatan yng tak lagi mempunyai komitmen menjdai kontrol sosial. Kekuatan sosial politik yng diikutsertakan dalam pemilu terbatas. Orang-orang tak lebih dari suatu embel-embel dan mempunyai arti seremonial bagi atau bisa juga dikatakan untuk dipertontonkan kepada dunia internasional bekerjsama indonesia sudah benar-benar berdemokrasi, padahal yng sebetulnya merupakan kekuasaan yng otoriter. Partai-partai politik dihentikan berperan menjdai oposisi ataupun kontrol sosial. Bahakan secara resmi oposisi ditiadakan yang dengannya adanya suatu “konsensus nasional”. Pemerintahan Soeharto pula tak menunjukkan check and balances menjdai prasyarat dari sebuah negara demokrasi (sarbini Sunawinata, 1998 ;8).
Pada masa orde gres budaya feodalistik dan paternalistik tumbuh Amat subur. Kedua perilaku ini menganggap pemimpin paling tahu dan paling benar sedangkan rakyat cuma patuh yang dengannya sang pemimpin. Mental paternalistik menghasilkan soeharto tak boleh dikritik. Para menteri selalu meminta petunjuk dan pengarahan dari presiden. Siakp mental semisal ini sudah melahirkan stratifikasi sosial, pelapisan sosial dan pelapisan budaya yng pada akibatnya menunjukkan aneka macam akomodasi khusus, sedangkan rakyat lapisan bawah tak mempunyai peranan percis sekali. Aneka macam tekanan yng diterima rakyat dan harapan mewujudkan masyarakat adil dan makmur yng tak pernah tercapai, menghasilkan pemerintahan Orde Baru mengalami krisis kepercayaan dan kahirnya mengalami keruntuhan.
5. Rekonstruksi Demokrasi Dalam Orde Reformasi
Melalui gerakan reformasi, mahasiswa dan rakyat indonesia berjuang menumbangkan rezim Soeharto. Pemerintahan soeharto digantikan pemerintahan transisi presiden Habibie yng didukung sepenuhnya oleh TNI. Lembaga-lembaga di luar presiden dan Tentara Nasional Indonesia tak mempunyai arti apa-apa. Seluruh maslah negara dan bangsa indonesia menjadi tanggung jawab presiden/TNI. Reformasi menuntut rakyat indonesia bagi atau bisa juga dikatakan untuk mengoreksi pelaksanaan demokrasi. Lantaran selama soeharto berkuasa jenis demokrasi yng dipraktekkan merupakan demokrasi semu. Orde Baru pula meninggalkan warisan berupa krisis nasional yng mencakup krisis ekonomi, sosial dan politik.
Tugas utama pemerintahan Habibie ada dua, yaitu pertama bekerja keras semoga harga sembilan pokok (sembako) terbeli oleh rakyat sambil memberantas KKN tanpa pandang bulu. Kedua, merupakan mengembalikan hak-hak rakyat guna mendapat kembali hak-hak azasinya. Agaknya pemerintahan “Orde Reformasi” Habibie mecoba mengoreksi pelaksanaan demokrasi yng selama inidikebiri oleh pemerintahan Orde baru. Pemerintahan habibie menyuburkan kembali alam demokrasi di indonesia yang dengannya jalan kebebasan pers (freedom of press) dan kebebasab berbicara (freedom of speech). Keduanya bisa berfungsi menjdai check and balances dan menunjukkan kritik semoga bisa kekuasaan yng dijalankan tak menyeleweng terlalu jauh. Membangun kembali indonesia yng demokratis bisa di lakukan melalui system keparataian yng sehat dan pemilu yng transparan. System pemilu multipartai dan UU politik yng demokratis membuktikan kesungguhan pemerintahan Habibie. Asalkan kebebasan demokratis semisal kebebasan pers, kebebasab berbicara, dan kebebasan mimbar tetap dijalankan maka munculnya pemerintahan yng KKN bisa dihindari.
Dalam perkembanganya Demokrasi di indonesia setelah rezim Habibie diteruskan oleh Presiden Abdurahman wahid hingga yang dengannya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Amat signifikan sekali dampaknya, dimana aspirasi-aspirasi rakyat bisa bebas diutarakan dan dihsampaikan ke pemerintahan pusat. Hal ini terbukti dari setiap warga negara bebas beropini dan kebebasan pers dalam mengawal pemerintahan yng terbuka menyebabkan menghindarkan pemerintahan dari KKN mungkin dalam prakteknya masih ada praktik-praktik KKN di kalangan pemerintahan, akan tetapi setidaknya rakyat tak praktis dibohongi lagi dan pembelajaran politik yng baik dari rakyat indonesia itu sendiri yng membangun demokrasi menjadi lebih baik. Ada satu hal yng membuat indonesia dianggap negara demokrasi oleh dunia Internasional meskipun negara ini masih jauh dikatakan lebih baik dari negara maju lain-lainnya merupakan Pemilihan Langsung Presiden ataupun Kepala Daerah yng di lakukan secara langsung. Mungkin rakyat indonesia masih menunggu hasil dari demokrasi yng yng membawa masyarakat adil dan makmur secara keseluruhan!!!!!!
Tumbangnya Orde Baru pada tanggal 21 Mei 1998, merupakan momentum pergantian kekuasaan yng Amat revolusioner dan bersejarah di negara ini. Dan pada tanggal 5 Juli 2004, terjadilah sebuah pergantian kekuasaan lewat Pemilu Presiden putaran pertama. Pemilu ini mewarnai sejarah gres Indonesia, karena bagi atau bisa juga dikatakan untuk pertama kali masyarakat menentukan secara eksklusif presidennya. Menjdai bangsa yng besar tentu kita Perlu tidak sedikit menggali makna dari sejarah. Hari Kamis, 21 Mei 1998, dalam pidatonya di Istana Negara Presiden Soeharto akibatnya bersedia mengundurkan diri ataupun lebih tepatnya yang dengannya bahasa politis ia menyatakan “berhenti sebagai presiden Indonesia”. Momentum lengser keprabon-nya Raja Indonesia yng sudah bertahta selama 32 tahun ini tentu Amat mengejutkan aneka macam pihak. Lantaran sehari sebelumnya ia telah berniat akan segera membentuk Kabinet Reformasi. Sesudah melalui saat-saat yng menegangkan, akibatnya rezim yng begitu kokoh dan mengakar ini sukses ditumbangkan. Gerakan mahasiswa sekali lagi menjadi kekuatan terpenting dalam proses perubahan ini. Sebuah perubahan yng sudah memakan begitu tidak sedikit korban, baik korban harta ataupun nyawa. Kontan saja mahasiswa kala itu eksklusif bersorak-sorai, menangis gembira, dan bersujud syukur atas kesuksesan perjuangannya menumbangkan rezim Orde Baru. Sesudah tumbangnya Orde Baru tibalah detik-detik terbukanya pintu reformasi yng sudah begitu usang dinanti. Secercah harapan berbaur kecemasan memlai dibukanya jendela demokrasi yng selama tiga dasawarsa sudah ditutup oleh pengapnya otoritarianisme Orde Baru. Momentum ini menjadi penanda akan dimulainya transisi demokrasi yng dibutuhkan bisa atau bisa menata kembali indahnya taman Indonesia. Pada hari-hari selanjutnya kata “reformasi” walaupun tanpa ada akad tertulis menjadi jargon utama yng menjiwai ruh para pejuang pro-demokrasi. Selang tiga tahun pasca turunnya Soeharto dari tahun 1998 hingga 2000, sudah terlaksana tiga kali pergantian rezim yng memunculkan nama-nama:Habibie, Gus Dur, dan Megawati menjdai presiden Republik Indonesia. Dan duduknya ketiga presiden gres yang telah di sebutkan, pula diwarnai yang dengannya usaha yng sengit dan tidak kalah revolusioner. Lagi-lagi bagi atau bisa juga dikatakan untuk kesekian kalinya mahasiswa menjadi avant guard yng Mendobrak perubahan yang telah di sebutkan.

Sumber Rujukan Dan Gambar :

0 Response to "Dan Perkembangan Demokrasi Di Indonesia"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel