Kesenian Tari Reog Ponorogo
Reog ialah kesenian populer orisinil warisan leluhur Indonesia yng berasal dari Kabupaten Ponorogo Jawa Timur.Kesenian Reog Ponorogo sampai ketika ini masih aktif serta di kenal dari seluruh warga Indonesia malah wisatawan mancanegara. Reog Ponorogo yng kita kenal identik yang dengannya kekuatan dunia hitam, preman maupun kekerasan lain-lainnya dan lepas juga dari dunia mistis ketimuran serta kekuatan supranatural. Satu dari sekian banyaknya pertunjukkan yng ada pada reog yaitu mempertontonkan keperkasaan pembarong dalam mengangkat dadak merak seberat 50kg yng digigit sepanjang pertunjukan berlangsung.
Kesenian Tari Reog Ponorogo
Tidak cuma itu seni reog ponorogo diiringi oleh beberapa gamelan semisal kempul, ketuk, kenong, genggam, ketipung, angklung dan juga lain-lainya. Didalam reog ponorogo pula ada warok tua, sejumlah warok muda, pembarong serta penari Bujang Ganong serta Prabu Kelono Suwandono. Jumlah anggota grup reog ponorogo sekitar 20-30an, sedangkan tugas utama ada di warok serta pembarongnya. Reog dimanfaatkan menjdai sarana mengumpulkan massa serta ialah akses komunikasi yng efektif bagi penguasa pada waktu itu. Ki Ageng Mirah lantas membuat dongeng legendaris mengenai Kerajaan Bantaranangin yng oleh sebagian besar masyarakat Ponorogo dipercaya menjdai sejarah.
Adipati Batorokatong yng beragama Islam pula mempergunakan serta memanfaatkan barongan ini bagi atau bisa juga dikatakan untuk membuatkan agama Islam. Nama Singa Barongan lantas diubah menjadi Reog, yng berasal dari kata Riyoqun, yng berkhasiat khusnul khatimah yng bermakna meskipun sepanjang hidupnya bergelimang dosa, akan tetapi jikalau kesudahannya sadar serta bertaqwa kepada Allah, maka nirwana jaminannya. Selanjutnya kesenian reog terus berkembang seiring yang dengannya perkembangan zaman. Kisah reog terus menyadur dongeng ciptaan Ki Ageng Mirah yng diteruskan lisan ke mulut, dari generasi ke generasi.
Pendapat dari legenda Reog ataupun Barongan berawal dari kisah Demang Ki Ageng Kutu Suryonggalan yng ingin menyindir Raja Majapahit, Prabu Brawijaya V. Sang Prabu pada waktu itu Suka tak memenuhi kewajibannya karena terlalu dipengaruhi serta dikendalikan oleh sang permaisuri. Oleh karena itu dibuatlah barongan yng terbuat dari kulit macan gembong (harimau Jawa) yng ditunggangi burung merak. Sang prabu dilambangkan menjdai harimau sedangkan merak yng menungganginya melambangkan sang permaisuri. Selain itu biar sindirannya yang telah di sebutkan aman, Ki Ageng melindunginya yang dengannya pasukan terlatih yng diperkuat yang dengannya jajaran para warok yng sakti mandraguna. Di masa kekuasaan Adipati Batorokatong yng memerintah Ponorogo sekitar 500 tahun lalu, reog mulai bermetamorfosis kesenian rakyat. Pendamping Adipati yng berjulukan Ki Ageng Mirah mempergunakan reog bagi atau bisa juga dikatakan untuk mengembangkan kekuasaannya.
SEJARAH REOG PONOROGO
Pendapat dari legenda Reog ataupun Barongan berawal dari kisah Demang Ki Ageng Kutu Suryonggalan yng ingin menyindir Raja Majapahit, Prabu Brawijaya V. Sang Prabu pada waktu itu Suka tak memenuhi kewajibannya karena terlalu dipengaruhi serta dikendalikan oleh sang permaisuri. Oleh karena itu dibuatlah barongan yng terbuat dari kulit macan gembong (harimau Jawa) yng ditunggangi burung merak. Sang prabu dilambangkan menjdai harimau sedangkan merak yng menungganginya melambangkan sang permaisuri. Selain itu biar sindirannya yang telah di sebutkan aman, Ki Ageng melindunginya yang dengannya pasukan terlatih yng diperkuat yang dengannya jajaran para warok yng sakti mandraguna. Di masa kekuasaan Adipati Batorokatong yng memerintah Ponorogo sekitar 500 tahun lalu, reog mulai bermetamorfosis kesenian rakyat. Pendamping Adipati yng berjulukan Ki Ageng Mirah mempergunakan reog bagi atau bisa juga dikatakan untuk mengembangkan kekuasaannya.
Reog dimanfaatkan menjdai sarana mengumpulkan massa serta ialah akses komunikasi yng efektif bagi penguasa pada waktu itu. Ki Ageng Mirah lantas membuat dongeng legendaris mengenai Kerajaan Bantaranangin yng oleh sebagian besar masyarakat Ponorogo dipercaya menjdai sejarah. Adipati Batorokatong yng beragama Islam pula mempergunakan serta memanfaatkan barongan ini bagi atau bisa juga dikatakan untuk membuatkan agama Islam. Nama Singa Barongan lantas diubah menjadi Reog, yng berasal dari kata Riyoqun, yng berkhasiat khusnul khatimah yng bermakna meskipun sepanjang hidupnya bergelimang dosa, akan tetapi jikalau kesudahannya sadar serta bertaqwa kepada Allah, maka nirwana jaminannya. Selanjutnya kesenian reog terus berkembang seiring yang dengannya perkembangan zaman. Kisah reog terus menyadur dongeng ciptaan Ki Ageng Mirah yng diteruskan lisan ke mulut, dari generasi ke generasi. Reog mengacu pada beberapa babad, Di antaranya merupakan babad Kelana Sewandana. Babad Klana Sewandana yng konon ialah pakem orisinil seni pertunjukan reog. Mirip kisah Bandung Bondowoso dalam legenda Lara Jongrang, Babad Klono Sewondono pula berkisah tentang cinta seorang raja, Sewondono dari Kerajaan Jenggala, yng hampir ditolak oleh Dewi Sanggalangit dari Kerajaan Kediri. Sang putri meminta Sewondono bagi atau bisa juga dikatakan untuk memboyong seluruh isi hutan ke istana menjdai mas kimpoi. Demi memenuhi usul sang putri, Sewandono Perlu mengalahkan penunggu hutan, Singa Barong (dadak merak).
Akan tetapi hal yang telah di sebutkan tentu saja tak gampang. Para warok, prajurit, serta patih dari Jenggala pun menjadi korban. Bersenjatakan cemeti pusaka Samandiman, Sewondono turun sendiri ke gelanggang serta mengalahkan Singobarong. Pertunjukan reog digambarkan yang dengannya tarian para prajurit yng tidak cuma didominasi para laki-laki namun pula wanita, gerak bringasan para warok, dan gagah serta gebyar kostum Sewandana, sang raja pencari cinta. Versi lain dalam Reog Ponorogo mengambil kisah Panji. Ceritanya berkisar tentang perjalanan Prabu Kelana Sewandana mencari gadis pujaannya, ditemani prajurit berkuda serta patihnya yng setia, Pujangganong. Disaat pilihan sang prabu jatuh pada putri Kediri, Dewi Sanggalangit, sang dewi menunjukkan syarat gotong royong ia akan mendapat cintanya andaikan sang prabu bersedia membuat sebuah kesenian baru. Dari situ terciptalah Reog Ponorogo. Huruf-huruf reog mewakili sebuah abjad depan kata-kata dalam tembang macapat Pocung yng berbunyi: Rasa kidung/ Ingwang sukma adiluhung/ Yng Widhi/ Olah kridaning Gusti/ Gelar gulung kersaning Kang Maha Kuasa. Unsur mistis ialah kekuatan spiritual yng menunjukkan nafas pada kesenian Reog Ponorogo.
PEMENTASAN SENI REOG
Reog modern umumnya dipentaskan dalam beberapa insiden semisal pernikahan, khitanan serta hari-hari besar Nasional. Seni Reog Ponorogo terdiri dari beberapa rangkaian 2 sampai 3 tarian pembukaan. Tarian pertama umumnya dibawakan oleh 6-8 laki-laki gagah berani yang dengannya pakaian serba hitam, yang dengannya muka dipoles warna merah. Para penari ini menggambarkan sosok singa yng pemberani. Selanjutnya merupakan tarian yng dibawakan oleh 6-8 gadis yng menaiki kuda. Pada reog tradisionil, penari ini umumnya diperankan oleh penari laki-laki yng berpakaian wanita. Tarian ini dinamakan tari jaran kepang, yng Perlu dibedakan yang dengannya seni tari lain yakni tari kuda lumping. Tarian pembukaan lain-lainnya andai ada umumnya berupa tarian oleh anak kecil yng membawakan adegan gokil.
Sesudah tarian pembukaan selesai, gres ditampilkan adegan inti yng isinya bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Andai berafiliasi yang dengannya janji nikah maka yng ditampilkan merupakan adegan percintaan. Bagi atau bisa juga dikatakan untuk hajatan khitanan ataupun sunatan, umumnya dongeng pendekar, Adegan dalam seni reog umumnya tak mengikuti skenario yng tersusun rapi. Disini selalu ada interaksi antara pemain serta dalang (umumnya pemimpin rombongan) serta kadang kala yang dengannya penonton. Terkadang seorang pemain yng sedang pentas bisa digantikan oleh pemain lain jikalau pemain yang telah di sebutkan kelelahan. Yng lebih dipentingkan dalam pementasan seni reog merupakan menunjukkan kepuasan kepada penontonnya.
Adegan yang terakhir merupakan singa barong, dimana pelaku menggunakan topeng berbentuk kepala singa yang dengannya mahkota yng terbuat dari bulu burung merak. Berat topeng ini bisa mencapai 50-60 kg. Topeng yng berat ini dibawa oleh penarinya yang dengannya gigi. Kemampuan bagi atau bisa juga dikatakan untuk membawakan topeng ini selain diperoleh yang dengannya latihan yng berat, pula dipercaya diproleh yang dengannya latihan spiritual semisal puasa serta tapa.
KONTROVERSI
Tarian Reog Ponorogo yng ditarikan di Malaysia dinamakan Tari Barongan. Deskripsi akan tarian ini ditampilkan dalam situs resmi Kementrian Kebudayaan Kesenian serta Warisan Malaysia. Tarian ini pula mempergunakan topeng dadak merak, topeng berkepala harimau yng di atasnya terdapat bulu-bulu merak, yng ialah orisinil buatan pengrajin Ponorogo. Permasalahan lain-lainnya yng timbul merupakan disaat ditarikan, pada reog ini ditempelkan gesekan pena “Malaysia” serta diaku menjadi warisan Melayu dari Batu Pahat Johor serta Selangor Malaysia – serta hal ini sedang diteliti lebih lanjut oleh pemerintah Indonesia. Hal ini mengakibatkan protes dari berbagai pihak di Indonesia, salah satunya seniman Reog asal Ponorogo yng menyampaikan gotong royong hak cipta kesenian Reog dicatatkan yang dengannya nomor 026377 tertanggal 11 Februari 2004 serta diketahui eksklusif oleh Menteri Hukum serta HAM Republik Indonesia. Ribuan Seniman Reog pun menggelar demo di depan Kedutaan Malaysia. Berlawanan yang dengannya foto yng dicantumkan di situs kebudayaan, dimana dadak merak dari versi Reog Ponorogo ditarikan yang dengannya gesekan pena “Malaysia”, Duta Besar Malaysia bagi atau bisa juga dikatakan untuk Indonesia Datuk Zainal Abidin Muhammad Zain pada simpulan November 2007 lantas menyatakan gotong royong “Pemerintah Malaysia tidak pernah mengklaim Reog Ponorogo sebagai budaya orisinil negara itu. Reog yang disebut “barongan” di Malaysia bisa dijumpai di Johor serta Selangor karena dibawa oleh rakyat Jawa yng merantau ke negeri jiran yang telah di sebutkan.
Sumber : Internet
Sumber Rujukan Dan Gambar :
Kesenian Tari Reog Ponorogo
Tidak cuma itu seni reog ponorogo diiringi oleh beberapa gamelan semisal kempul, ketuk, kenong, genggam, ketipung, angklung dan juga lain-lainya. Didalam reog ponorogo pula ada warok tua, sejumlah warok muda, pembarong serta penari Bujang Ganong serta Prabu Kelono Suwandono. Jumlah anggota grup reog ponorogo sekitar 20-30an, sedangkan tugas utama ada di warok serta pembarongnya. Reog dimanfaatkan menjdai sarana mengumpulkan massa serta ialah akses komunikasi yng efektif bagi penguasa pada waktu itu. Ki Ageng Mirah lantas membuat dongeng legendaris mengenai Kerajaan Bantaranangin yng oleh sebagian besar masyarakat Ponorogo dipercaya menjdai sejarah.
Adipati Batorokatong yng beragama Islam pula mempergunakan serta memanfaatkan barongan ini bagi atau bisa juga dikatakan untuk membuatkan agama Islam. Nama Singa Barongan lantas diubah menjadi Reog, yng berasal dari kata Riyoqun, yng berkhasiat khusnul khatimah yng bermakna meskipun sepanjang hidupnya bergelimang dosa, akan tetapi jikalau kesudahannya sadar serta bertaqwa kepada Allah, maka nirwana jaminannya. Selanjutnya kesenian reog terus berkembang seiring yang dengannya perkembangan zaman. Kisah reog terus menyadur dongeng ciptaan Ki Ageng Mirah yng diteruskan lisan ke mulut, dari generasi ke generasi.
Pendapat dari legenda Reog ataupun Barongan berawal dari kisah Demang Ki Ageng Kutu Suryonggalan yng ingin menyindir Raja Majapahit, Prabu Brawijaya V. Sang Prabu pada waktu itu Suka tak memenuhi kewajibannya karena terlalu dipengaruhi serta dikendalikan oleh sang permaisuri. Oleh karena itu dibuatlah barongan yng terbuat dari kulit macan gembong (harimau Jawa) yng ditunggangi burung merak. Sang prabu dilambangkan menjdai harimau sedangkan merak yng menungganginya melambangkan sang permaisuri. Selain itu biar sindirannya yang telah di sebutkan aman, Ki Ageng melindunginya yang dengannya pasukan terlatih yng diperkuat yang dengannya jajaran para warok yng sakti mandraguna. Di masa kekuasaan Adipati Batorokatong yng memerintah Ponorogo sekitar 500 tahun lalu, reog mulai bermetamorfosis kesenian rakyat. Pendamping Adipati yng berjulukan Ki Ageng Mirah mempergunakan reog bagi atau bisa juga dikatakan untuk mengembangkan kekuasaannya.
SEJARAH REOG PONOROGO
Pendapat dari legenda Reog ataupun Barongan berawal dari kisah Demang Ki Ageng Kutu Suryonggalan yng ingin menyindir Raja Majapahit, Prabu Brawijaya V. Sang Prabu pada waktu itu Suka tak memenuhi kewajibannya karena terlalu dipengaruhi serta dikendalikan oleh sang permaisuri. Oleh karena itu dibuatlah barongan yng terbuat dari kulit macan gembong (harimau Jawa) yng ditunggangi burung merak. Sang prabu dilambangkan menjdai harimau sedangkan merak yng menungganginya melambangkan sang permaisuri. Selain itu biar sindirannya yang telah di sebutkan aman, Ki Ageng melindunginya yang dengannya pasukan terlatih yng diperkuat yang dengannya jajaran para warok yng sakti mandraguna. Di masa kekuasaan Adipati Batorokatong yng memerintah Ponorogo sekitar 500 tahun lalu, reog mulai bermetamorfosis kesenian rakyat. Pendamping Adipati yng berjulukan Ki Ageng Mirah mempergunakan reog bagi atau bisa juga dikatakan untuk mengembangkan kekuasaannya.
Reog dimanfaatkan menjdai sarana mengumpulkan massa serta ialah akses komunikasi yng efektif bagi penguasa pada waktu itu. Ki Ageng Mirah lantas membuat dongeng legendaris mengenai Kerajaan Bantaranangin yng oleh sebagian besar masyarakat Ponorogo dipercaya menjdai sejarah. Adipati Batorokatong yng beragama Islam pula mempergunakan serta memanfaatkan barongan ini bagi atau bisa juga dikatakan untuk membuatkan agama Islam. Nama Singa Barongan lantas diubah menjadi Reog, yng berasal dari kata Riyoqun, yng berkhasiat khusnul khatimah yng bermakna meskipun sepanjang hidupnya bergelimang dosa, akan tetapi jikalau kesudahannya sadar serta bertaqwa kepada Allah, maka nirwana jaminannya. Selanjutnya kesenian reog terus berkembang seiring yang dengannya perkembangan zaman. Kisah reog terus menyadur dongeng ciptaan Ki Ageng Mirah yng diteruskan lisan ke mulut, dari generasi ke generasi. Reog mengacu pada beberapa babad, Di antaranya merupakan babad Kelana Sewandana. Babad Klana Sewandana yng konon ialah pakem orisinil seni pertunjukan reog. Mirip kisah Bandung Bondowoso dalam legenda Lara Jongrang, Babad Klono Sewondono pula berkisah tentang cinta seorang raja, Sewondono dari Kerajaan Jenggala, yng hampir ditolak oleh Dewi Sanggalangit dari Kerajaan Kediri. Sang putri meminta Sewondono bagi atau bisa juga dikatakan untuk memboyong seluruh isi hutan ke istana menjdai mas kimpoi. Demi memenuhi usul sang putri, Sewandono Perlu mengalahkan penunggu hutan, Singa Barong (dadak merak).
Akan tetapi hal yang telah di sebutkan tentu saja tak gampang. Para warok, prajurit, serta patih dari Jenggala pun menjadi korban. Bersenjatakan cemeti pusaka Samandiman, Sewondono turun sendiri ke gelanggang serta mengalahkan Singobarong. Pertunjukan reog digambarkan yang dengannya tarian para prajurit yng tidak cuma didominasi para laki-laki namun pula wanita, gerak bringasan para warok, dan gagah serta gebyar kostum Sewandana, sang raja pencari cinta. Versi lain dalam Reog Ponorogo mengambil kisah Panji. Ceritanya berkisar tentang perjalanan Prabu Kelana Sewandana mencari gadis pujaannya, ditemani prajurit berkuda serta patihnya yng setia, Pujangganong. Disaat pilihan sang prabu jatuh pada putri Kediri, Dewi Sanggalangit, sang dewi menunjukkan syarat gotong royong ia akan mendapat cintanya andaikan sang prabu bersedia membuat sebuah kesenian baru. Dari situ terciptalah Reog Ponorogo. Huruf-huruf reog mewakili sebuah abjad depan kata-kata dalam tembang macapat Pocung yng berbunyi: Rasa kidung/ Ingwang sukma adiluhung/ Yng Widhi/ Olah kridaning Gusti/ Gelar gulung kersaning Kang Maha Kuasa. Unsur mistis ialah kekuatan spiritual yng menunjukkan nafas pada kesenian Reog Ponorogo.
PEMENTASAN SENI REOG
Reog modern umumnya dipentaskan dalam beberapa insiden semisal pernikahan, khitanan serta hari-hari besar Nasional. Seni Reog Ponorogo terdiri dari beberapa rangkaian 2 sampai 3 tarian pembukaan. Tarian pertama umumnya dibawakan oleh 6-8 laki-laki gagah berani yang dengannya pakaian serba hitam, yang dengannya muka dipoles warna merah. Para penari ini menggambarkan sosok singa yng pemberani. Selanjutnya merupakan tarian yng dibawakan oleh 6-8 gadis yng menaiki kuda. Pada reog tradisionil, penari ini umumnya diperankan oleh penari laki-laki yng berpakaian wanita. Tarian ini dinamakan tari jaran kepang, yng Perlu dibedakan yang dengannya seni tari lain yakni tari kuda lumping. Tarian pembukaan lain-lainnya andai ada umumnya berupa tarian oleh anak kecil yng membawakan adegan gokil.
Sesudah tarian pembukaan selesai, gres ditampilkan adegan inti yng isinya bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Andai berafiliasi yang dengannya janji nikah maka yng ditampilkan merupakan adegan percintaan. Bagi atau bisa juga dikatakan untuk hajatan khitanan ataupun sunatan, umumnya dongeng pendekar, Adegan dalam seni reog umumnya tak mengikuti skenario yng tersusun rapi. Disini selalu ada interaksi antara pemain serta dalang (umumnya pemimpin rombongan) serta kadang kala yang dengannya penonton. Terkadang seorang pemain yng sedang pentas bisa digantikan oleh pemain lain jikalau pemain yang telah di sebutkan kelelahan. Yng lebih dipentingkan dalam pementasan seni reog merupakan menunjukkan kepuasan kepada penontonnya.
Adegan yang terakhir merupakan singa barong, dimana pelaku menggunakan topeng berbentuk kepala singa yang dengannya mahkota yng terbuat dari bulu burung merak. Berat topeng ini bisa mencapai 50-60 kg. Topeng yng berat ini dibawa oleh penarinya yang dengannya gigi. Kemampuan bagi atau bisa juga dikatakan untuk membawakan topeng ini selain diperoleh yang dengannya latihan yng berat, pula dipercaya diproleh yang dengannya latihan spiritual semisal puasa serta tapa.
KONTROVERSI
Tarian Reog Ponorogo yng ditarikan di Malaysia dinamakan Tari Barongan. Deskripsi akan tarian ini ditampilkan dalam situs resmi Kementrian Kebudayaan Kesenian serta Warisan Malaysia. Tarian ini pula mempergunakan topeng dadak merak, topeng berkepala harimau yng di atasnya terdapat bulu-bulu merak, yng ialah orisinil buatan pengrajin Ponorogo. Permasalahan lain-lainnya yng timbul merupakan disaat ditarikan, pada reog ini ditempelkan gesekan pena “Malaysia” serta diaku menjadi warisan Melayu dari Batu Pahat Johor serta Selangor Malaysia – serta hal ini sedang diteliti lebih lanjut oleh pemerintah Indonesia. Hal ini mengakibatkan protes dari berbagai pihak di Indonesia, salah satunya seniman Reog asal Ponorogo yng menyampaikan gotong royong hak cipta kesenian Reog dicatatkan yang dengannya nomor 026377 tertanggal 11 Februari 2004 serta diketahui eksklusif oleh Menteri Hukum serta HAM Republik Indonesia. Ribuan Seniman Reog pun menggelar demo di depan Kedutaan Malaysia. Berlawanan yang dengannya foto yng dicantumkan di situs kebudayaan, dimana dadak merak dari versi Reog Ponorogo ditarikan yang dengannya gesekan pena “Malaysia”, Duta Besar Malaysia bagi atau bisa juga dikatakan untuk Indonesia Datuk Zainal Abidin Muhammad Zain pada simpulan November 2007 lantas menyatakan gotong royong “Pemerintah Malaysia tidak pernah mengklaim Reog Ponorogo sebagai budaya orisinil negara itu. Reog yang disebut “barongan” di Malaysia bisa dijumpai di Johor serta Selangor karena dibawa oleh rakyat Jawa yng merantau ke negeri jiran yang telah di sebutkan.
Sumber : Internet
Sumber Rujukan Dan Gambar :
0 Response to "Kesenian Tari Reog Ponorogo"
Post a Comment