Perkembangan Demokrasi Di Indonesia
Sejak Indonesia merdeka serta berdaulat menjdai sebuah negara pada tanggal 17 Agustus 1945, para Pendiri Negara Indonesia (the Founding Fathers) melalui Undang-Undang Dasar 1945 (yng disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945) sudah menetapkan sesungguhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (selanjutnya disebut NKRI) menganut paham ataupun pemikiran demokrasi, dimana kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada ditangan Rakyat serta dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Yang dengannya demikian mempunyai kegunaan pula NKRI tergolong menjdai negara yng menganut paham Demokrasi Perwakilan (Representative Democracy). Penetapan paham demokrasi menjdai tataan pengaturan kekerabatan antara rakyat disatu pihak yang dengannya negara dilain pihak oleh Para Pendiri Negara Indonesia yng duduk di BPUPKI yang telah di sebutkan, kiranya tak bisa dilepaskan dari fakta sesungguhnya sebahagian terbesarnya pernah mengecap pendidikan Barat, baik mengikutinya secara pribadi di negara-negara Eropah Barat (khususnya Belanda), ataupun mengikutinya melalui pendidikan lanjutan atas serta pendidikan tinggi yng diselenggarakan oleh pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia semenjak beberapa dasawarsa sebelumnya, mengakibatkan sudah cukup erat yang dengannya pemikiran demokrasi yng berkembang di negara-negara Eropah Barat serta Amerika Serikat. Tambahan lagi suasana pada kurun itu (Agustus 1945) negara-negara penganut pemikiran demokrasi sudah keluar menjdai pemenang Perang Dunia-II. Didalam praktek ke hidup-an kenegaraan semenjak masa awal kemerdekaan sampai-sampai kurun ini, sebenarnya paham demokrasi perwakilan yng dijalankan di Indonesia terdiri dari beberapa model demokrasi perwakilan yng saling berbeda satu yang dengannya lain-lainnya.
Sejalan yang dengannya diberlakukannya Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950) Indonesia mempraktekkan model Demokrasi Parlemeter Murni (ataupun dinamakan pula Demokrasi Liberal), yng diwarnai yang dengannya dongeng murung yng panjang tentang instabilitas pemerintahan (eksekutif = Kabinet) serta nyaris berujung pada konflik ideologi di Konstituante pada bulan Juni-Juli 1959. Guna mengatasi konflik yng berpotensi memecah-belah NKRI yang telah di sebutkan di atas, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Ir.Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yng memberlakukan kembali Undang-Undang Dasar 1945, serta semenjak itu juga diterapkan model Demokrasi Terpimpin yng diklaim sesuai yang dengannya ideologi Negara Pancasila serta paham Integralistik yng mengajarkan tentang kesatuan antara rakyat serta negara. Akan tetapi belum berlangsung lama, yaitu cuma sekitar 6 s/d 8 tahun dilaksanakan-nya Demokrasi Terpimpin, ke hidup-an kenegaraan kembali terancam akhir konflik politik serta ideologi yng berujung pada tragedi G.30.S/PKI pada tanggal 30 September 1965, serta turunnya Ir. Soekarno dari jabatan Presiden RI pada tanggal 11 Maret 1968.
Presiden Soeharto yng menggantikan Ir. Soekarno menjdai Presiden ke-2 RI serta menerapkan model Demokrasi yng berbeda lagi, yaitu dinamakan Demokrasi Pancasila (Orba), bagi atau bisa juga dikatakan untuk menegaskan klaim sesungguhnya model demokrasi ini ia yng sebenarnya sesuai yang dengannya ideologi negara Pancasila.
Demokrasi Pancasila (Orba) sukses bertahan relatif cukup usang dibandingkan yang dengannya model-model demokrasi lain-lainnya yng pernah diterapkan sebelumnya, yaitu sekitar 30 tahun, akan tetapi akhirnyapun ditutup yang dengannya dongeng murung yang dengannya lengsernya Jenderal Soeharto dari jabatan Presiden pada tanggal 23 Mei 1998, serta meninggalkan ke hidup-an kenegaraan yng tak stabil serta krisis disegala aspeknya. Sejak runtuhnya Orde Baru yng bersamaan saatnya yang dengannya lengsernya Presiden Soeharto, maka NKRI memasuki suasana ke hidup-an kenegaraan yng baru, menjdai hasil dari kebijakan reformasi yng dijalankan terhadap hampir seluruh aspek ke hidup-an masyarakat serta negara yng berlaku sebelumnya. Kebijakan reformasi ini berpuncak yang dengannya di amandemennya Undang-Undang Dasar 1945 (bagian Batangtubuhnya) karena dianggap menjdai sumber utama kegagalan tataan ke hidup-an kenegaraan di kurun Orde Baru. Amandemen Undang-Undang Dasar 1945, lebih-lebih yng berkaitan yang dengannya kelembagaan negara, khususnya laginya perubahan terhadap aspek pembagian kekuasaan serta aspek sifat kekerabatan antar lembaga-lembaga negaranya, yang dengannya sendirinya menghasilkan terjadinya perubahan terhadap model demokrasi yng dilaksana-kan dibandingkan yang dengannya model Demokrasi Pancasila di kurun Orde Baru.
Model Demokrasi pasca Reformasi (ataupun bagi atau bisa juga dikatakan untuk keperluan tabrakan pena ini dinamakan saja menjdai Demokrasi Reformasi, karena memanglah belum ada janji mengenai namanya) yng sudah dilaksanakan semenjak beberapa tahun yang terakhir ini, nampaknya belum pertanda gejala kemampuannya bagi atau bisa juga dikatakan untuk mengarah-kan tatanan ke hidup-an kenegaraan yng stabil (ajeq), sekalipun lembaga-lembaga negara yng utama, yaitu forum direktur (Presiden/Wakil Presiden) serta lembaga-lembaga legislatif (DPR serta DPD) sudah terbentuk melalui pemilihan umum pribadi yng memenuhi persyaratan menjdai prosedur demokrasi.
Sumber Rujukan Dan Gambar :
Sejalan yang dengannya diberlakukannya Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950) Indonesia mempraktekkan model Demokrasi Parlemeter Murni (ataupun dinamakan pula Demokrasi Liberal), yng diwarnai yang dengannya dongeng murung yng panjang tentang instabilitas pemerintahan (eksekutif = Kabinet) serta nyaris berujung pada konflik ideologi di Konstituante pada bulan Juni-Juli 1959. Guna mengatasi konflik yng berpotensi memecah-belah NKRI yang telah di sebutkan di atas, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Ir.Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yng memberlakukan kembali Undang-Undang Dasar 1945, serta semenjak itu juga diterapkan model Demokrasi Terpimpin yng diklaim sesuai yang dengannya ideologi Negara Pancasila serta paham Integralistik yng mengajarkan tentang kesatuan antara rakyat serta negara. Akan tetapi belum berlangsung lama, yaitu cuma sekitar 6 s/d 8 tahun dilaksanakan-nya Demokrasi Terpimpin, ke hidup-an kenegaraan kembali terancam akhir konflik politik serta ideologi yng berujung pada tragedi G.30.S/PKI pada tanggal 30 September 1965, serta turunnya Ir. Soekarno dari jabatan Presiden RI pada tanggal 11 Maret 1968.
Presiden Soeharto yng menggantikan Ir. Soekarno menjdai Presiden ke-2 RI serta menerapkan model Demokrasi yng berbeda lagi, yaitu dinamakan Demokrasi Pancasila (Orba), bagi atau bisa juga dikatakan untuk menegaskan klaim sesungguhnya model demokrasi ini ia yng sebenarnya sesuai yang dengannya ideologi negara Pancasila.
Demokrasi Pancasila (Orba) sukses bertahan relatif cukup usang dibandingkan yang dengannya model-model demokrasi lain-lainnya yng pernah diterapkan sebelumnya, yaitu sekitar 30 tahun, akan tetapi akhirnyapun ditutup yang dengannya dongeng murung yang dengannya lengsernya Jenderal Soeharto dari jabatan Presiden pada tanggal 23 Mei 1998, serta meninggalkan ke hidup-an kenegaraan yng tak stabil serta krisis disegala aspeknya. Sejak runtuhnya Orde Baru yng bersamaan saatnya yang dengannya lengsernya Presiden Soeharto, maka NKRI memasuki suasana ke hidup-an kenegaraan yng baru, menjdai hasil dari kebijakan reformasi yng dijalankan terhadap hampir seluruh aspek ke hidup-an masyarakat serta negara yng berlaku sebelumnya. Kebijakan reformasi ini berpuncak yang dengannya di amandemennya Undang-Undang Dasar 1945 (bagian Batangtubuhnya) karena dianggap menjdai sumber utama kegagalan tataan ke hidup-an kenegaraan di kurun Orde Baru. Amandemen Undang-Undang Dasar 1945, lebih-lebih yng berkaitan yang dengannya kelembagaan negara, khususnya laginya perubahan terhadap aspek pembagian kekuasaan serta aspek sifat kekerabatan antar lembaga-lembaga negaranya, yang dengannya sendirinya menghasilkan terjadinya perubahan terhadap model demokrasi yng dilaksana-kan dibandingkan yang dengannya model Demokrasi Pancasila di kurun Orde Baru.
Model Demokrasi pasca Reformasi (ataupun bagi atau bisa juga dikatakan untuk keperluan tabrakan pena ini dinamakan saja menjdai Demokrasi Reformasi, karena memanglah belum ada janji mengenai namanya) yng sudah dilaksanakan semenjak beberapa tahun yang terakhir ini, nampaknya belum pertanda gejala kemampuannya bagi atau bisa juga dikatakan untuk mengarah-kan tatanan ke hidup-an kenegaraan yng stabil (ajeq), sekalipun lembaga-lembaga negara yng utama, yaitu forum direktur (Presiden/Wakil Presiden) serta lembaga-lembaga legislatif (DPR serta DPD) sudah terbentuk melalui pemilihan umum pribadi yng memenuhi persyaratan menjdai prosedur demokrasi.
Sumber Rujukan Dan Gambar :
0 Response to "Perkembangan Demokrasi Di Indonesia"
Post a Comment