Kisah Perempuan Mustajab, Doanya Pribadi Didengar Allah Dan Para Malaikat Sampai Langit Ketujuh

Blog Khusus Doa - Berdoa kepada Allah SWT merupakan salah satu cara terbaik untuk kita mendekatkan diri kepada Sang Kholik, serta jalan kita memohon kepada Allah biar hajat kita terkabulkan. Tentu kita tiruana berharap doa-doa yang kita panjatkan kepada Allah SWT segera terkabul, tapi ternyata tidak tiruana doa-doa hambaNya eksklusif dikabulkan oleh Allah SWT.

Lain halnya dengan perempuan yang luar biasa diberikut ini, doa dia sekadab didengar Allah SWT dan para Malaikat. Kisah wacana kemulian seorang perempuan pernah dikisahkan semasa hidup Nabi Muhammad SAW. Salah seorang perempuan dengan tingkat keimanan tinggi tiba menemui Nabi. Ia menghadapi suatu kondisi yang mengharuskannya mendapatkan pencerahan.

Namun ternyata, kala itu Nabi belum sanggup menjawaban alasannya yaitu belum ada wahyu yang diturunkan Allah terkait hal tersebut. Namun, ini tak lantas menciptakan si perempuan menyerah. Ia berdoa dan memohon kepada Allah biar memdiberi jalan keluar atas permasalahan hidupnya.

Ternyata doa ini eksklusif diijabah Allah. Sekadab Nabi mendapatkan wahyu Surat Al-Mujadalah sehingga sanggup menjawaban permasalahan perempuan tersebut. Siapa dia sebenarnya? Mengapa doanya sanggup menembus langit ke tujuh dengan demikian cepat?

Nama komplit perempuan ini yaitu Khaulah binti Tsa’labah bin Ashram bin Farah bin Tsa’labah Ghanam bin ‘Auf. Ia merupakan istri dari Aus bin Shamit bin Qais dan dari ijab kabul mereka lahir seorang putra yang didiberi nama Rabi’.

Kisah ketika doanya yang bisa menembus langit ini bermula kadab terjadi permasalahan antara dirinya dan suaminya. Dalam kondisi marah, sang suami kemudian mengeluarkan kalimat yang membuatnya merasa cemas dan perlu memperjelasnya kepada Nabi.

Kalimat yang dilontarkan suaminya tersebut yaitu “Bagiku engkau ini ibarat punggung ibuku”. Meski sesudah itu suaminya berlalu pergi bersama sahabat-sahabatnya, namun tidak serta merta menciptakan Khaulah melupakan perkataan tersebut begitu saja.

Baginya perkataan tersebut ibarat talak dari sang suami kepada dirinya. Sepulangnya dari berkumpul dari sahabatnya, sang suami kemudian menginginkan kekerabatan suami istri dengan Khaulah.

Namun, Khaulah menolak alasannya yaitu perasaannya yang begitu tidak sanggup mendapatkan atas ucapan Aus sang suami. Khaulah berkata, “Tidak… jangan! Demi yang jiwa Khaulah berada di tangan-Nya, engkau dilarang menjamahku alasannya yaitu engkau telah menyampaikan sesuatu yang telah engkau ucapkan terhadapku sehingga Allah dan Rasul-Nya lah yang tetapkan aturan wacana insiden yang menimpa kita.”

Setelah insiden tersebut, Khaulah kemudian menemui Rasulullah SAW. Ia pun menceritakan insiden yang dialaminya kepada sang Nabi. Ia berharap Nabi memdiberikan pencerahan terhadap apa yang sudah dialami. Namun, Ia harus kecewa, pasalnya pada masa itu, belum ada insiden yang dihadapi umat dan gres Khaulah yang mengalaminya. Sehingga belum turun firman Allah yang menjelaskan wacana hal ini.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kami belum pernah mendapatkan perintah berkenaan urusanmu tersebut … saya tidak melihat melainkan engkau sudah haram baginya.”

Ini artinya, kekerabatan mereka sudah tidak diperbolehkan lagi. Namun, hati kecil Khaulah pun masih bergejolak, mengingat jikalau Ia berpisah dengan sang suami, maka akan susah baginya menghidupi diri dan anaknya Rabi’. Namun Rasulullah Shalalahu ‘alaihi wasallam tetap menjawaban, “Aku tidak melihat melainkan engkau telah haram baginya.”

Setelah insiden ini, perempuan tersebut terus berdoa memohon kepada Allah biar memdiberi petunjuk terkait permasalahannya. Kedua matanya meneteskan air mata dan perasaan menyesal. Tiada henti-hentinya Ia berdoa ini berdo’a yang kemudian dikabulkan Allah.

“Yaa Allah sesungguhnya saya mengadu kepada-Mu wacana insiden yang menimpa diriku.”.

Ternyata doa ini dihijabah Allah. Rasulullah SAW sekadab pingsan ibarat biasa ketika mendapatkan wahyu. Kemudian sesudah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam sadar kembali, dia bersabda, “Wahai Khaulah, sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menurunkan ayat Al-Qur’an wacana dirimu dan suamimu, kemudian dia membaca firman QS. Al-Mujadalah: 1-4, yang artinya:
Orang-orang yang menzhihar (menganggap isterinya sebagai ibunya, atau menyamakan istrinya dengan ibunya sebagaimana ucapan Aus di alinea kedua di atas, Red) isterinya di antara kau padahal tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah perempuan yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan yang munkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pema`af lagi Maha Pengampun.
Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kau kerjakan.
Maka barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memdiberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kau diberiman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang-orang kafir ada siksaan yang sangat pedih. (QS. Al-Mujadilah : 1-4)

Setelah turun ayat ini, barulah Rasulullah SAW sanggup menjelaskan perihal permasalahan yang dihadapi Khaulah. Baginda Rasulullah SAW kemudian menjelaskan kepada Khaulah wacana kafarat (tebusan) Zhihar:

Nabi SAW: “Perintahkan kepadanya (suami Khaulah) untuk memerdekakan seorang budak!”

Khaulah: “Ya Rasulullah dia tidak mempunyai seorang budak yang sanggup dia merdekakan.”

Nabi SAW: “Jika demikian perintahkan kepadanya untuk shaum dua bulan berturut-turut.”

Khaulah: “Demi Allah dia yaitu pria yang tidak berpengaruh melaksanakan shaum.”

Nabi SAW: “Perintahkan kepadanya memdiberi makan dari kurma sebanyak 60 orang miskin.”

Khaulah: “Demi Allah ya Rasulullah dia tidak memilikinya.”

Nabi SAW: “Aku bantu dengan separuhnya.”

Khaulah: “Aku bantu separuhnya yang lain wahai Rasulullah.”

Nabi SAW: “Engkau benar dan baik maka pergilah dan sedekahkanlah kurma itu sebagai kafarat baginya, kemudian bertemanlah dengan anak pamanmu itu secara baik.”

Itulah Kisah Khaulah Bin Tsa'labah, Wanita Mustajabah Doanya Langsung Didengar Allah dan Para Malaikat Hingga Langit Ketujuh. Semoga kisah ini bisa menambah keimanan dan ketaqwaan kita dalam diberibadah. Amin. Wanita diciptakan dengan ribuan kemuliaan. Saking mulianya, Allah memerintahkan kita untuk senantiasa menlampaukan perempuan daripada yang lain. Bahkan, pernah disebutkan jikalau doa kaum perempuan sanggup terdengar sampai lapis langit ke-7.

0 Response to "Kisah Perempuan Mustajab, Doanya Pribadi Didengar Allah Dan Para Malaikat Sampai Langit Ketujuh"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel