Kesenjangan Pendidikan Di Indonesia
Pendidikan di Indonesia belum merata dan menyeluruh. |
Baca juga: Pendidikan Indonesia Ada di Peringkat ke-69
Negara Indonesia yaitu salah satu negara di dunia yang kaya akan sumber daya alam, tetapi kenyataanya anak bangsa dan rakyatnya masih banyak yang putus sekolah bahkan tidak sekolah. Sebagai materi perbandingan mari kita lirik sekolah- sekolah di perbatasan Kalimantan dan Irian Jaya. Kedua Pulau ini sungguh menunjukkan bantuan kepada negara yakni sumber daya alamnya. Tapi dari segi pelayan pendidikan belum secara adil dirasakan penduduk dan anak bangsa yang menghuni kedua pulau ini. Kedua pulau ini juga kita rasakan hanya dampak dari para konglomerat bangsa yakni kemelaratan dan kebodohan.
Pada hal berdasarkan aneka macam pandangan pakar sosiolog Metropolitan dan dunia pendidikan dalam obrolan diberbagai media elektronik mereka menyampaikan bahwa Bangsa yang maju yaitu bangsa yang sumber daya manusianya diperhatikan oleh Negara. Negara yang jaya yaitu Negara yang rakyatnya mengalami keadilan dan pemerataan dalam aneka macam aspek kehidupan. Sedangkan rakyat yang sejahtera yaitu masyakat yang mengalami akomodasi dalam pelayanan dari Pemimpin bangsa. Dan bangsa yang kuat yaitu bangsa yang selalu memajukan forum pendidikan di Negaranya.
Dengan demikian maka tugas dunia pendidikan sangat penting untuk membuat kehidupan yang cerdas, hening terbuka dan demokratis. Oleh alasannya yaitu itu berdasarkan irit kami sebagai guru pedalaman dan perbatasan beropini bahwa pembaharuan pendidikan harus dimulai dan dilakukan dari pendidikan lokal, nasional gres menuju Internasional. Dan kemajuan pendidikan suatu bangsa hanya sanggup dicapai melalui penataan sistem yang baik, terkoordinasi dan penilaian secara terus-menerus serta adanya pemerataan pelayanan pendidikan secara menyeluruh mulai dari kawasan perkotaan hingga ke pelosok pedesaan, pedalaman dan perbatasan.
Aneh tapi nyata alasannya yaitu di negara kita ini apa yang dirasakan dan alami kini tidak demikian. Guru masih bertumpuk di perkotaan. Bangunan bertingkat yang dirasakan hanya anak kota. Singkatnya pelayanan pendidikan kini masih bertumpuk di kota. Mengapa demikian ? Mengapa guru tidak betah untuk tinggal di pedesaan? Lagi-lagi pemerataan pelayanan dari semua aspek kehidupan belum merata dan menyeluruh.
Ketika penulis menyelusuri sekolah - sekolah di pedalaman Kalimantan khususnya di Propinsi Kalimantan Timur Kabupaten Berau penulis berjumpa dengan seorang teman guru yang betah dan tinggal menetap sebagai guru dan dokter di tempat itu. Bapak guru ini sunguh menghayati impian luhur bangsa Indonesia. Mungkin kita semua anak bangsa yang pernah sekolah, niscaya menghafal impian luhur itu. Tetapi kita belum bisa untuk mengejawantakan impian luhur itu. Tapi bapak guru yang mengajar di pedalaman ini sudah membuktikannya. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 secara tegas dan terang menyatakan bahwa Tujuan awal bangsa Indonesia yaitu Mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sebagai guru kami tidak pungkiri upaya Pemerintah dalam peningkatan mutu pendidikan Nasional. Saat ini system sudah terprogram secara baik dan teratur. Tapi jadwal itu yang dikelolah baik oleh guru-guru perkotaan tapi bukan guru di pedesaan mirip Irian dan Kalimantan. Perjuangan Pemerintah untuk kesejahteran guru dan dosen sudah diperhatikan secara serius oleh Pemerintah. Tapi sekali lagi kami katakan belum merata dan menyeluruh. Mengapa demikian ? Gaji guru dan dosen naik tapi guru dan dosen sudah terlanjur banyak utang di Bank-Bank Pemerintah maupun swasta. Mengapa mereka berutang ? Karena honor guru di bawah tahun 2010 tidak cukup untuk ditabung.
Baca juga: Belum Banyak Guru yang Memiliki Jiwa Mendidik
Selain guru juga pelayanan pendidikan bagi anak bangsa belum menyentuh anak pinggiran, anak jalanan, anak kolong dan anak pedalaman yang ada di seluruh wilayah Indonesia. Contohnya bangunan sekolah di kota bentuknya Permanen dan bertingkat sedangkan bangunan sekolah di pedesaan masih dari kayu dan bambu yang berlantai tanah. Dan apalagi dikala ini mulai berlomba-lomba membangun Rintisan Sekolah Berstandar Internasional ( RSBI ) atau Sekolah Berstandar Nasional ( SBN ). Apakah sudah merata ? Jika sudah merata mengapa masih banyak anak yang putus sekolah ? Sampai kapan Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang cerdas secara Nasional ?
Hemat kami Sistem Pendidikan Nasional harus secara utuh, menyeluruh dan sanggup menyentuh masyarakat kecil di pedesaan. Sehingga dengan demikian sanggup mengangkat harkat dan martabat insan Indonesia secara menyeluruh dan bukan hanya berpusat di kawasan perkotaan saja.
Kalau diamati dan ditinjau secara baik, maka sebetulnya pendidikan dikala ini belum adil, menyeluruh dan merata secara Nasional. Hal ini sanggup dibuktikan dengan lulusan dari tingkat dasar hingga Perguruan Tinggi yang masih mempunyai perbedaan yang sangat signifikan dalam dunia kerja. Mengapa hingga terjadi demikian ? Itulah pelayanan pendidikan yang tidak merata dan menyeluruh.
Sebagai materi perbandingan dapatlah kita telusuri dari hasil test atau ujian baik ujian sekolah maupun ujian nasional. Menurut catatan Human Development Report Tahun 2003 versi UNDP dalam Nurhadi dan Agus Gerrad Senduk,”peringkat HDI (Human Development Index) sumber daya insan berada dalam urutan 112. Menurut Third Matemathics and Sciense Study (TIMSS) melaporkan bahwa kemampuan matematika siswa Sekolah Menengah Pertama di Indonesia berada diurutan 34 dari 38 negara, sedangkan dalam bidang IPA berada dalam urutan 32 dari 38 negara yang disurvei” (hal-1). Untuk itu pembaharuan pendidikan merupakan tuntutan utama.
Pembaharuan pendidikan berdasarkan Depdiknas (2006) yang sering menerima sorotan yaitu “ Pembaharuan dalam bidang kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran, dan metodologi pembelajaran, dalam rangka menuju tercapainya tujuan pembelajaran yaitu siswa mempunyai pengetahuan (logos), menghayati pengetahuan (etos) dan mengaktualisasi atau mengamalkan pengetahuannya (patos)” (hal-21).
Setiap akseptor didik yang mempunyai logos, etos dan patos yang sesuai dengan tuntutan zaman digolongkan sebagai akseptor didik yang mempunyai prestasi belajar. Karena Prestasi berguru hanya diperoleh dari motivasi dari setiap akseptor didik untuk menumbuhkan minat berguru yang harus ditumbuh kembangkan semenjak dari Pendidikan Dasar, sehingga akan tertanam dalam diri setiap akseptor didik. Berprestasi merupakan kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga terapan ilmunya akan bermanfaat dan dinikmati bagi orang banyak baik masyakat kota maupun masyakat pedesaan.
Menurut Depdiknas (2001 dijelaskan bahwa “Sebagian besar dari siswa tidak bisa menghubungkan antara apa yang mereka pelajari sebagai pengetahuan sanggup dipergunakan atau diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Peserta didik mengalami kesulitan memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa alami dan terima dalam pembelajaran yaitu memakai sesuatu ilmu yang abnormal dan ceramah. Sesungguhnya akseptor didik baik di desa maupun di kota harus dituntun untuk memahami konsep yang berafiliasi dengan dunia kerja dan lingkungan alam serta masyarakat pada umumnya dimana mereka akan hidup dan bekerja. Faktor internal yang sangat kuat terhadap prestasi yaitu rendahnya motivasi atau minat berguru siswa untuk berprestasi “.
Faktor yang juga kuat terhadap minat berguru siswa di sekolah yaitu lingkungan keluarga yang tidak menumbuhkan motivasi belajar. Motivasi berguru yang tinggi sungguh berkorelasi dengan hasil berguru yang baik, akan mensugesti peningkatkan minat berguru siswa di sekolah. Jika minat berguru siswa sanggup ditingkatkan, maka kualitas akseptor didik yang dibutuhkan akan terwujud dalam aneka macam prestasi berguru siswa.
Strategi untuk meningkatkan motivasi berguru siswa sering menjadi kendala bagi para guru di sekolah alasannya yaitu faktor internal maupun eksternal yang mensugesti minat berguru setiap akseptor didik.
*) Ditulis oleh Oleh : Yohanes Ruma S.Pd.SD, seorang guru yang dikala ini mengajar di SDN 002 Tanjung Redeb Berau Kalimantan Timur.
0 Response to "Kesenjangan Pendidikan Di Indonesia"
Post a Comment