Buku Pendidikan Keluarga Di Satuan Pendidikan

Berikut ini yakni berkas Buku Penguatan Pendidikan Karakter di SD (SD MI dan Sederajat). Download file format PDF. Buku ini diterbitkan oleh Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

 Berikut ini yakni berkas Buku Penguatan Pendidikan Karakter di SD  Buku Penguatan Pendidikan Karakter di SD (SD MI dan Sederajat)
Buku Penguatan Pendidikan Karakter di SD (SD MI dan Sederajat)

Buku Penguatan Pendidikan Karakter di SD (SD MI dan Sederajat)

Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Buku Penguatan Pendidikan Karakter di SD (SD MI dan Sederajat):

Sekolah Piloting PPK cenderung memakai Sekolah yang sudah cantik (terbaik didaerahnya masing-masing), sehingga pembelajaran yang diarahkan oleh PPK banyak yang sudah dipraktikkan oleh aneka macam sekolah yang menjadi responden penelitian ini. Karena sekolah-sekolah yang menjadi Piloting PPK yakni sekolah-sekolah yang sangat bagus, ditemukan fakta bahwa sekolah pengaruh merasa “jatuh mental” alasannya merasa mustahil bisa melaksanakan PPK menyerupai di sekolah piloting tersebut alasannya banyaknya keterbatasan yang ada pada sekolah Imbas. Keberhasilan gerakan PPK yang ditemukan melalui penelitian ini yakni bahwa Sosialisasi PPK relatif sudah hingga pada sekolah-sekolah di tingkat Kabupaten/Kota bahkan sudah hingga di kecamatan dan desa, namun terjadi abrasi informasi perihal PPK secara dramatik. Dari Pelatihan PPK yang diselenggarakan oleh PASKA Kemdikbud selama lima hari contohnya hingga ke guru-guru di desa tinggal 2-3 jam dalam bentuk seminar/sosialisasi. Pedoman PPK dipersepsi terlalu teoretis, akademis, naratif dan terlalu banyak buku pedoman. Sekolah-sekolah menghendaki adanya Pedoman Pengembangan Rencana Induk PPK yang sederhana dan mudah sehingga gampang diimplementasikan.


Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan (Puslitjakdikbud), Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada tahun 2018 menerbitkan Buku Laporan Hasil Penelitian yang telah dilakukan pada tahun 2017. Penerbitan buku laporan hasil penelitian ini dimaksudkan untuk menyebarluaskan hasil penelitian kepada aneka macam pihak yang berkepentingan dan sebagai salah satu upaya untuk memperlihatkan manfaat yang lebih luas dan wujud akuntabilitas publik.

Hasil penelitian ini telah disajikan di aneka macam kesempatan secara terbatas, sesuai dengan kebutuhannya. Buku ini sangat terbuka untuk mendapat masukan dan saran dari aneka macam pihak. Semoga buku ini sanggup bermanfaat bagi para pengambil kebijakan dan rujukan bagi pemangku kepentingan lainnya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dan kebudayaan.


BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Karakter, tolong-menolong sudah ada semenjak adanya pendidikan alasannya secara umum pendidikan intinya bertujuan untuk menimbulkan huruf baik. Banyaknya huruf jelek yang tampil di permukaan menjadi keprihatinan nasional. Dalam 20 tahun terakhir ini negara Indonesia melalui Kementrian Pendidikan Nasional dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan melaksanakan gerakan pendidikan huruf bangsa secara terintegrasi dalam kurikulum berbasis kompetensi (KTSP 2006 dan Kurikulum 2013), revitalisasi pendidikan huruf melalui aneka macam kegiatan pembelajaran: di kelas, budaya sekolah, ekstrakurikuler, dan partisipasi masyarakat yang dikembangkan melalui aneka macam Direktorat terkait di Kemdiknas (2009), dan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang digerakkan melalui Tim PASKA Kemdikbud (2017). Pendidikan huruf bangsa yang diintegrasikan melalui KTSP (2006), Kurikulum 2013, kebijakan Revitalisasi Pendidikan Karakter (2009) yang digerakkan melalui aneka macam Direktorat dilingkungan Kementrian Pendidikan, dan Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang digerakkan melalui Tim PASKA bersifat saling melengkapi dan saling memperkuat. Untuk itu, PPK ini tidak bisa dipandang sebagai kebijakan yang berdiri sendiri.

Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) bangsa tidak terlepas dari Gerakan Revolusi Mental dalam konteks NAWACITA. Visi PPK diantaranya yakni menguatkan praktik pendidikan huruf dalam kerangka besar menimbulkan generasi bangsa ini mempunyai huruf sebagai bangsa Indonesia yang berkarakter baik yakni hidup dengan benar dalam kekerabatan dengan Tuhan, sesama manusia, lingkungan hidup, bangsa dan negaranya, dan dengan dirinya sendiri menurut nilai-nilai Pancasila; generasi yang kritis, kreatif, inovatif, produktif, komunikatif, dan kolaboratif sehingga mereka siap menghadapi, hidup di dalam, dan menghidupi kehidupan dua kurun 21 (akhir zaman) yang global, informatif, digital, semrawut, dan tidak menentu. PPK menjadi sebuah kebijakan yang strategis untuk mempercepat pencapaian visi tersebut.

Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dilakukan dalam bingkai lima poros nilai utama: Religius, Nasionalisme, Gotong Royong, Integritas, dan Mandiri. Pola Penguatan Pendidikan Karakter (2017) ini menimbulkan Karakter sebagai poros pendidikan.

Prinsip-prinsip pengembangan dan implementasi PPK mencakup: Nilai-nilai Moral universal, Holistik, Terintegrasi, Partisipatif, Kearifan Lokal, Kecakapan Abad 21, Adil dan Inklusif, Selaras dengan perkembangan akseptor didik dan Terukur. Dengan fokus gerakan PPK meliputi Struktur Program, Struktur Kurikulum, dan Struktur Kegiatan. PPK dilakukan melalui basis-basis gerakan: PPK berbasis Kelas, PPK berbasis budaya sekolah, dan PPK berbasis masyarakat (PASKA, Setjen Kemdikbud, 2017). PPK dilakukan melalui basis-basis gerakan yakni: PPK berbasis kelas, PPK berbasis Budaya Sekolah, PPK berbasis Partisipasi Masyarakat, dan PPK berbasis Tata Kelola dan Managemen Sekolah. 

PPK berbasis kelas dilakkan dengan pengintegrasian PPK melalui kurikulum, mengintegrasikan nlai-nilai huruf dalam isi pelajaran, administrasi kelas, integrasi melalui penggunaan metode pembelajaran, penilaian otentik, refleksi dan pesan-pesan moral, melalui gerakan literasi, layanan bimbingan konseling dan lainnya (PASKA, Setjen Kemdikbud, 2017).

PPK berbasis budaya sekolah contohnya dilakukan melalui rekonstruksi visi dan misi dan branding sekolah, penataan situasi fisik, sosial, dan psikologis. Rekonstruksi tata tertib siswa, guru, kepala sekolah, orang tua, dan warga sekolah lainnya berbasis nilai-nilai utama.

Dari sisi tata kelola dan daya dukung dilaksanakan secara integratif, kolaboratif, dan sinergis. Di level satuan pendidikan misalnya, PPK melibatkan Kepala Sekolah/Ketua Yayasan, Pendidik, Tenaga Kependidikan, Komite Sekolah, Komunitas Masyarakat dan Organisasi Profesi, Dunia Usaha dan Industri, Media Massa, Ikatan Alumni, Perguruan Tinggi dan lainnya (PASKA, Setjen Kemdikbud, 2017).

PPK berbasis partisipasi masyarakat, dilakukan melalui Pelibatan publik, paguyuban orang tua, komunitas sentra kesenian dan budaya, forum pemerintahan BNN-Puskesmas, dll, komunitas keagamaan, komunitas seniman dan budaya lokal, dunia industri, forum penyiaran, kerja sama sinergi dengan aneka macam pihak masyarakat. Susun dan laksanakanlah, misalnya: “program bersama keluarga”, “program bersama institusi” menyerupai Puskesmas, Polsek, Sanggar Tari/Kesenian, Musium, Pondok Pesantren, “program bersama kelompok profesi” peternak, petani, pekebun, perusahaan; “program agresi sosial”; “program kompetisional melalui menyelenggarakan lomba-lomba dan melibatkan sebanyak-banyak anak untuk mengikuti lomba yang diselenggarakan aneka macam komunitas masyarakat (PASKA, Setjen Kemdikbud, 2017).

B. Fokus Masalah dan Tujuan Penelitian

Kebijakan Nasional perihal PPK sedang dilaksanakan melalui sekolah-sekolah piloting, pengimbasan oleh sekolah piloting, sosialisasi PPK sedang berjalan secara massal melalui aneka macam jalur sosialisasi baik yang berupa TOT, Workshop, pelatihan, dan seminar-seminar. Banyak sekolah-sekolah diluar sekolah piloting juga sudah mulai bergerak melaksanakan PPK. Penelitian Evaluasi Kebijakan ini difokuskan pada masalah: (1) Bagaimana pelaksanaan PPK di Sekolah Dasar; (2) Masalah- problem apa saja yang dihadapi SD dalam implementasi PPK; (3) Upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan untuk mengatasi problem implementasi PPK di SD tersebut; dan (4) Saran-saran apa yang diajukan oleh seluruh stake holders implementasi PPK untuk perbaikan pelaksanaan PPK.

Berdasarkan problem tersebut, tujuan penelitian ini yakni mendeskripsikan: (1) pelaksanaan PPK di SD; (2) mendeskripsikan masalah-masalah/kesulitan implementasi PPK; (3) upaya-upaya yang dilaksanakan sekolah dalam mengatasi problem implementasi PPK; dan (4) menghasilkan rumusan opsi kebijakan untuk perbaikan pelaksanaan PPK di SD.

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat baik secara teoritik maupun praktis. Secara teoritik akan memberi tunjangan kepada kekayaan ilmu pengetahuan perihal pendidikan karakter. Sedangkan secara praktik akan bermanfaat sebagai dasar untuk memilih kebijakan untuk perbaikan PPK. 


BAB II LANDASAN TEORI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER (PPK)

Pendidikan karakter, tolong-menolong sudah ada semenjak adanya pendidikan alasannya secara umum pendidikan huruf intinya bertujuan untuk menimbulkan huruf baik, yakni hidup dengan benar dalam kekerabatan seseorang dengan Tuhannya, hidup dengan benar dalam kekerabatan seseorang dengan sesama manusia, hidup dengan benar dalam kekerabatan seseorang dengan lingkungan hidupnya, hidup dengan benar dalam kekerabatan seseorang dengan bangsa dan negaranya, dan hidup dengan benar dalam kekerabatan seseorang dengan dirinya sendiri.

Gejala yang memicu pentingnya pendidikan huruf diantaranya yakni terjadinya proses dehumanisasi insan yang begitu pesat. Banyak fenomena, banyak insan yang terasing dengan: Tuhannya, sesama manusia, lingkungan hidupnya, bangsa dan negaranya, dan terasing dengan dirinya sendiri. Keterasingan tersebut menimbulkan begitu banyak fenomena huruf jelek yang muncul di tengah kehidupan insan Indonesia remaja ini. Banyaknya fenomena huruf jelek itulah yang memicu dan memacu pentingnya Pendidikan 

Karakter Bangsa dengan Gerakan Revitalisasi Pendidikan Karakter Bangsa yang dikembangkan (2009) melalui aneka macam Direktorat dilingkungan Kemendiknas RI. Kemendiknas ketika itu sudah mengeluarkan Grand Design Pendidikan Karakter, juga sudah disusun aneka macam Pedoman Teknis perihal Pendidikan Karakter dengan Pendekatan Menyeluruh, Pendidikan Karakter melalui pembelajaran di kelas, Pendidikan Karakter Melalui Budaya Sekolah, Pendidikan Karakter Melalui Kegiatan Ekstra Kurikuler, dan Pendidikan Karakter Melalui Partisipasi Masyarakat, bahkan, sudah diterbitkan juga buku-buku panduan teknis pendidikan huruf melalui aneka macam mata pelajaran.

Pengembangan pendidikan huruf dilakukan melalui Kegiatan Belajar Mengajar (di antaranya pembelajaran di kelas). Pola pendidikan huruf di atas, tolong-menolong sudah diimplementasikan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Kurikulum 2013 (pada periode 2013-2016). Namun demikian, diduga, alasannya implementasi kebijakan tersebut belum bisa berjalan secara optimal, maka dilakukanlah penyempurnaan yang dilakukan oleh PASKA dan melahirkan kebijakan gres dengan nama Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dengan lima poros nilai utama: Religius, Nasionalisme, Gotong Royong, Integritas, dan Mandiri. Pola Penguatan 

Pendidikan Karakter (2017) ini menimbulkan Karakter sebagai poros pendidikan.

Gerakan Revitalisasi ini sudah disosialisasikan, diujicobakan, dan diimbaskan. Namun, masih dipandang belum kuat, maka akhir-akhir ini (2017) pendidikan huruf dikuatkan lagi melaui Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang digerakkan dari dapurnya PASKA (Pusat Analisis dan Sinkronisasi Kebijakan Kemdikbud RI) dengan beberapa buku Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter (Kemdikbud, 2017).

PPK tolong-menolong kelanjutan dan kesinambungan Gerakan Pendidikan Karakter Bangsa (2009) yang merupakan bab integral dari Nawacita butir ke 8 yakni “Revolusi Karakter  Bangsa dan Gerakan Nasional Revolusi Mental dalam pendidikan yang hendak mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk mengadakan contoh berpikir, bersikap, dan bertindak dalam mengelola sekolah. Ada lima nilai utama huruf yang saling berkaitan membentuk jejaring nilai yang perlu dikembangkan sebagai prioritas gerakan PPK. Kelima nilai utama itu terbingkai di dalam nilai-nilai: Religius, Nasionalis, Mandiri, Gotongroyong, dan Integritas (PASKA, Setjen Kemdikbud, 2017).

Nilai-nilai Utama PPK
Religius
Cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan, keteguhan, kepercayaan diri, kerjasama antar pemeluk agama dan kepercayaan, antibuli dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan kehendak, cinta lingkungan, melindungi yang kecil dan tersisih.

Nasionalis 
Apresiasi budaya sendiri, menjaga kebudayaan bangsa sendiri, rela berkorban, unggul, berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan, taat hukum, disiplin, menghormati keragaman budaya-suku- agama.

Mandiri 
Kerja keras, tangguh, ulet, daya juang, profesional, kreatif, keberanian, belajar sepanjang hayat. 

Gotong Royong
Kerjasama, menghargai, inklusif, komitmen atas keputusan besama, musyawarah mufakat, tolong menolong, solidaritas, empati, anti: diskriminasi—kekerasan, dan sikap kerelawanan. 

Integritas 
Kejujuran, cinta kebenaran, setia dan komitmen moral, anti korupsi, keadilan, tanggung jawab, keteladanan, menghargai
martabat.

Kelima nilai utama tersebut menjadi poros yang menggerakkan pendidikan huruf pada aneka macam jenis dan jenjang pendidikan.

Adapun prinsip-prinsip pengembangan dan implementasi PPK meliputi nilai-nilai moral universal, holistik, terintegrasi, partisipatif, kearifan lokal, kecakapan kurun 21, adil dan inklusif, Selaras dengan perkembangan akseptor didik dan terukur. Dengan fokus gerakan PPK meliputi struktur program, struktur kurikulum, dan struktur kegiatan. PPK dilakukan melalui basis-basis gerakan: PPK berbasis kelas, PPK berbasis budaya sekolah, dan PPK berbasis masyarakat (PASKA, Setjen Kemdikbud, 2017).

PPK berbasis budaya sekolah contohnya dilakukan melalui rekonstruksi visi dan misi dan branding sekolah, penataan situasi fisik, sosial, dan psikologis. Rekonstruksi tata tertib siswa, guru, kepala sekolah, orang tua, dan warga sekolah lainnya berbasis nilai-nilai utama.

Dari sisi tata kelola dan daya dukung dilaksanakan secara integratif, kolaboratif, dan sinergis. Di level satuan pendidikan misalnya, PPK melibatkan kepala sekolah/ketua yayasan, pendidik, tenaga kependidikan, komite sekolah, komunitas masyarakat dan organisasi profesi, dunia perjuangan dan industri, media massa, ikatan alumni, perguruan tinggi dan lainnya (PASKA, Setjen Kemdikbud, 2017). Di samping itu, PPK juga dilakukan melalui pembelajaran di kelas—yang secara lebih spesifik disajikan secara lebih detail berikut ini.

A. Orientasi Kurikulum 2013

Beberapa hal fundamental dalam Kurikulum 2013 yakni bahwa kurikulum 2013 dibingkai dan cenderung berorientasi pada filsafat konstruktivisme yang menuntut pembelajaran konstruktivistik, berbasis kompetensi, terpusat pada murid, active learning dengan segala variasinya. Kurikulum 2013 mempunyai tujuan untuk mempersiapkan insan Indonesia biar mempunyai kemampuan hidup sebagai langsung dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, efektif melalui sikap, keterampilan dan pengetahuan yang terintegrasi. Karakteristiknya yakni mementingkan keseimbangan pengetahuan, sikap dan ketrampilan; terdapat kompetensi inti (KI); pembelajarannya tematik terpadu; memakai pendekatan saintifik; penguatan pendidikan karakter; HOTS (Higher Order of Thinking Skill); 4C (Critical, Creative, Collaboration and Communication Thinking) dan gerakan literasi. Tentunya juga mementingkan seluruh kecakapan hidup. Untuk itu, penguatan pendidikan karakter, khususnya PPK melalui pembelajaran di kelas hendaknya dilakukan dalam bingkai Kurikulum 2013 di atas.

B. PPK melalui Pembelajaran di Kelas

PPK berbasis kelas dilakukan dengan pengintegrasian PPK melalui kurikulum, mengintegrasikan nlai-nilai huruf dalam isi pelajaran, administrasi kelas, integrasi melalui penggunaan metode pembelajaran, penilaian otentik, refleksi dan pesan-pesan moral, melalui gerakan literasi, layanan bimbingan konseling dan lainnya (PASKA, Setjen Kemdikbud, 2017). 

Pembelajaran di kelas intinya yakni upaya fasilitasi yang dilakukan oleh pendidik (guru) kepada akseptor didiknya (murid) dengan cara memberi kemudahan-kemudahan biar mereka sanggup mencar ilmu sendiri dengan mudah. Jadi, pembelajaran intinya yakni membelajarkan murid. Pembelajaran intinya merupakan sebuah sistem yang memadukan aneka macam sub-sistem pembelajaran. Sub-sub sistem pembelajaran yang dimaksud diantaranya meliputi murid, guru, kurikulum—tujuan pembelajaran, sumber dan media pembelajaran, isi/materi pelajaran, metode pembelajaran, situasi pembelajaran, dan asesmen—evaluasi dan penilaian pembelajaran. Untuk sanggup melaksanakan PPK dengan baik maka integrasi nilai-nilai huruf sanggup dihadirkan melalui pintu- pintu setiap komponen pembelajaran tersebut. Agar penghadiran nilai-nilai huruf sanggup berjalan dengan baik, berikut ini disajikan beberapa hal terkait dengan pembelajaran di kelas.

1. Rekonstruksi Perangkat Pembelajaran

Silabus dari Pusat perlu direkonstruksi ulang dengan tanpa mengurangi substansi kompetensi yang akan dicapai, isi pelajarannya, metodenya, dan asesmennya. Namun demikian guru-guru sanggup menyesuaikan dengan kondisi lokal lingkungan mencar ilmu dan lingkungan tempat masing-masing. Nilai-nilai huruf utama sanggup diintegrasikan melalui isi pelajaran—nilai nilainya bisa diidentifikasi dan nilai-nilai huruf sanggup diintegrasikan melalui metode pembelajaran yang ada dalam silabus yang diadaptasi situasi kehidupan lokal; nilai-nilai huruf utama juga bisa diintegrasikan melalui proses asesmen autentik.

2. Hadirkan Nilai-Nilai Karakter dari Setiap Mata Pelajaran/Terpadu

Setiap mata pelajaran/tema mempunyai Core Value masing-masing, Hadirkan core value setiap mata pelajaran/tema pada diri murid-murid kita. Bahasa misalnya, core value nya yakni biar murid-murid kita menghargai pentingnya “berkomunikasi” dengan baik dan santun”; Pelajaran Matematika core value nya yakni biar murid-murid kita menghargai pentingnya berpikir, bersikap, dan bertindak secara “presisi”—atau tepat; IPA/IPS contohnya biar murid-murid kita “Menghargai Teori” dari rumpun IPA dan IPS untuk menjalani kehidupannya; Kesenian contohnya biar murid-murid kita menghargai pentingnya “Keindahan”; PKn, Budi Pekerti, Aqidah Akhlaq dibelajarkan biar murid-murid kita menghargai pentingnya melaksanakan pilihan-pilihan sikap moral.

3. Pandang dan Perlakukanlah Peserta Didik sebagai Murid

Peserta didik yakni “Murid”. Istilah “murid” berasal dari bahasa arab yang berarti “Orang yang berkehendak”. Mereka mempunyai minat, motivasi, kebutuhan, dan keinginan yang digerakkan oleh pikiran dan hatinya. Dengan pikirannya mereka yakni ciptaan yang kritis, kreatif, dan produktif. Dengan hatinya mereka sanggup membedakan mana yang baik dan buruk, mana yang benar dan salah. Sinergi antara pikiran dan hati menimbulkan mereka sanggup menjadi insan yang berakal—dan sanggup menjadi insan yang berkarakter baik. Untuk itu kelolalah pikiran dan hati murid-murid kita dengan cara-cara yang benar. Perlakukanlah akseptor didik kita sebagai murid.


4. Menjadilah Guru Pemimpin Moral

Guru pemimpin moral ditandai dengan satunya keyakinan dengan ucapan, sikap, dan perbuatan sehingga menjadi terpercaya dan kharismatik. Ketika guru bisa tampil kharismatik maka ia sanggup menjadi panutan yang diteladani murid-muridnya. Banyak satuan pendidikan yang maju pendidikan karakternya alasannya kepala sekolah dan guru-gurunya menerapkan kepemimpinan moral.

Murid-murid kita yakni ciptaan Tuhan yang mempunyai pikiran dan hati mereka masing-masing, mereka akan menghadapi, hidup, dan menghidupi zaman yang berbeda dengan Anda. Untuk itu janganlah Anda memaksakan kehendak, mereka akan hidup dalam alam yang semrawut dan berubah-ubah dan tidak menentu. 

Hadirkan nilai-nilai huruf baik melalui kehadiran guru yang ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tutwuri handayani. Jadilah guru yang berperan sebagai moderator, fasilitator, ngemong murid-murid Anda.

Guru dan kepala sekolah pemimpin moral ditandai “satunya keyakinan akan kebaikan dengan ucapan, sikap, dan perilaku” Mereka sanggup tampil di depan murid-muridnya sebagai seorang yang konsisten, dipercaya, dan kharismatik. Penampilan guru yang kharismatik inilah yang disegani murid dan patut menjadi teladan bagi murid-muridnya.

5. Mulailah Pembelajaran dengan Berdo’a Menuntut Ilmu

Banyak jago pendidikan huruf yang menyatakan bahwa Agama-agama hingga hari ini masih merupakan sumber nilai moral terbesar diantara sumber nilai yang lain. Untuk itu jadikanlah agama-agama menjadi spirit untuk membangun huruf murid-murid kita. Karakter Utama dalam gerakan PPK sanggup dihadirkan pada diri murid melalui Doa yang bersifat motivatif dan membangun spirit. Mintalah kepada Tuhan biar nilai-nilai utama dalam kerangka PPK bisa dihadirkan oleh Tuhan pada diri dan murid-murid kita.

Murid-murid kita yakni insan-insan yang beragama dan percaya dan sanggup mencicipi akan kehadiran Tuhan. Mulailah pembelajaran Anda dengan melibatkan murid- murid untuk berdoa memulai pelajaran, berdoa dengan budpekerti menuntut Ilmu secara bersama-sama. Lantunkan do’a “Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu padaku, mudahkan dan fahamkan atas ilmu yang kami pelajari hari ini, tanamkanlah ilmu itu pada lubuk hatiku, mudahkanlah segala urusanku, lancarkan ucapan lisanku, dan fahamkan atas ucapanku”. Do’a yang bersifat motivatif dan memberi semangat penanaman nilai nilai utama yang sedang dibelajarkan juga perlu dilantunkan secara jelas. “Ya Tuhanku dekatkanlah diriku padamu, jadikanlah kami orang-orang yang menyayangi kebaikan, saling menghargai, saling memahami perbedaan, berilah kami kesempatan dan kekuatan untuk melolong sesama, kokohkanlah diri kami di atas ajaran-MU, satukan bangsa kami, beri kekuatan pada diri kami untuk menjaga tanah air kami, dan kemampun berdiri di atas kaki sendiri”. Ada baiknya berdoa yang dilantunkan dalam Bahasa Indonesia yang dipimpin oleh murid secara bergantian dan guru biar semua orang yang berada di kelas sanggup menghayati isi do’a, bukan do’a mekanik yang pendoanya sendiri kurang memahami isi do’a yang dilantunkan sendiri.

6. Tata Situasi Phisio-sosio-Psykhologis

Bangun situasi pembelajaran yang kondusif, yang bisa menginternalisasikan nilai-nilai huruf utama yang diajarkan melalui penataan situasi fisik, sosial, dan psikologis yang baik. Penataan tempat duduk yang dinamis yang memungkinkan murid-murid berkesempatan duduk berdampingan secara fisik dengan seluruh teman sekelasnya secara berputar. Kedekatan tempat duduk akan memilih intensitas komunikasi antara murid yang satu dengan lainnya. Intensitas komunikasi sanggup menghadirkan pemahaman secara personal antara murid yang satu dengan murid lainnya. Pemahaman yang baik antara murid yang satu dengan lainnya sanggup menghadirkan saling pengertian antara yang satu dengan lainnya. Sikap khusnudlon—prasangka baik sanggup hadir dalam situasi menyerupai ini. Sikap prasangka baik inilah yang bisa menghadirkan huruf adanya kesediaan berafiliasi dengan siapapun, penghargaan akan pentingnya ‘komunikasi’, ‘kolaborasi’, ‘kerjasama secara sinergis’, ‘gotong royong’, ‘toleransi’, ‘rasa persatuan’, ‘rasa kemanusiaan’, ‘kepedulian’, ‘saling memahami perbedaan’, rasa ‘empati dan simpati’ sanggup dihadirkan melalui penataan tempat duduk.

Penataan asessories dalam kelas juga penting. Pemajangan Poster Kata-kata bijak, Gambar Pahlawan, Ayat-ayat Suci dari agama-agama, pajangan hasil karya, dan lainnya yang dikelola secara dinamis sejalan nilai- nilai huruf yang diajarkan akan memicu spirit murid dalam kerangka internalisasi nilai-nilai huruf yang dibelajarkan. Murid-murid akan ‘berdialog’ dengan aneka macam asessoris yang teramati. Dari pengamatan fenomena fisik dari aneka macam pajangan fisik itu, kemudian sanggup bersambung dengan ‘penghayatan’ akan makna aneka macam macam pajangan itu, kemudian dari persepsi dan penghatan tersebutlah yang memilih perilaku. Usahakan aneka macam asesories fisikal itu secara terus- menerus menjadi materi dialog-psikologis murid murid kita, untuk itu jangan biarkan aneka macam asesories, poster, dan pajangan di kelas itu menjadi benda mati. Berbagai bentuk pajangan itu perlu diubah-ubah secara terencana dan setiap ketika dikaitkan dengan diadaptasi tema huruf yang diajarkan. Ada baiknya juga kalau di setiap ruang kelas dipasang sound system mini (salon kecil) yang setiap pergantian jam pelajaran dilantunkan musik MARS PPK contohnya atau musik instrumentalia lainnya.

7. Hadirkan Nilai dari Sumber/Media Pembelajaran yang Bervariasi

Banyak sumber mencar ilmu yang sanggup menghadirkan nilai-nilai kebaikan dalam proses pembelajaran, contohnya berasal dari: Nara sumber, lingkungan alam dan sosial, peristiwa-peristiwa dalam kehidupan manusia, buku, multimedia, elektronik, internet, dan lainnya. Integrasikan nilai-nilai dalam bingkai nilai-nilai: Religius, Nasionalisme, gotong royong, Integritas, dan sanggup berdiri diatas kaki sendiri melalui aneka macam sumber mencar ilmu yang Anda manfaatkan dalam proses pembelajaran. Manfaatkan aneka macam media pembelajaran yang sanggup menjadi alat bantu untuk percepatan proses internalisasi nilai karakter. Nilai-nilai (karakter) yang dihadirkan melalui aneka macam sumber dan media pembelajaran sanggup dilakukan ketika merekonstruksi silabus, pembelajaran, dan penilaian.

Telaah ulang buku-buku pembelajaran apakah isi pelajaran yang tersaji pada buku-buku pelajaran sudah mengintegrasikan nilai-nilai huruf yang diutamakan. 

Jika belum, susunlah buku-buku pelajaran yang bersifat melengkapi buku paket yang sarat dengan muatan karakter.

8. Active Learning Berbasis HOTS-HOAS-dan HOPS Kurikulum 2013, tolong-menolong merupakan kurikulum yang cenderung dibangun diatas filsafat konstruktivistik, dengan orientasi pengembangannya berbasis kompetensi, yang digerakkan dengan menerapkan Active Learning. Active learning sanggup dipicu ketika tujuan pembelajaran diarahkan di antaranya pada pencapaian High Order Thinking Skill (HOTS) atau kecakapan berpikir tingkat tinggi. Sesungguhnya tidak hanya HOTS tetapi juga kecakapan Afektif tingkat tinggi (HOAS), dan kecakapan motorik tingkat tinggi (HOPS) –ingat taksonomi Bloom pada tingkat tinggi: kognitif tingkat tinggi, afektif tingkat tinggi, dan psikomotorik tingkat tinggi. Pembelajaran yang mengarah pada HOTS, HOAS, dan HOPS inilah yang sanggup memicu percepatan Thinking Activeness, Visual Activeness, Oral Activeness, Listening Activeness, dan Motoric Activeness.

Pembelaran dengan pendekatan scientific, cooperative dengan segala variasi model-model pembelajarannya, Problem Based Learning, Project Based Learing, Inquiry dan Discovery Learning yang sangat ditekankan dalam Kurikulum 2013 merupakan cara-cara pembelajaran yang baik huruf yang sangat diharapkan pada kurun 21. Hadirkan nilai-nilai huruf melalui aneka macam cara pembelajaran tersebut. Ada gagasan besar di balik pementingan pada cara-cara pembelajaran tersebut. Gagasan itu yakni biar ke depan lahir generasi penerus bangsa ini lahir gererasi yang kritis, kreatif—inovatif, produktif, dan bisa menjual produksinya.

Hadirkan Kompetensi Inti-1 (Sikap religius), Kompetensi Inti-2 (Sikap Sosial), dan Nilai-nilai Utama (Religius, Nasionalis, Gotongroyong, Integritas, dan Mandiri) melalui metode pembelajaran yang dipilih, dengan alur berpikir sebagai berikut:
  • Tentukan KI-3 dan KI-4 yang akan diajarkan di kelas.
  • Tentukan Metode untuk Membelajarkan KI-3 dan KI-4 tsb.
  • Tentukan KI-1 dan KI-2 yang relevan dengan Metode untuk Pembelajaran KI-3 dan KI-4. 

Dalam pembelajaran terpadu/tematik di PAUD dan SD misalnya, nilai-nilai huruf yang dibelajarkan sanggup diintegrasikan melalui metode juga sanggup melalui “kegiatan pembelajaran” yang dilaksanakan. Melalui kegiatan pembelajaran di PAUD/TK misalnya, KI-1 (sikap religius) dan KI-2 (Sikap Sosial) juga NAM dan SOSEM serta Nilai Utama (Religious, Nasionalis, Gotong royong, Integritas, dan Mandiri) sanggup dihadirkan melalui kegiatan pembelajaran yang dipilih.

9. Percepatan Internalisasi Nilai (Karakter)

Pembelajaran nilai dan huruf intinya yakni upaya “menginternalisasikan” nilai-nilai dan huruf tertentu pada diri murid. Untuk itu gunakan cara-cara pembelajaran yang dalam setiap proses pembelajaran (dalam satu pengalaman belajar) melibatkan unsur-unsur huruf Ngerti, Ngroso, Nglakoni (Dewantara, 1962), melibatkan Knowing, Feeling, Action (Lickona, 1991), dan melibatkan Pikir, Dzikir, Ikhtiar (Gymnatiar, 2000).

Proses terjadinya perceparan internalisasi nilai (Bohlin, 2001) dalam pembelajaran akan terjadi ketika proses pembelajaran dilakukan melalui tahapan Understanding, Action, dan Reflection secara bersiklus. Aktivitas refleksi yang dilakukan pasca agresi dalam proses pembelajaran huruf yang bisa menghadirkan tumbuhnya kesadaran diri. Sistem eksekusi menurut kesadaran diri juga baik untuk penguatan karakter.

10. Asesmen Autentik untuk Penguatan Karakter

Asesmen autentik yang dilakukan melalui aneka macam cara (observasi, wawancara, dan dokumen) yang dilakukan dalam penilaian proses dan produk, yang dilakukan untuk mengklarifikasi nilai dan karakter, tolong-menolong bukan untuk menjustifikasi dan menilai apakah murid-murid kita tergolong orang baik atau orang jahat melainkan semata-mata untuk mendeteksi posisi keyakinan nilai mereka, kematangan pertimbangan moral mereka, atau kelakuan mereka sehingga bisa segera dilakukan peningkatan keyakinan nilai, sikap, moralitas, dan kelakuan mereka, sehingga di final pembelajaran semua belum dewasa kita sanggup menjadi orang-orang yang lebih baik. Asesmen autentik perihal sikap dan huruf tolong-menolong yakni untuk penguatan nilai dan huruf murid-murid kita.

11. Akhiri Pembelajaran dengan Do’a sebagai Pesan Moral

Di final pembelajaran, guru-guru biasanya melaksanakan pesan-pesan moral berupa nasehat. Di samping dengan pesan-pesan berupa nasehat, coba tingkatkan pesan dan kesan-kesan moral melalui do’a. Murid-murid ajak berdo’a, minta kepada Tuhan untuk diberi semangat, kekuatan untuk pencapaian kompetensi sikap dan huruf yang dipesankan dalam proses pembelajaran.

C. PPK Berbasis Budaya Sekolah

PPK melalui budaya sekolah dilakukan melalui pembiasaan nilai-nilai utama melalui kegiatan rutin, insidental, dan terprogram. Pembiasaan sangat memilih sikap siswa (Akbar, 2016); juga melalui keteladanan, penataan ekosistem sekolah, tradisi, karya, dan acara kehidupan sekolah; fasilitasi pengembangan potensi murid; rekonstruksi visi dan misi dan branding sekolah; lakukan penataan situasi fisik, sosial, dan psikologis hingga bisa membuat kultur kehidupan yang kondusif. Rekonstruksi aneka macam tata tertib bagi: siswa, guru, kepala sekolah, orang tua, dan warga sekolah lainnya yang berorientasi pada nilai-nilai utama.

D. PPK Berbasis Tata Kelola dan Manajemen Sekolah

Dari sisi tata kelola dan daya dukung, PPK dilaksanakan secara integratif, kolaboratif, dan sinergis. Di level satuan pendidikan misalnya, PPK melibatkan Kepala Sekolah atau Ketua Yayasan, Pendidik, Tenaga Kependidikan, Komite Sekolah, Komunitas Masyarakat dan Organisasi Profesi, Dunia Usaha dan Industri, Media Massa, Ikatan Alumni, Perguruan Tinggi dan lainnya (PASKA, Setjen Kemdikbud, 2017), tentu saja dengan perencanaan, pengorganisasian, gerakan, dan pengendalian yang baik.

    Download Buku Penguatan Pendidikan Karakter di SD (SD MI dan Sederajat)

    Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Buku Penguatan Pendidikan Karakter di SD (SD MI dan Sederajat) ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:

    Buku Penguatan Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar



    Download File:
    Download Buku Penguatan Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar.pdf

    Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Buku Penguatan Pendidikan Karakter di SD (SD MI dan Sederajat). Semoga bisa bermanfaat.

    0 Response to "Buku Pendidikan Keluarga Di Satuan Pendidikan"

    Post a Comment

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel