Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 Perihal Ppdb Pada Tk, Sd, Smp, Sma, Dan Smk

Berikut ini yakni berkas Buku (E-Book) Panduan Zakat. Diantaranya Buku Panduan Zakat Mudah - Kemenag RI, Buku Panduan Ibadah Zakat, Buku Saku Menghitung Zakat Sendiri, Buku Panduan Zakat - DompetDuafa, Kitab Zakat - Syaikh Abdul Aziz bin Baz.  Download file format PDF.

keterangan dari isi berkas Buku Panduan Zakat Buku Panduan Zakat
Buku Panduan Zakat

Buku Panduan Zakat

Berikut ini beberapa kutipan teks/keterangan dari isi berkas Buku Panduan Zakat:

Waktu Pembayaran Zakat Fitrah
Kapankah    waktu    pembayaran    zakat fitrah ?
Menurut imam al-Nawawi, ada dua faktor yang  menyebabkan  kewajiban  mengeluarkan zakat fitrah bagi kaum Muslim; puasa Ramadhan dan Idul Fitrah. Apabila dua faktor tersebut sudah ada, maka telah wajib membayar zakat fitrah. Jika belum ada, apabila dua faktor tersebut tidak ada, maka kita tidak wajib mengeluarkan zakat fitrah. Sehingga dengan demikian, kita tidak wajib, bahkan tidak boleh, mengeluarkan zakat fitrah sebelum   puasa   Ramadhan   disebabkan   kedua faktor tersebut belum ada.

Dalam fiqih, kelonggaran membayar zakat fitrah ini disebut dengan khamsatu auqat, atau lima waktu pembayaran zakat fitrah;

Pertama, waktu wujub, yaitu apabila menemui  sebagian  waktu  Ramadhan  dan sebagian bulan Syawal. Dengan demikian, orang yang meninggal sehabis magrib di malam pertama bulan Syawal, maka wajib dizakati. Sedangkan bayi yang lahir sehabis magrib di malam pertama bulan Syawal tidak wajib dizakati. Hal ini lantaran bayi tersebut dinilai tidak pernah mengalami bulan Ramadhan.

Kedua,    waktu    jawaz,    yaitu    dimulai semenjak awal Ramadhan. Sehingga kita boleh mengeluarkan zakat fitrah di awal Ramadhan atau di pertengahannya.

Ketiga, waktu paling utama, yaitu membayar zakat fitrah sesaat sebelum shalat  Idul Fitrah dilaksanakan.

Keempat, waktu makruh, yaitu membayar zakat sehabis setelah shalat Idul Fitrah dilaksanakan hingga terbenamnya matahari pada hari pertama bulan Syawal.

Kelima, waktu haram, yaitu membayar zakat sehabis terbenamnya matahari di hari pertama bulan Syawal.

Dalam kitab Tausyih Ala Ibni Abil Qasim, Syaikh  al-Nawawi  al-Jawi  menjelaskan  kelima waktu pembayaran zakat fitrah tersebut;
“Waktu   pelaksanaan   zakat   fitrah terbagi  lima.  Pertama  waktu  boleh, yaitu terhitung semenjak awal Ramadhan. Sebelum awal Ramadhan, dihentikan mengeluarkan zakat fitrah. Kedua waktu wajib, ketika seseorang mengalami sebagian bulan Ramadhan dan sebagian bulan Syawal. Ketiga waktu dianjurkan, sebelum pelaksanaan shalat Idul Fitrah. Keempat waktu makruh, membayar zakat fitrah sehabis shalat Idul Fitrah. Kelima waktu  haram, pembayaran zakat  fitrah sehabis hari raya Idul Fitrah, dan zakat fitrahnya terbilang qadha.” 

Kriteria Orang yang Wajib Bayar Zakat Fitrah

Apa saja kriteria orang yang wajib bayar zakat fitrah?
Zakat fitrah disebut juga dengan zakatul abdan, zakat badan. Hal ini lantaran zakat fitrah diwajibkan dengan tujuan untuk menyucikan orang  yang  puasa  dari  perbuatan  tercela  dan sia-sia yang dilakukan selama berpuasa di bulan Ramadhan. Zakat fitrah ini diwajibkan bersamaan dengan diwajibkannya puasa Ramadhan, yaitu pada tahun kedua hijriyah.

Ulama setuju bahwa zakat fitrah hukumnya wajib bagi setiap Muslim, baik dewasa, anak kecil, pria maupun perempuan. Hal ini berdasarkan hadis riwayat imam al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar, beliau berkata;
“Rasulullah  Saw.  mewajibkan  zakat fitrah, berupa satu sha’ kurma kering atau gandum kering. (Kewajiban) ini berlaku bagi kaum muslimin, budak maupun orang merdeka, pria maupun wanita, anak kecil maupun orang dewasa. Beliau memerintahkan semoga ditunaikan sebelum orang-orang berangkat shalat.”

Dari hadis ini, para ulama menyimpulkan wacana kriteria orang yang wajib membayar zakat fitrah.  Dalam  kitab  Alfiqhul  Manhaji,  kriteria orang   yang   wajib   membayar   zakat   fitrah  ini disebut dengan syuruthi wujubi zakatil fitrah, syarat-syarat wajib zakat fitrah. Ada tiga syarat wajib zakat fitrah sebagai berikut;

Pertama,  beragama  Islam.  Zakat  fitrah tidak  wajib  bagi  non-muslim  karena  zakat  fitrah  yakni perbuatan ibadah kepada Allah. Dalam kitab Almughni, Ibnu Qudamah mengatakan; “Zakat fitrah tidak wajib bagi non-muslim, baik merdeka maupun budak. Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat di antara ulama tentang  tidak  wajibnya  zakat  fitrah untuk  non-muslim merdeka dan baligh.”

Kedua, mempunyai kelebihan mu’nah atau biaya hidup untuk dirinya sendiri dan keluarganya pada malam dan pagi hari raya. Yang dimaksud dengan mu’nah di sini mencakup masakan dan lauk pauknya, daerah tinggal, pakaian dan lain-lain yang layak dan bersifat pokok. Apabila masakan atau hartanya hanya cukup dimakan pada malam dan pagi hari raya, maka tidak wajib membayar zakat fitrah.

Ketiga, ada pada sebagian bulan Ramadhan dan sebagian bulan Syawal. Dengan demikian, orang yang lahir sehabis terbenamnya matahari   di   awal   bulan   Syawal,   maka   tidak wajib membayar zakat fitrah. Begitu pula orang yang menikah sehabis terbenamnya matahari di awal bulan Syawal, maka tidak wajib bagi suami membayarkan zakat fitrah istri yang gres dinikahi tersebut.

Kriteria Penerima Zakat Fitrah

Siapa Saja Penerima Zakat Fitrah?
Dalam Quran disebutkan bahwa ada delapan golongan yang berhak mendapatkan zakat. Dalam surah Attaubah ayat 60, Allah berfirman;
“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para   muallaf   yang   dibujuk   hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang- orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Semua ini sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Dalam kitab Fathul Qarib, Syaikh Ibnul Qosim Alghazi menjelaskan secara rinci kriteria dari masing-masing delapan golongan yang disebutkan dalam ayat di atas;
  1. Alfuqoro: Adalah orang yang tidak mempunyai harta atau pekerjaan sama sekali, atau mempunyai harta atau pekerjaan yang tidak sanggup menutupi setengah dari kebutuhan hidupnya. Misal seseorang membutuhkan 10.000 rupiah setiap hari untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, namun ia hanya berpenghasilan 3.000 rupiah. Maka beliau tergolong sebagai faqir sehingga beliau berhak mendapatkan zakat fitrah.
  2. Almasakin: Adalah orang yang mempunyai harta atau pekerjaan yang hanya sanggup menutupi di atas setengah dari kebutuhannya. Kebutuhan yang dimasksud di sini yakni kebutuhan pokok yang sederhana. Misal seseorang membutuhkan 10.000 rupiah setiap hari, namun dia  hanya  berpenghasilan  7.000  rupiah.  Dalam kondisi  seperti  ini,  dia  tergolong  miskin  dan berhak mendapatkan zakat.
  3. Al’amilin: Adalah orang yang dilantik secara resmi oleh pemerintah untuk mengelola zakat. Amil zakat hanya berhak mendapatkan zakat apabila tidak mendapatkan honor dari pemerintah. Sedangkan apabila sudah digaji pemerintah, maka mereka tidak berhak mendapatkan zakat.
  4. Almuallafah: Adalah orang yang gres masuk Islam dan imannya masih lemah. Maka beliau dibantu semoga imannya bertambah besar lengan berkuasa dengan cara memperlihatkan zakat padanya.
  5. Firriqab: Adalah hamba sahaya (budak) yang ingin memerdekan dirinya dari majikannya dengan tebusan uang. Dalam hal ini mancakup juga membebaskan seorang muslim yang ditawan oleh orang orang kafir, atau membebaskan dan menebus  seorang  muslim  dari  penjara  lantaran tidak bisa membayar tebusan yang ditetapkan.
  6. Algharimin: Adalah orang yang berhutang lantaran untuk kepentingan peribadi yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Orang ini sepantasnya dibantu dengan diberikan zakat kepadanya. Juga orang yang   berhutang   untuk   memelihara   persatuan umat Islam atau berhutang untuk kemaslahatan umum menyerupai membangun masjid atau yayasan Islam maka boleh dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia bisa membayarnya.
  7. Fi Sabilillah: Adalah orang yang berjuang di jalan Allah (sabilillah) tanpa honor dan imbalan demi membela dan mempertahankan Islam dan kaum muslimin.
  8. Ibnus Sabil: Adalah musafir yang sedang dalam perjalanan yang bukan bertujuan maksiat di negeri rantauan, kemudian mengalami kesulitan dan kesengsaraan dalam perjalanannya.

Dari delapan golongan tersebut, maka golongan Alfuqoro dan Almasakin harus diutamakan terlebih dahulu. Hal ini lantaran zakat fitrah diwajibkan dengan tujuan untuk memberi makan kepada orang fakir dan miskin. Dalam hadis riwayat Abu Daur dari Ibnu Abbas, beliau berkata;
“Rasulullah  Saw.  telah  mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan orang yang berpuasa   dari   perkara sia-sia dan perkataan keji, dan untuk memberi masakan bagi orang-orang miskin.” 

Anggota Keluarga yang Wajib Dibayarkan Zakat Fitrah
Dalam kitab Alumm, imam Syafii menyampaikan bahwa ketika seseorang telah memenuhi syarat untuk  membayar zakat fitrah atas dirinya sendiri, maka beliau juga diwajibkan membayar zakat fitrah atas orang- orang yang wajib beliau nafkahi.

Pendapat ini berdasarkan hadis dari Ja’far bin Muhammad, dari bapaknya;
“Sesungguhnya RasulullahSaw mewajibkan zakat fitrah atas orang merdeka, hamba sahaya, pria dan perempuan dari orang-orang yang mereka tanggung nafkafnya.”

Semua orang yang wajib kita nafkahi, maka wajib  pula  kita  membayar  zakat  fitrah atasnya. Adapun orang-orang yang wajib kita nafkahi yakni orang bau tanah kandung yang faqir, isteri dan anak kandung yang belum baligh dan faqir, atau sudah baligh namun faqir dan belum bisa bekerja.

Adapun anak kandung yang sudah baligh dan sudah bisa bekerja, maka beliau wajib membayar zakat fitrah atas dirinya sendiri. Apabila orang bau tanah atau orang lain ingin membayarkan zakat fitrah atas diri anak tersebut, maka harus ada pernyataan perwakilan dan izin dari anak tersebut baik dalam membayarkan zakat fitrah maupun dalam niatnya.

Sedangkan kerabat yang tidak wajib dinafkahi,  maka  tidak  wajib  pula  untuk dibayarkan zakat fitrah atas dirinya. Bahkan tidak sah apabila dibayarkan zakat fitrah atas dirinya tanpa  seizin  darinya  terlebih  dahulu.  Apabila ingin membayarkar zakat fitrah atas dirinya, maka harus ada pernyataan perwakilan dan izin terlebih dahulu dari kerabat tersebut.

Imam al-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’, menyebutkan bahwa saudara kandung dan anaknya, paman dan anaknya dan semua kerabat selain orang bau tanah kandung dan anak kandung tidak wajib dinafkahi dan dibayarkan zakat fitrah. Yang wajib dinafkahi dan dibayarkan zakat fitrah hanya orang  tua  kandung  dan  anak  kandung  apabila mereka faqir dan tidak bisa bekerja.

Adapun urutan pembayaran zakat fitrah, ebagaimana disebutkan dalam kitab Alfiqhul Manhaji, harus dimulai dari sendiri, kemudian isteri, anak kandung yang masih kecil, bapak kandung, ibu kandung dan terakhir anak kandung yang telah remaja namun belum bisa bekerja.

Pengelolaan Dana Zakat

Bagaimana Islam mengatur pengelolaan zakat?

a.   Konteks Dahulu
Pada masa Rasulullah Saw dan para sahabat, pengelolaan zakat dilakukan pribadi oleh panitia khusus yang disebut amil zakat. Mereka mendapat wewenang penuh dari Rasul untuk mendata kaum muslimin yang wajib mengeluarkan zakat dan mendistribusikannya kepada  mereka  yang  berhak menerimanya. Karena panitia tersebut dibuat secara khusus dan untuk pekerjaan yang khusus pula, maka data-data terkait para muzakki dan mustahik sanggup terdata secara akurat, sehingga kekeliruan berupa  salah  sasaran  dalam  pendistribusiannya sanggup diminimalisir.

Praktik pengelolaan zakat menyerupai ini sanggup dipahami secara tersirat dari firman Allah Swt, Q.S. al-Taubah ayat 103 berikut :
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, guna membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Selain itu Rasulullah Saw juga pernah berpesan kepada Sahabat Muadz ibn Jabal ketika ia hendak diutus ke Yaman untuk berbagi agama Islam di sana. Sebelum ia berangkat, Rasul berkata
“Sesungguhnya Allah  Swt telah mewajibkan zakat terhadap harta mereka, yang diambilkan dari orang-orang kaya di antara mereka dan didistribusikan kepada  mereka  yang  membutuhkan” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Redaksi “ambillah” pada ayat di atas dan kata “diambil” yang terdapat di dalam hadis berdasarkan sejumlah ulama mengindikasikan bahwa pemungutan dana zakat dilakukan secara persuasif oleh amil yang bertugas. Hal tersebut juga terbukti pada masa kekhalifahan Abu Bakr al-Shiddiq yang hingga memerangi para muzakki yang enggan mengeluarkan zakat harta mereka. Keengganan tersebut sanggup diketahui sehabis para amil mendatangi mereka untuk mengambil zakat hartanya, namun mereka tidak mau menyerahkannya.

Imam Ibn Hajr dalam Fath al-Bari- nya menggarisbawahi bahwa alasan Abu Bakr memerangi mereka yakni lantaran mereka menolak dan bahkan memberontak kepada pemerintahan Abu Bakr. Sehingga lantaran pemberontakan itu karenanya Abu Bakr menetapkan untuk memerangi mereka, bukan semata-mata lantaran keengganan mereka untuk membayar zakat.

Seandainya pemungutan zakat tidak dilakukan secara persuasif sebagaimana yang sudah dijelaskan, maka mustahil Khalifah Abu Bakr mengetahui siapa di antara mereka yang mau dan siapa yang enggan mengeluarkannya.

Di samping itu, praktek menyerupai ini secara otomatis akan mempermudah muzakki dalam memilih kadar zakat yang harus mereka keluarkan, lantaran mereka dibantu pribadi oleh para amil yang bertugas untuk menghitungnya. Sehingga kekeliruan dalam menghitung dan mengeluarkan zakat sanggup diatasi secara sempurna dan cepat.

b. Konteks Indonesia
Adapun dalam konteks Indonesia, pengelolaan dana zakat dilakukan oleh Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang sudah mendapatkan izin dari kementerian lewat rekomendasi Badan Zakat Nasional (Baznas). Peraturan tersebut sudah ditetapkan oleh undang-undang No. 23 tahun 2011 wacana pengelolaan zakat dan peraturan pemerintah No. 14 tahun 2014 terkait pelaksanaan undang-undang No. 23 tahun 2011. Peraturan itu juga diperkuat oleh Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 8 tahun 2001 wacana Badan Amil Zakat Nasional sebagaimana telah diperbaharui terakhir dengan keputusan Presiden RI No. 27 tahun 2008.

Artinya secara syariat, pengelolaan zakat idealnya harus dikelola pribadi oleh badan- tubuh khusus yang bersifat legal yang bertujuan untuk pengoptimalisasian pengelolaan dana zakat. Apa yang akan dilakukan oleh pemerintah, sebagaimana yang diwacanakan oleh Bapak Menteri Agama RI di atas, intinya yakni salah satu perjuangan untuk mempermudah administrasi penarikan zakat. Hanya saja, pemerintah perlu mengkaji mekanisme penarikannya secara matang dan transparan, semoga terang siapa saja aparatur sipil negara (ASN) muslim yang wajib beramal dan siapa yang tidak, berapa besarannya, dan lain sebagainya.

Bolehkah Zakat Fitrah Dibayar pada Pertengahan Ramadhan?
Salah satu rukun Islam yakni menunaikan zakat. Dan salah satu zakat yang wajib ditunaikan yakni zakat Fitrah. Yakni zakat yang dikeluarkan oleh umat Islam yang mempunyai kelebihan materi masakan pokok, sudah lebih buat kebutuhan makan dirinya sendiri dan juga buat keluarganya pada hari raya idul fitrah.

Zakat fitrah ini dikeluarkan sehabis terbenamnya matahari di selesai dari bulan Ramadhan hingga sebelum dilaksanakan shalat idul fitrah. Karena kalau dikeluarkan sehabis shalat idul fitrah, maka tidak terhitung zakat lagi, tetapi menjadi shadaqah. Sebagaimana hadis dari Ibnu Abbas ra. ia berkata:
“Rasulullah saw. mewajibkan zakat fitrah yang menyucikan bagi orang yang berpuasa dari kasus yang tidak berguna, ucapan yang buruk dan masakan untuk orang-orang miskin. Maka siapa yang melaksanakannya sebelum shalat (idul fitrah) maka ia yakni zakat yang diterima, dan siapa yang melaksanakannya sehabis shalat, maka ia yakni belahan dari shadaqah (saja).” (HR Abu Daud dan Ibnu Majah).

Lalu apakah diperbolehkan menyegerakan zakat fitrah pada pertengahan Ramadhan?
Di dalam kitab Ibanatul Ahkam syarah Bulugil Maram yang disusun oleh Hasan Sulaiman An Nuri dan Alawi Abbas al Maliki Buku Panduan Ibadah Zakat (Beirut: Darul Fikri, 2008 M. Juz 2, h. 250) telah merangkum pendapat empat mazhab dalam duduk kasus waktu pelaksanan membayar zakat fitrah ketika memperlihatkan syarah hadis wacana zakat fitrah.

Menurut imam Abu Hanifah dan Malik, zakat fitrah itu wajib dilaksanakan mulai dari terbitnya fajar di hari idul fitrah lantaran hal ini yakni waktu yang ditentukan dengannya fitrah yang hakiki, dan lantaran waktu yang erat dengan seorang hamba, maka janganlah didahulukan waktu kewajibannya ini dengan sehari sebelumnya.

Sedangkan berdasarkan imam Syafi’i dan Ahmad, zakat fitrah wajib ditunaikan alasannya tenggelamnya matahari di selesai hari dari bulan Ramadhan, lantaran bantu-membantu adanya idul fitrah yakni alasannya tenggelamnya matahari di hari selesai di bulan Ramadhan.

Adapun menyegerakan pembayaran zakat fitrah sebelum waktunya, maka berdasarkan imam Syafi’i boleh mengeluarkan zakat fitrah mulai dari awal bulan Ramadhan, lantaran ada sebabnya. Sedangkan berdasarkan imam Malik dan Ahmad boleh menyegerakan zakat fitrah sehari atau dua hari saja.

Sementara itu, berdasarkan pengikut imam Abu Hanifah boleh menyegerakan zakat fitrah secara mutlak, tidak ada pemisah antara satu masa dengan masa yang lain berdasarkan pendapat yang shahih, lantaran alasannya wajibnya ditunaikannya zakat telah ada yakni orang yang wajib diberi nafkahnya.

Jadi, menyegerakan membayar zakat fitrah yakni boleh. Tetapi disunnahkannya dibayarkan sebelum melakukan shalat idul fitrah sebagaimana hadis Nabi Saw. tersebut di atas.

Zakat Fitrah dengan UangIslam memerintahkan untuk umatnya semoga membayarkan zakat berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan. Di antara zakat itu yakni zakat fitrah (atau zakat fitrah sebagaimana biasa dikenal masyarakat Indonesia). di antara perdebatan para ulama fikih, bolehkah membayar zakat fitrah dengan uang? Berikut beberapa pendapat:

Pendapat pertama menyatakan dihentikan membayar zakat fitrah dengan uang. Pendapat ini memakai pendapat kalangan mazhab malikiah, syafi’iyyah, dan hanbali.

Pendapat ini pertama didasarkan praktek yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw yang membayar zakat dengan makanan. Makanan menjadi penting bagi orang-orang yang lapar pada hari raya ‘Idul Fitrah. Hal didasarkan pada hadis Nabi Muhammad Saw. yang artinya: Dari Abdullah ibn Umar bahwa Rasulullah Saw. mewajibkan zakat fitrah pada insan di bulan Ramadlan satu sha’ kurma, atau satu sha’ gandum. Kewajiban itu kepada setiap orang merdeka, budak, pria atau perempuan.

Kedua, didasarkan Pada ‘illat (alasan pembuatan hukum) atas zakat fitrah yaitu quthul biladh (makanan pokok). Jika di Indonesia mungkin pilihan zakatnya bukan dengan kurma, akan tetapi beras, sagu, atau jagung. Karena itulah masakan pokok lebih banyak didominasi masyarakat Indonesia. artinya masakan menjadi faktor penting dalam menyalurkan zakat oleh si Muzakki.

Pendapat kedua menyatakan bahwa boleh membayar zakat dengan uang. Pendapat ini dinyatakan oleh mazhab Hanafiah. Abu Yusuf yang merupakan andal fikih kalangan hanafiah cendrung untuk beramal dengan uang, lantaran hal itu lebih diharapkan oleh orang-orang yang tidak bercukupan. Pendapat ini juga pernah dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz.

Persoalan ini juga menjadi bahasan ulama kontemporer. Di antara ulama yang mengakomodir keduanya yakni Muhammad Syaltut. Ulama kontemporer asal Mesir ini menyatakan bahwa kalau saya tinggal di desa maka saya akan beramal dengan makanan. Karena konteks itu dianggap cocok bagi masyarakat.

Akan tetapi, Yusuf al-Qaradhawi berbeda pendapat. Dalam kitab Fikh al-Zakat Menurut nya, alasan kenapa dahulu pada zaman Rasulullah Saw, sang muzakki menyalurkan zakat dengan masakan lantaran konteks waktu itu di mana uang (dinar, dirham) masih sedikit dibandingkan dengan masakan yang melimpah. Artinya akan ada kesulitan kalau si Muzakki membayar dengan uang.

Adapun konteks sekarang, di mana uang menjadi faktor utama dalam memenuhi kebutuhan di hari Idul Fitrah, maka menjadi sangat relevan kalau uang dijadikan model pembayaran zakat fitrah.

Demikianlah perbedaan pendapat para ulama klasik dan kontemporer wacana zakat uang. Pada akhinya, penggunaan uang memang tidak serta merta dibolehkan secara absolut, ia juga perlu dilihat dari kondisi dan konteks masyarakat.

Artinya penggunaan uang mesti didasarkan pada penghitungan atas masakan sehari-hari yang dikonsumsi. Dengan kata lain, zakat dengan uang diubahsuaikan jumlahnya dengan zakat makanan.

Mendistribusikan Zakat kepada Saudara Kandung?
Bolehkah mendistribusikan zakat kepada saudara Kandung?
Selain bertujuan untuk menyucikan diri para muzakki (orang yang berzakat) sebagaimana dijelaskan dalam Surah al-Taubah ayat 103, zakat juga mempunyai pesan yang tersirat dan tujuan untuk membantu mereka yang berkekurangan dari segi ekonomi sehingga bisa menjalankan aturan-aturan agama tanpa harus takut terhadap bayang- bayang kemiskinan. Begitu kira-kira al-Jurjani menjelaskan pesan yang tersirat zakat dalam karyanya Hikmah al-Tasyri’ wa Falsafatuhu.

Untuk itu, Islam telah mengatur secara rinci siapa saja golongan-golongan yang berhak mendapatkan zakat dan mereka yang tidak berhak. Dalam Surah al-Taubah ayat 60, Allah SWT telah menjelaskan setidaknya ada delapan kelompok yang berhak mendapatkan zakat. Mereka yakni orang-orang yang tergolong sebagai fakir, miskin, ‘amil (petugas zakat), muallaf (orang yang gres masuk Islam), hamba sahaya (yang ingin dimerdekakan), orang yang sedang dililit hutang, orang yang sedang dalam perjalanan, dan mereka yang sedang berjuang di jalan Allah.

Namun, sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Taqiyuddin al-Hushni dalam karyanya Kifayah al-Akhyar dan Mustafa al-Bugha dalam bukunya al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab al-Syafi’i, masing-masing dari mustahik yang delapan tersebut juga harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut:

Pertama, para mustahik yang telah disebutkan hendaklah seorang muslim. Sehingga orang-orang non muslim tidak berhak mendapatkan zakat dari umat Islam. Rasulullah SAW bersabda:
“Zakat itu diambil dari orang-orang kaya (dari kaum muslimin) dan didistribusikan untuk orang-orang miskin di antara mereka”. (H.R. Bukhari)

Kedua, mereka benar-benar orang yang tidak bisa untuk berusaha, baik lantaran cacat fisik maupun faktor-faktor sosial lainnya. Dengan demikian, mereka yang berkecukupan dan bisa secara fisik untuk berusaha, dihentikan mendapatkan zakat.

Rasulullah SAW pernah bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, al-Tirmidzi, Hakim dan al-Baihaqi sebagai berikut:
“Orang-orang kaya dan punya fisik yang besar lengan berkuasa (untuk berusaha) tidak berhak mendapat belahan harta zakat”.

Ketiga, para mustahik tersebut bukan termasuk tanggungan yang wajib bagi muzakki. Sehingga para mustahik yang menjadi tanggungan muzakki menyerupai istri, bapak, kakek, nenek, anak, cucu baik yang pria maupun yang perempuan ketika mereka berstatus sebagai fakir atau miskin, dihentikan diberikan harta zakat.

    Download Buku Panduan Zakat

    Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Buku-Buku Panduan Zakat ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:











    Download File:
    Buku Panduan Zakat Mudah - Kemenag RI.pdf
    Buku Panduan Ibadah Zakat.pdf
    Buku Saku Menghitung Zakat Sendiri.pdf
    Buku Panduan Zakat - DompetDuafa.pdf
    Kitab Zakat - Syaikh Abdul Aziz bin Baz.pdf

    Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Buku Panduan Zakat. Semoga bisa bermanfaat.

    0 Response to "Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 Perihal Ppdb Pada Tk, Sd, Smp, Sma, Dan Smk"

    Post a Comment

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel