Cerpen Cinta Saya Cupid
Kali ini admin berikan sebuah kisah yang terangkum dalam Cerpen Cinta Terbaru"Aku Cupid". Cerpen ini sanggup dibaca sambil santai untuk mengisi harimu yang sedang kosong. Nah pribadi saja kita baca cerpennya berikut ini.
*Cupid Point Of View*
Aku cupid. Dewa cinta. Panahku cepat, sempurna melesat, tak pandang bulu. Siapa yang terkena niscaya terlena. Rajutan cinta sanggup untuk siapa saja. Tua, muda, kaya, miskin, laki-laki, perempuan, tak peduli asalmu, tak peduli latar belakangmu. Bersiaplah untuk mencicipi jauth berdiri yang disebabkan panahku. Bersiaplah mencicipi kupu-kupu di perutmu, pusaran gemuruh di hatimu dan kekosongan di otakmu.
Bersiaplah atas kekacauan yang akan ku buat.
Hanya lantaran sebuah panah yang melesat ke arahmu.
***
Riana tak habis pikir. Ia bertemu laki-laki itu dua kali. Dua kali saja. Itupuntak sengaja. Di tengah kerumunan sekian banyak orang yang kebetulan sama-sama mengurus nomor pajak. Di antara lautan manusia, kenapa sanggup dokumennya jatuh sempurna di depan daerah duduk laki-laki itu. Pandangan mereka beradu dan seolah ada magnet berbeda kutub di pandangan masing-masing, usang sekali. Sampai nomor delapan puluh tiga yang dipegang Riana dipanggil tiga kali lewat pengeras suara.
Riana berguling-guling di kasurnya. Itu sudah sebulan lalu. Pertemuan pertama itu sudah sebulan lalu. Riana bahkan tidak tahu namanya, Tapi kemarin ketika ia sedang reuni dengan teman-teman kecilnya, laki-laki itu muncul lagi. Ia duduk di meja seberang bersama dengan tiga laki-laki lainnya. Berpakaian rapi ala ala pekerja kantoran. Riana sibuk membagi dua konsentrasinya. Antara teman-teman atau laki-laki itu. Mencuri pandang berulang kali. Sampai tiba-tiba, laki-laki itu juga memandangnya. Lagi. pandangan itu menyerupai tak ingin diakhiri.
***
Gadis itu lagi. Matanya selau bersinar hangat. Tapi kenapa dengan ekspresinya. Kenapa ia swlalu kaget melihatku. Aku perhatikan daritadi. Ia begitu ceria dengan teman-temannya. Menertawakan aneka macam macam hal perihal masa mudanya. Ah, saya dengar ia berkelakar perihal mantan pacarnya yang ketika ini menghubunginya kembali sehabis tiga tahun yang kemudian kedapatan selingkuh. Ia tertawa lepas. Tidakkah itu kisah sedih? Ia terlihat menyerupai gadis yang suka menertawakan kehidupan. Lucu sekali.
Siapa tadi namanya? Riana? atau Rihana? Tapi nomornya delapan puluh tiga, maksudku bulan lalu. Nomor antreannya delapan puluh tiga. Aku sanggup menanyakannya pada Alea nanti. Dia niscaya sanggup menemukannya.
***
*Cupid Point Of View*
Aku cupid. Panah cinta yaitu kuasaku. Lihat pasangan yang tertembak itu. Ini pertemuan kedua mereka, itu pikir mereka. Tapi ini bergotong-royong pertemuan ke tiga ratus dua puluh empat mereka. Tak ada yang saling menyadari pertemuan satu sama lain sebelumnya, sebelum ku tembakkan panah cintaku dan mengubah takdir mereka.
***
Riadi membolak balik handphonenya cemas. Sore tadi ia sudah minta tolong adik sepupunya yang bekerja di kantor pajak, Alea. Ia sudah memaksa Alea membongkar berkas untuk menemukan siapa pemilik nomor antrean delapan pulu tiga pada suatu hari yang biasa di ketika mereka pertama kali bertemu.
Riana. Itulah nama gadis itu. Ia bekerja sebagai guru Sekolah Dasar. Manis sekali. Keibuan, pantas saja sorot matanya hangat. Riadi membolak-balik handphonenya, membuka dan menguncinya kembali. SD Pelita Harapan. Hanya berjarak 100 meter dari perusahaannya. Praktis sekali untuk dicari. Tapi bagaimana ia sanggup menemuinya. Ia tidak punya alasan.
Riadi tertidur dengan handphone di sebelahnya. Agendanya hari ini untuk menuntaskan anjuran kantornya tinggal kenangan. Urusan hatinya masih sulit diatasi.
***
Pagi ini saya begitu bersemangat ke sekolah. Hari Ujian Tengah Semester telah tiba! Well, saya sika sekali mengajar. Tapi ada kalanya saya lelah, ya kan? Dan sehabis tiga bulan berkutat dengan bawah umur menggemaskan ini, saya fiks lelah. Ingin istirahat sebentar. Ujian Tengah Semester yaitu ketika yang pas untuk itu. Apalagi sebentar lagi pastinya ada liburan sekolah. Aku butuh istirahat.
Hari ini tentu saja sekolah ramai semenjak pagi-pagi sekali. Ratusan orang renta mengantarkan putra-putrinya ke sekolah, menyemangati mereka semoga sanggup menuntaskan ujian dengan baik. Tak jarang memaksa menunggui, walau pihak sekolah tidak mengizinkan. Anak-anak kami perlu dididik mandiri.
Ada kemacetan di pagar sekolah. Semuanya berebut masuk. Biasanya saya niscaya berbelok dan menghindari kerumunan. Bersantai sebentar di warung Bi Ita. Tapi entahlah, saya sudah bilang bukan jikalau saya bersemangat sekali pagi ini?
Tanpa ragu saya ikut bergerombol di depan pagar, mencoba untuk masuk. Ternyata lebih sulit dari yang kubayangkan. Padahal saya pakai seragam, apa orang renta murid ini tidak menyadari? Haha.
Aku tetap tersenyum. Pokoknya saya bersemangat. Tidak hanya itu, saya bahagia. Rambut yang sudah ku tata dari pagi, ada sedikit gulungan di serpihan bawahnya, sudah mulai tertarik-tarik di kerumunan. Tapi saya sama sekali tidak marah. Apa saya memproduksi hormon kesabaran terlalu banyak hari ini?
***
Itu dia! Itu gadis yang berjulukan Riana itu. Berkerumunan di antara orang renta yang mengantar anaknya dengan tidak sabaran. Ah, lihat itu. Manis sekali. Ia terlihat sangat ramah. Walaupun niscaya sangat sulit berada di posisinya ketika ini, ia tersenyum menyapa orang-orang yang berdesakan. Apa semua guru memang semanis ini? Ah, lihat itu. Seragam batik itu sangat cocok untuknya.
“Selamat pagi Bapak, apa Bapak orang renta murid? Saya belum pernah bertemu Bapak sebelumnya. Ada yang sanggup saya bantu?” sebuah bunyi mengejutkanku. Aku berbalik dan menemukan seorang Bapak dengan peci hitam di kepalanya. Rambutnya sudah penuh dengan uban. Sorot matanya ramah dan begitu pula dengan nada suaranya.
“Selamat pagi Bapak. Perkenalkan nama saya Riadiyantara, saya dari perusahaan ekspor di seberang jalan. Bapak mungkin pernah melewati kantor saya, sangat bersahabat dari sini.” Aku berusaha bicara setenang mungkin dan menjabat tangan Bapak tadi.
“Tujuan saya kesini, hmm. Tidak ada secara spesifik, saya hanya ingin observasi sekolah. Apa tidak baik untuk dilakukan?” saya mulai panik. Bagaimana jikalau saya dikira orang jahat? Maksudku, ada banyak kasus pedofil belakangan ini, jangan-jangan saya dikira predator. Ah, mengapa saya kesini tanpa alasan sih?
Bapak tadi mengernyitkan kening. Gawat bisa-bisa saya dipanggilkan security.
“Selamat pagi Bapak Kepala Sekolah!”
Sebuah bunyi mengejutkan kami berdua. Ceria sekali. Tanpa menoleh, saya seolah sanggup tahu siapa pemiliknya. Tapi justru lantaran itu, saya menoleh lebih cepat.
***
Sekali lagi. Sekali lagi pandangan kami beradu.
Di depan Bapak Kepala Sekolah pula. Mengapa laki-laki itu ada di sini? Maksudku, ini kan daerah kerjaku.
“Selamat pagi Dik Riana, ceria sekali pagi ini.” Bapak Kepala Sekolah menjawab salamku ramah.
Susah payah kualihkan pandanganku dari laki-laki tadi ke Kepala Sekolah.
Kemudian saya mematung kembali.
Apa yang harus saya lakukan?
Kepala Sekolah memandangi kami bergantian. Lalu menggelengkan kepalanya sambil terkekeh.
Pria tadi membuntuti Kepala Sekolah kami ke ruangannya.
Aku? Apa yang harus saya lakukan?
***
Ah, memalukan sekali. Pada balasannya saya membuntuti bapak berpeci hitam yang ternyata yaitu Kepala Sekolah tadi ke ruangannya.
Diam seribu bahasa bahkan hingga teh di gelas yang ia hidangkan di hadapanku kosong.
“Nak Riadi, mencari Dik Riana?” sehabis usang berteman kesenyapan, Kepala Sekolah tadi balasannya bertanya.
“Maafkan saya Bapak, saya mungkin galau sekali mau kemana, hingga balasannya saya justru kesini. Saya tidak bermaksud jelek dengan sekolah Bapak beserta orang-orang didalamnya. Tapi saya juga tidak sanggup menjelaskan apa yang saya maksud kini ini.” Oke, klarifikasi yang buruk.
Kepala Sekolah tadi tersenyum kembali.
“Adik tidak ada pekerjaan di kantor? Kalau masih ada, pergilah dulu. Kapan Adik tahu harus bicara apa dengan Riana, datanglah kembali. Boleh melalui Bapak.” Katanya, sangat bijaksana.
Aku menatapnya sangat ragu. Apa saya terlihat terperinci menyerupai orang yang jatuh cinta?
***
Sampai jam pulang sekolah, saya tidak melihat laki-laki itu lagi. Ia tidak mencariku. Ia mencari Kepala Sekolah dan sudah begitu saja. Kepala Sekolah juga tidak bicara apa-apa padaku. Mengesalkan sekali. Makara dia memang kebetulan saja kemari. Atau saya tanyakan Kepala Sekolah ya, apa yang bergotong-royong mereka bicarakan?
Andai saja hari ini saya tiba lebih cepat dan tidak dorong-dorongan di pagar tadi, ia niscaya melihatku lebih cepat. Aku sanggup saja menanyakan namanya. Ah, kenapa hari ini ia tiba-tiba muncul dan menciptakan hariku naik turun.
Mengesalkan sekali.
***
Riadi menghabiskan waktu di kantornya hingga lewat jam yang seharusnya. Entah apa yang dipikirkannya. Tugas-tugasnya sudah selesai semua. Ia bahkan membantu pekerjaan seniornya. Ia tidak ingin pulang hari ini. Ia malu, aib sekali. Ia sudah bertemu gadis yang ia mimpikan semenjak sebulan lalu. Tapi ia tidak sanggup berkata apa-apa. Kepala sekolah tadi baik, pikirnya. Tapi entahlah, ia tidak punya muka untuk bertemu dengannya lagi.
Riadi menyeruput gelas kopinya yang kelima, ini yang terakhir janjinya. Setelah ini ia akan pulang. Tidur. Ia akan melupakan hari ini.
Mungkin juga melupakan Riana.
***
*Cupid Point Of View*
Aku cupid. Tugasku yaitu menciptakan dua orang jatuh cinta. Perkara berhasil tidaknya cintanya, dikembalikan ke yang bersangkutan. Aku Cupid. Sekali kau terkena panahku, kau akan tergila-gila pada ia yang kutembakkan panah bersamaan denganmu. Suka atau tidak suka. Tidak ada obatnya.
Baca juga kisah lainnya ya:
Baca juga kisah lainnya ya:
0 Response to "Cerpen Cinta Saya Cupid"
Post a Comment