Aceh

Pada zaman kekuasaan zaman Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam, Aceh yaitu negeri yng amat kaya serta makmur. Pendapat dari seorang penjelajah asal Perancis yng tiba pada masa kejayaan Aceh di zaman yang telah di sebutkan, kekuasaan Aceh mencapai pesisir barat Minangkabau. Kekuasaan Aceh juga mencakup sampai-sampai Perak. Kesultanan Aceh sudah menjalin hubungan yang dengannya kerajaan-kerajaan di dunia Barat pada masa ke-16, salah satunya Inggris, Ottoman, serta Belanda. Kesultanan Aceh terlibat kudeta yng berkepanjangan semenjak awal masa ke-16, pertama yang dengannya Portugal, kemudian semenjak masa ke-18 yang dengannya Britania Raya (Inggris) serta Belanda. Pada simpulan masa ke-18, Aceh terpaksa menyerahkan daerahnya di Kedah serta Pulau Pinang di Semenanjung Melayu kepada Britania Raya. Pada tahun 1824, Persetujuan Britania-Belanda ditandatangani, di mana Britania menyerahkan daerahnya di Sumatra kepada Belanda. Pihak Britania mengklaim sebetulnya Aceh merupakan koloni orang-orang, walaupun hal ini tak benar. Pada tahun 1871, Britania membiarkan Belanda bagi atau bisa juga dikatakan untuk menjajah Aceh, mungkin bagi atau bisa juga dikatakan untuk mencegah Perancis dari memperoleh kekuasaan di tempat yang telah di sebutkan.
Kesultanan Aceh
Kesultanan Aceh yaitu kelanjutan dari Kesultanan Samudera Pasai yng hancur pada masa ke-14. Kesultanan Aceh terdapat atau terletak di utara pulau Sumatera yang dengannya ibu kota Kutaraja (Banda Aceh). Dalam sejarahnya yng panjang itu (1496 – 1903), Aceh sudah mengukir masa lampaunya yang dengannya begitu megah serta menakjubkan, lebih-lebih karena kemampuannya dalam membuatkan referensi serta system pendidikan militer, komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, system pemerintahan yng teratur serta sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, sampai-sampai kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik yang dengannya negara lain. Sultan Aceh yaitu penguasa/raja dari Kesultanan Aceh, tak cuma sultan, di Aceh pula terdapat sultanah (sultan perempuan).
Gelar-Gelar yng Dipakai dalam Kerajaan Aceh
  • Tengku
  • Tuanku
  • Pocut
  • Teuku
  • Laksamana
  • Uleebalang
  • Cut
  • Panglima Sagoe
  • Meurah

Segala Hal Perihal Kerajaan Aceh
  • Dalam
  • stana Darut Donya
  • Cap Sikureung (cap sembilan)
  • Meuligoe
  • Gajah Putih
  • Pasukan Gajah
Perang Aceh
Perang Aceh dimulai semenjak Belanda menyatakan perang terhadap Aceh pada 26 Maret 1873 setelah melaksanakan beberapa bahaya diplomatik, akan tetapi tak sukses merebut wilayah yng besar. Perang kembali berkobar pada tahun 1883, akan tetapi lagi-lagi gagal, serta pada 1892 serta 1893, pihak Belanda menganggap sebetulnya orang-orang sudah gagal merebut Aceh.
Dr. Snouck Hurgronje, seorang andal Islam dari Universitas Leiden yng sudah sukses memperoleh akidah dari tidak sedikit pemimpin Aceh, lantas memperlihatkan saran kepada Belanda semoga serangan orang-orang diarahkan kepada para ulama, bukan kepada sultan. Saran ini sebenarnya sukses. Pada tahun 1898, J.B. van Heutsz dinyatakan menjdai gubernur Aceh, serta bersama letnannya, Hendricus Colijn, merebut sebagian besar Aceh. Sultan M. Dawud balasannya meyerahkan diri kepada Belanda pada tahun 1903 setelah dua istrinya, anak dan ibundanya berlebi dahulu ditangkap oleh Belanda. Kesultanan Aceh balasannya jatuh seluruhnya pada tahun 1904. Era itu, hampir seluruh Aceh sudah direbut Belanda.
Bangkitnya nasionalisme
Sementara pada masa kekuasaan Belanda, bangsa Aceh mulai mengadakan kerjasama yang dengannya wilayah-wilayah lain di Indonesia serta terlibat dalam aneka macam gerakan nasionalis serta politik. Aceh kian hari kian terlibat dalam gerakan nasionalis Indonesia. Era Volksraad (parlemen) dibentuk, Teuku Nyak Arif terpilih menjdai wakil pertama dari Aceh. (Nyak Arif kemudian dilantik menjdai gubernur Aceh oleh gubernur Sumatra pertama, Moehammad Hasan). Era Jepang mulai mengobarkan perang bagi atau bisa juga dikatakan untuk mengusir kolonialis Eropa dari Asia, tokoh-tokoh pejuang Aceh mengirim utusan ke pemimpin perang Jepang bagi atau bisa juga dikatakan untuk membantu bisnis mengusir Belanda dari Aceh. Negosiasi dimulai di tahun 1940. Sesudah beberapa rencana pendaratan dibatalkan, balasannya pada 9 Februari 1942 kekuatan militer Jepang mendarat di wilayah Ujong Batee, Aceh Besar. Kedatangan orang-orang disambut oleh tokoh-tokoh pejuang Aceh serta masyarakat umum. Masuknya Jepang ke Aceh menciptakan Belanda terusir secara permanen dari tanah Aceh.
Awal mulanya Jepang bersikap baik serta hormat kepada masyarakat serta tokoh-tokoh Aceh, serta menghormati akidah serta istiadat istiadat Aceh yng bernafaskan Islam. Rakyat pun tak segan bagi atau bisa juga dikatakan untuk membantu serta ikut dan dalam program-program pembangunan Jepang. Akan tetapi disaat keadaan telah membaik, pelecehan terhadap masyarakat Aceh khususnya kaum wanita mulai di lakukan oleh personil tentara Jepang. Rakyat Aceh yng beragama Islam pun mulai diperintahkan bagi atau bisa juga dikatakan untuk membungkuk ke arah matahari terbit di waktu pagi, sebuah sikap yng Amat bertentangan yang dengannya akidah Islam. Lantaran itu pecahlah perlawanan rakyat Aceh terhadap Jepang di seluruh tempat Aceh. semisal yng paling populer merupakan perlawanan yng dipimpin oleh Teungku Abdul Jalil, seorang ulama dari tempat Bayu, bersahabat Lhokseumawe.
Masa Republik Indonesia
Sejak tahun 1976, organisasi pembebasan berjulukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sudah berusaha bagi atau bisa juga dikatakan untuk memisahkan Aceh dari Indonesia melalui upaya militer. Pada 15 Agustus 2005, GAM serta pemerintah Indonesia balasannya menandatangani persetujuan damai menyebabkan mengakhiri konflik antara kedua pihak yng sudah berlangsung selama hampir 30 tahun. Pada 26 Desember 2004, sebuah gempa bumi besar memicu tsunami yng melanda sebagian besar pesisir barat Aceh, salah satunya Banda Aceh, serta memicu simpulan hidup ratusan ribu jiwa. Pasca Gempa serta Tsunami 2004, yakni pada 2005, Pemerintah Republik Indonesia serta Gerakan Aceh Merdeka sepakat mengakhiri konflik di Aceh. Perjanjian ini ditandatangani di Finlandia, yang dengannya tugas besar daripada mantan petinggi Finlandia, Marti Ahtisaari.

Sumber Rujukan Dan Gambar :

0 Response to "Aceh"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel