Asal Undangan Nama Indonesia
PADA zaman purba, kepulauan tanah air kita disebut yang dengannya aneka nama.
Dalam catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan kita dinamai Nan-hai (Kepulauan Laut Selatan).
Banyak sekali catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang), nama yng diturunkan dari kata Sansekerta dwipa (pulau) serta antara (luar, seberang).
Kisah Ramayana karya pujangga Valmiki yng termasyhur itu bercerita pencarian terhadap Sinta, istri Rama yng diculik Ravana, sampai ke Suwarnadwipa (Pulau Emas, yakni Sumatra ketika ini) yng terdapat atau terletak di Kepulauan Dwipantara.
Bangsa Arab menyebut tanah air kita Jaza'ir al-Jawi (Kepulauan Jawa).
Nama Latin bagi atau bisa juga dikatakan untuk kemenyan merupakan benzoe, berasal dari bahasa Arab luban jawi (kemenyan Jawa),
karena para pedagang Arab mendapat kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yng dahulu cuma tumbuh di Sumatra.
Hingga hari ini jemaah haji kita masih Suka dipanggil "Jawa" oleh orang Arab.
Malah orang Indonesia luar Jawa sekalipun. "Samathrah, Sholibis, Sundah, kulluh Jawi (Sumatra, Sulawesi,
Sunda, semuanya Jawa)" kata seorang pedagang di Pasar Seng, Mekah.
Lalu tibalah zaman kedatangan orang Eropa ke Asia.
Bangsa-bangsa Eropa yng pertama kali tiba itu beranggapan sebetulnya Asia cuma terdiri dari Arab, Persia, India, serta Cina.
Bagi orang-orang, kawasan yng terbentang luas antara Persia serta Cina semuanya merupakan "Hindia". Semenanjung Asia Selatan orang-orang sebut "Hindia Muka" serta daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia Belakang".
Sedangkan tanah air kita mendapat nama "Kepulauan Hindia" (Indische Archipel, Indian Archipelago, l'Archipel Indien) ataupun "Hindia Timur" (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales).
Nama lain yng pula digunakan merupakan "Kepulauan Melayu" (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l'Archipel Malais).
Disaat tanah air kita terjajah oleh bangsa Belanda, nama resmi yng digunakan merupakan Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 menggunakan istilah To-Indo (Hindia Timur).
Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yng dikenal yang dengannya nama samaran Multatuli, pernah mengusulkan nama yng spesifik bagi atau bisa juga dikatakan untuk menyebutkan kepulauan tanah air kita, yakni Insulinde, yng pengertiannya pula "Kepulauan Hindia" (bahasa Latin insula berkhasiat pulau).
Akan tetapi rupanya nama Insulinde ini tidak lebih ternama.
Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950), yng kita kenal menjdai Dr. Setiabudi (beliau merupakan cucu dari saudara termuda Multatuli), memopulerkan suatu nama bagi atau bisa juga dikatakan untuk tanah air kita yng tak mempunyai kandungan unsur kata "India".
Nama itu tiada lain merupakan Nusantara, suatu istilah yng sudah karam berabad-abad lamanya.
Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yng didapati di Bali pada final era ke-19 kemudian diterjemahkan oleh J.L.A.
Brandes serta diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920.
Akan tetapi butuh dicatat sebetulnya pengertian Nusantara yng diusulkan Setiabudi jauh berbeda yang dengannya pengertian, nusantara zaman Majapahit.
Pada masa Majapahit Nusantara digunakan bagi atau bisa juga dikatakan untuk menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam bahasa Sansekerta pengertiannya luar, seberang) menjdai lawan dari Jawadwipa (Pulau Jawa).
Kita tentu pernah mendengar Sumpah Palapa dari Gajah Mada,
"Lamun huwus kalah nusantara, isun amuktipalapa" (Andai sudah kalah pulau-pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat). Oleh Dr. Setiabudi kata nusantara zaman Majapahit yng berkonotasi jahiliyah itu diberi pengertian yng nasionalistis.
Yang dengannya mengambil kata Melayu orisinil antara, maka Nusantara sekarang mempunyai arti yng gres yakni "nusa di antara dua benua dan dua samudra", menyebabkan Jawa pun salah satunya dalam definisi nusantara yng modern.
Istilah nusantara dari Setiabudi ini yang dengannya cepat menjadi ternama penggunaannya menjdai pengganti dari nama Hindia Belanda.
Hingga hari ini istilah nusantara tetap kita pakai bagi atau bisa juga dikatakan untuk menyebutkan wilayah tanah air kita dari Sabang sampai Merauke.
Akan tetapi nama resmi bangsa serta negara kita merupakan Indonesia.
Kini akan kita telusuri dari mana gerangan nama yng sukar bagi pengecap Melayu ini muncul.
Nama Indonesia
Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yng dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869), orang Skotlandia yng mencapai maupun meraih sarjana aturan dari Universitas Edinburgh.
Lantas pada tahun 1849 seorang hebat etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri menjdai redaksi majalah JIAEA.
Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis goresan pena atau artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations.
Dalam artikelnya itu Earl menegaskan sebetulnya telah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia ataupun Kepulauan Melayu bagi atau bisa juga dikatakan untuk mempunyai nama khas (a distinctive name), alasannya yaitu nama Hindia taklah sempurna serta Suka rancu yang dengannya penyebutan India yng lain.
Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia ataupun Malayunesia (nesos dalam bahasa Yunani berkhasiat pulau). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis: ... the inhabitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians.
Earl sendiri menyatakan menentukan nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia(Kepulauan
Hindia), alasannya yaitu Malayunesia Amat sempurna bagi atau bisa juga dikatakan untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa pula digunakan bagi atau bisa juga dikatakan untuk Ceylon (Srilanka) serta Maldives (Maladewa).
Lagi juga, kata Earl, bukankah bahasa Melayu digunakan di seluruh kepulauan ini?
Dalam tulisannya itu Earl memanglah mempergunakan istilah Malayunesia serta tak menggunakan istilah Indunesia.
Dalam JIAEA Volume IV itu pula, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis goresan pena atau artikel The Ethnology of the Indian Archipelago.
Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita, alasannya yaitu istilah "Indian Archipelago" terlalu panjang serta membingungkan.
Logan memungut nama Indunesia yng dibuang Earl, serta aksara u digantinya yang dengannya aksara o biar ucapannya lebih baik.
Maka lahirlah istilah Indonesia.
Bagi atau bisa juga dikatakan untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia yang dengannya tercetak pada halaman 254 dalam gesekan pena Logan: Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian.
I prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago.
Disaat mengusulkan nama "Indonesia" agaknya Logan tak menyadari sebetulnya di lantas hari nama itu akan menjadi nama bangsa serta negara yng jumlah penduduknya peringkat keempat terbesar di muka bumi!
Sejak era itu Logan secara konsisten mempergunakan nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, serta lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi serta geografi.
Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yng berjulukan Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel sebanyk lima volume, yng memuat hasil penelitiannya disaat mengembara ke tanah air kita tahun 1864 sampai 1880.
Buku Bastian ini dia yng memopulerkan istilah "Indonesia" di kalangan sarjana Belanda, menjadikan
pernah sempet timbul anggapan sebetulnya istilah "Indonesia" itu ciptaan Bastian.
Pendapat yng tak benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indie tahun 1918.
Padahal Bastian mengambil istilah "Indonesia" itu dari tulisan-tulisan Logan.
Putra ibu pertiwi yng mula-mula mempergunakan istilah "Indonesia" merupakan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara).
Disaat di Buang ke negeri Belanda tahun 1913 dia mendirikan sebuah agen pers yang dengannya nama Indonesische Pers-bureau.
Makna politis
Pada dasawarsa 1920-an, nama "Indonesia" yng yaitu istilah ilmiah dalam etnologi serta geografi
itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air kita, menyebabkan nama "Indonesia"
akhirnya mempunyai makna politis, yakni identitas suatu bangsa yng memperjuangkan kemerdekaan! Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga serta waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu.
Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar serta mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yng terbentuk tahun 1908 yang dengannya nama Indische Vereeniging) berganti nama menjadi Indonesische Vereeniging ataupun Perhimpoenan Indonesia. Majalah orang-orang, Hindia Poetra, berubah nama menjadi
Indonesia Merdeka.
Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya, "Negara Indonesia Merdeka yang akan tiba (de toekomstige vrije Indonesische staat) tidak mungkin disebut "Hindia Belanda". Pula tak "Hindia" saja, alasannya yaitu bisa memicu kekeliruan yang dengannya India yng asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan serta mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, serta bagi atau bisa juga dikatakan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha yang dengannya segala tenaga serta kemampuannya."
Sementara itu, di tanah air Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Tahun itu pula Perserikatan Komunis Hindia berubah nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Lalu pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yng mula-mula mempergunakan nama "Indonesia".
Akhirnya nama "Indonesia" dinobatkan menjdai nama tanah air, bangsa serta bahasa kita pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yng sekarang kita sebut Sumpah Pemuda.
Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; dewan perwakilan rakyat zaman Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, serta Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda biar nama "Indonesia" diresmikan menjdai alternatif nama "Nederlandsch-Indie". Akan tetapi Belanda keras kepala menyebabkan mosi ini ditolak mentah-mentah.
Maka kehendak Tuhan pun berlaku. Yang dengannya jatuhnya tanah air kita ke tangan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama "Hindia Belanda" bagi atau bisa juga dikatakan untuk selama-lamanya. Lalu pada tanggal 17 Agustus 1945, atas berkat rahmat Tuhan Yng Mahakuasa, lahirlah Republik Indonesia.
Sumber Rujukan Dan Gambar :
Dalam catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan kita dinamai Nan-hai (Kepulauan Laut Selatan).
Banyak sekali catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang), nama yng diturunkan dari kata Sansekerta dwipa (pulau) serta antara (luar, seberang).
Kisah Ramayana karya pujangga Valmiki yng termasyhur itu bercerita pencarian terhadap Sinta, istri Rama yng diculik Ravana, sampai ke Suwarnadwipa (Pulau Emas, yakni Sumatra ketika ini) yng terdapat atau terletak di Kepulauan Dwipantara.
Bangsa Arab menyebut tanah air kita Jaza'ir al-Jawi (Kepulauan Jawa).
Nama Latin bagi atau bisa juga dikatakan untuk kemenyan merupakan benzoe, berasal dari bahasa Arab luban jawi (kemenyan Jawa),
karena para pedagang Arab mendapat kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yng dahulu cuma tumbuh di Sumatra.
Hingga hari ini jemaah haji kita masih Suka dipanggil "Jawa" oleh orang Arab.
Malah orang Indonesia luar Jawa sekalipun. "Samathrah, Sholibis, Sundah, kulluh Jawi (Sumatra, Sulawesi,
Sunda, semuanya Jawa)" kata seorang pedagang di Pasar Seng, Mekah.
Lalu tibalah zaman kedatangan orang Eropa ke Asia.
Bangsa-bangsa Eropa yng pertama kali tiba itu beranggapan sebetulnya Asia cuma terdiri dari Arab, Persia, India, serta Cina.
Bagi orang-orang, kawasan yng terbentang luas antara Persia serta Cina semuanya merupakan "Hindia". Semenanjung Asia Selatan orang-orang sebut "Hindia Muka" serta daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia Belakang".
Sedangkan tanah air kita mendapat nama "Kepulauan Hindia" (Indische Archipel, Indian Archipelago, l'Archipel Indien) ataupun "Hindia Timur" (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales).
Nama lain yng pula digunakan merupakan "Kepulauan Melayu" (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l'Archipel Malais).
Disaat tanah air kita terjajah oleh bangsa Belanda, nama resmi yng digunakan merupakan Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 menggunakan istilah To-Indo (Hindia Timur).
Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yng dikenal yang dengannya nama samaran Multatuli, pernah mengusulkan nama yng spesifik bagi atau bisa juga dikatakan untuk menyebutkan kepulauan tanah air kita, yakni Insulinde, yng pengertiannya pula "Kepulauan Hindia" (bahasa Latin insula berkhasiat pulau).
Akan tetapi rupanya nama Insulinde ini tidak lebih ternama.
Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950), yng kita kenal menjdai Dr. Setiabudi (beliau merupakan cucu dari saudara termuda Multatuli), memopulerkan suatu nama bagi atau bisa juga dikatakan untuk tanah air kita yng tak mempunyai kandungan unsur kata "India".
Nama itu tiada lain merupakan Nusantara, suatu istilah yng sudah karam berabad-abad lamanya.
Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yng didapati di Bali pada final era ke-19 kemudian diterjemahkan oleh J.L.A.
Brandes serta diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920.
Akan tetapi butuh dicatat sebetulnya pengertian Nusantara yng diusulkan Setiabudi jauh berbeda yang dengannya pengertian, nusantara zaman Majapahit.
Pada masa Majapahit Nusantara digunakan bagi atau bisa juga dikatakan untuk menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam bahasa Sansekerta pengertiannya luar, seberang) menjdai lawan dari Jawadwipa (Pulau Jawa).
Kita tentu pernah mendengar Sumpah Palapa dari Gajah Mada,
"Lamun huwus kalah nusantara, isun amuktipalapa" (Andai sudah kalah pulau-pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat). Oleh Dr. Setiabudi kata nusantara zaman Majapahit yng berkonotasi jahiliyah itu diberi pengertian yng nasionalistis.
Yang dengannya mengambil kata Melayu orisinil antara, maka Nusantara sekarang mempunyai arti yng gres yakni "nusa di antara dua benua dan dua samudra", menyebabkan Jawa pun salah satunya dalam definisi nusantara yng modern.
Istilah nusantara dari Setiabudi ini yang dengannya cepat menjadi ternama penggunaannya menjdai pengganti dari nama Hindia Belanda.
Hingga hari ini istilah nusantara tetap kita pakai bagi atau bisa juga dikatakan untuk menyebutkan wilayah tanah air kita dari Sabang sampai Merauke.
Akan tetapi nama resmi bangsa serta negara kita merupakan Indonesia.
Kini akan kita telusuri dari mana gerangan nama yng sukar bagi pengecap Melayu ini muncul.
Nama Indonesia
Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yng dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869), orang Skotlandia yng mencapai maupun meraih sarjana aturan dari Universitas Edinburgh.
Lantas pada tahun 1849 seorang hebat etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri menjdai redaksi majalah JIAEA.
Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis goresan pena atau artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations.
Dalam artikelnya itu Earl menegaskan sebetulnya telah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia ataupun Kepulauan Melayu bagi atau bisa juga dikatakan untuk mempunyai nama khas (a distinctive name), alasannya yaitu nama Hindia taklah sempurna serta Suka rancu yang dengannya penyebutan India yng lain.
Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia ataupun Malayunesia (nesos dalam bahasa Yunani berkhasiat pulau). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis: ... the inhabitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians.
Earl sendiri menyatakan menentukan nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia(Kepulauan
Hindia), alasannya yaitu Malayunesia Amat sempurna bagi atau bisa juga dikatakan untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa pula digunakan bagi atau bisa juga dikatakan untuk Ceylon (Srilanka) serta Maldives (Maladewa).
Lagi juga, kata Earl, bukankah bahasa Melayu digunakan di seluruh kepulauan ini?
Dalam tulisannya itu Earl memanglah mempergunakan istilah Malayunesia serta tak menggunakan istilah Indunesia.
Dalam JIAEA Volume IV itu pula, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis goresan pena atau artikel The Ethnology of the Indian Archipelago.
Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita, alasannya yaitu istilah "Indian Archipelago" terlalu panjang serta membingungkan.
Logan memungut nama Indunesia yng dibuang Earl, serta aksara u digantinya yang dengannya aksara o biar ucapannya lebih baik.
Maka lahirlah istilah Indonesia.
Bagi atau bisa juga dikatakan untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia yang dengannya tercetak pada halaman 254 dalam gesekan pena Logan: Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian.
I prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago.
Disaat mengusulkan nama "Indonesia" agaknya Logan tak menyadari sebetulnya di lantas hari nama itu akan menjadi nama bangsa serta negara yng jumlah penduduknya peringkat keempat terbesar di muka bumi!
Sejak era itu Logan secara konsisten mempergunakan nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, serta lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi serta geografi.
Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yng berjulukan Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel sebanyk lima volume, yng memuat hasil penelitiannya disaat mengembara ke tanah air kita tahun 1864 sampai 1880.
Buku Bastian ini dia yng memopulerkan istilah "Indonesia" di kalangan sarjana Belanda, menjadikan
pernah sempet timbul anggapan sebetulnya istilah "Indonesia" itu ciptaan Bastian.
Pendapat yng tak benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indie tahun 1918.
Padahal Bastian mengambil istilah "Indonesia" itu dari tulisan-tulisan Logan.
Putra ibu pertiwi yng mula-mula mempergunakan istilah "Indonesia" merupakan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara).
Disaat di Buang ke negeri Belanda tahun 1913 dia mendirikan sebuah agen pers yang dengannya nama Indonesische Pers-bureau.
Makna politis
Pada dasawarsa 1920-an, nama "Indonesia" yng yaitu istilah ilmiah dalam etnologi serta geografi
itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air kita, menyebabkan nama "Indonesia"
akhirnya mempunyai makna politis, yakni identitas suatu bangsa yng memperjuangkan kemerdekaan! Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga serta waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu.
Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar serta mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yng terbentuk tahun 1908 yang dengannya nama Indische Vereeniging) berganti nama menjadi Indonesische Vereeniging ataupun Perhimpoenan Indonesia. Majalah orang-orang, Hindia Poetra, berubah nama menjadi
Indonesia Merdeka.
Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya, "Negara Indonesia Merdeka yang akan tiba (de toekomstige vrije Indonesische staat) tidak mungkin disebut "Hindia Belanda". Pula tak "Hindia" saja, alasannya yaitu bisa memicu kekeliruan yang dengannya India yng asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan serta mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, serta bagi atau bisa juga dikatakan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha yang dengannya segala tenaga serta kemampuannya."
Sementara itu, di tanah air Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Tahun itu pula Perserikatan Komunis Hindia berubah nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Lalu pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yng mula-mula mempergunakan nama "Indonesia".
Akhirnya nama "Indonesia" dinobatkan menjdai nama tanah air, bangsa serta bahasa kita pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yng sekarang kita sebut Sumpah Pemuda.
Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; dewan perwakilan rakyat zaman Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, serta Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda biar nama "Indonesia" diresmikan menjdai alternatif nama "Nederlandsch-Indie". Akan tetapi Belanda keras kepala menyebabkan mosi ini ditolak mentah-mentah.
Maka kehendak Tuhan pun berlaku. Yang dengannya jatuhnya tanah air kita ke tangan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama "Hindia Belanda" bagi atau bisa juga dikatakan untuk selama-lamanya. Lalu pada tanggal 17 Agustus 1945, atas berkat rahmat Tuhan Yng Mahakuasa, lahirlah Republik Indonesia.
Sumber Rujukan Dan Gambar :
0 Response to "Asal Undangan Nama Indonesia"
Post a Comment