Dapodik, Operator Sekolah Dan Pengalaman Baru

Tertulis kiprah OPS hanya mengentri data, tapi pada kenyataannya?
Ini pengalaman pertama terjun untuk menangani pedataan di sekolah saya. Bukan berarti saya juga pertama hadir dalam dunia wiyata bakti, tapi ini sudah tahun ketiga menghabiskan hari-hari bersama anak-anak. Namun saya bukan seorang tenaga pendidik, saya hanya seorang tenaga perpustakaan yang juga merangkap pekerjaan lain menyerupai manajemen dan pendataan ini.

Memang tidak semua beban sekolah dilimpahkan kepada saya, salah satu yang memang saya tangani dari awal hingga ketika ini yaitu sebuah aplikasi data pokok pendidikan (DAPODIK) di tahun pelajaran 2013/2014. Di tahun sebelumnya saya tidak diberi kiprah untuk mengerjakannya. Namun di tahun ini saya mengenal istilah DAPODIK yang sebelumnya saya tidak mengetahuinya secara rinci, apa itu DAPODIK, untuk apa data-data tersebut.

Sebenarnya saya pun tidak mempunyai perintah secara tertulis untuk menangani DAPODIK dari kepala sekolah, entah kenapa namun pada karenanya saya yang menangani dari mulai instal aplikasi hingga SK Tunjangan Profesi bisa keluar. Meski tanpa perintah atau bahkan SK operator saya tetap berjuang untuk menyelesaikannya hingga tahap akhir, alasannya yaitu saya menyadari, kalau seorang guru yang mengerjakannya, tentu siswa niscaya dikorbankan waktu belajarnya,dan saya juga sangat menyadari sesibuk apapun saya dengan pekerjaan saya, niscaya tidak terlalu di pandang terlalu penting kalau dibanding dengan kiprah mengajar, saya hanya berinisiatif mengupdate isu mulai dari awal kemunculan DAPODIK.

Sempat saya bicarakan dengan tenaga manajemen lain kalau DAPODIK sudah terbit dan menunggu dikerjakan, saya mengira dia yang akan mengerjakan, alasannya yaitu sebelumnya beliaulah yg menanganinya, dengan begitu sempat saya tawarkan, namun dia menyebut tahun ini beralih kepada saya. Tentu pembicaraan itu belum terdengar kepada kepala sekolah, dan dia mengetahui memang ketika saya sudah mulai mengerjakannya.

Mulailah bergulat dengan DAPODIK, dari nol saya memulainya tanpa mempunyai modal apapun. Mencari isu seorang diri hanya dengan berdasar dari internet, alasannya yaitu memang sosialisasi tiba ketika sudah berjalan mengerjakan dan bahkan tidak menuntaskan permasalahan problem yang dihadapi.

Ini merupakan salah satu hal begitu memberatkan pikiran, kepada siapa saya harus bertanya kalau ada masalah, dari pagi, siang, malam bahkan hingga pagi lagi, pikiran dan tenaga begitu terkuras serasa habis hanya untuk memecahkan masalah, dari mulai menyebar formulir, menunggu formulir kembali, mengentri data, hingga pada sinkronisasi yang selalu gagal.

Seorang diri, itulah pikiran yang selalu membayangi dalam keseharian ketika problem yang dihadapi belum menemui jalan keluar. Tidak pernah terbayang sebelumnya kalau ternyata pekerjaan ini begitu berat. Terkadang hingga berpikir kalau orang lain disekeliling hirau dan tidak memperhatikan. Itukah nasib seorang OPS? Setiap hari hanya problem DAPODIk yang selalu membayangi.

Tertulis kiprah OPS hanya mengentri data, tapi pada kenyataannya data-data tidak semua terkumpul dengan rapi dan harus mencari sendiri kekurangan-kekurangan semua itu. Pengalaman yang sungguh luar biasa, dimana data yang di entri merupakan data pokok yang dipakai sebagai contoh banyak sekali hal namun seakan dikesampingkan.

Pembicaraan utama niscaya pada tunjangan profesi pendidik (TPP). Untuk mereka yang sudah berstatus PNS. Untuk mereka guru non PNS, pinjaman fungsional tentu juga diharapkan. Jika ada kesalahan pengentrian data untuk mereka bagaimana nasib TPP mereka, kalau tidak sanggup cair, siapa yang akan disalahkan? OPS kah?  Dan pada podidi ini memang saya mengalaminya, 4 guru PNS telah mendapat SK TPP, namun untuk 2 orang guru non PNS tidak mendapat pinjaman fungsional.

Rasa salah memang terkadang hadir, ya niscaya alasannya yaitu saya yang mengerjakan data mereka, tapi tentu itu bukan mutlak kesalahan saya bukan. Data yang saya entrikan sudah benar, namun pertanyaan-pertanyaan yang terkadang tidak menciptakan nyaman sering terlontar, saya harus menjawab apa, sedangkan saya pun tidak tahu persis bagaimana.

Informasi yang begitu sempit dari dinas menciptakan saya harus berinisiatif mencari isu sendiri hanya dengan bermodalkan internet. Berpikirkah mereka ketika saya harus mencari informasi-informasi itu setiap waktu dengan jaringan internet yang tentu tak selalu baik. Saya hanya bisa tersenyum dalam kepilian, menjawab semampu dan setahu saya.

Jujur sejauh ini pun saya tidak menuntut berlebih dari mereka semua, meskipun saya harus seorang diri menangani banyak sekali macam problem itu. Saya tidak menuntut upah lembur atau apapun, yang terpenting untuk pengisian pulsa modem setiap bulannya sebesar Rp 50.000,00. Yang ada dalam pikiran saya hanya yang terpenting semua data yang dientrikan sudah valid.

Keberhasilan dari tahap awal hingga simpulan sudah menjadi pujian tersendiri bagi kiprah saya itu, amanat yang telah diberikan telah terselesaikan dan saya sudah melakukan tanggung jawab serta kewajiban disana. Lepas dari problem bahan yang didapatkan, saya sudah begitu banyak mendapat pelajaran dan pengalaman gres dimana mungkin saya tidak bisa menikmatinya di kawasan lain.

Dalam sebuah pekerjaan memang pertanyaan yang pantas di lontarkan yaitu apa yang sanggup kita berikan bukan apa yang akan kita dapatkan. Belajar untuk bersabar dan tulus dengan kondisi yang ada. Bersikap dan berpikir lebih remaja untuk masa depan. Karena sebuah kenikmatan didapat apabila kita mau berguru untuk selalu bersyukur dengan keadaan yang ada, bukan berarti mengalah namun berguru memahami keadaan.

*) Ditulis oleh Rizki Handayani, A.Ma.Pust. Tenaga Perpustakaan SDN Tanjung Lor, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

0 Response to "Dapodik, Operator Sekolah Dan Pengalaman Baru"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel