Saripati Pedoman Ki Hajar Dewantara

Pemikiran Ki Hajar Dewantara telah dipraktikkan di negara maju ibarat Finlandia semenjak  Saripati Pemikiran Ki Hajar Dewantara
Pemikiran Ki Hajar Dewantara telah dipraktikkan di negara maju ibarat Finlandia semenjak 20 tahun yang lalu.
Raden Mas Suwardi Suryaningrat atau yang lebih dikenal dengan Ki Hajar Dewantara merupakan founding father bangsa, penggagas kemerdekaan sekaligus bapak pendidikan Indonesia. Ditengah-tengah kondisi bangsa yang tengah dirundung aneka macam permasalahan, ada baiknya kita flashback ke dalam filosofis Ki Hajar Dewantara yang fenomenal. Semoga dengan refleksi filosofis dia terutama dalam bidang pendidikan, kita sanggup menyadari pentingnya hakikat pendidikan tidak hanya sebagai the only solution akan tetapi juga pengembaraan jati diri insan sebagaimana kodratnya.

1. Ing, ing , Tut
Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Dalam ing ngarsa sung tulada” kata tuladha sering diartikan sebagai contoh. Padahal “contoh” dengan “tuladha” sangat berbeda. Tuladha ialah pola yang niscaya baik. Sementara pola belum tentu baik. Bisa juga pola buruk. Filosofis ajur ajer juga mengajarkan bahwa dalam pendidikan guru dan siswa ialah setara. Setara dalam arti pendidikan ialah fasilitator, teman sekaligus teman berbagi. Tut wuri handayani sanggup diterjemahkan bahwa guru harus selalu menawarkan dorongan “encouragement” terhadap semua keunikan dan kodrati siswa.

2. Momong, Among, Ngemong
Guru ialah schafolding, artinya guru membantu anak dalam menemukan pengetahuan sesuai dengan kodrat anak dan tetap mengedepankan akal pekerti. Guru ialah pendidik dan pengajar. Guru harus selalu membimbing dengan pendekatan yang sesuai dengan perkembangan jaman. Dalam perilaku yang Momong, Among, dan Ngemong terkandung nilai yang sangat fundamental yaitu pendidik tidak memaksa namun demikian tidak berarti membiarkan anak berkembang bebas tanpa arah.

3. Niteni, nirokne, nambahi
Niteni ialah memperhatikan dengan seksama memakai seluruh indra. nirokne berarti menirukan apa yang telah dipahami dari proses niteni dengan melibatkan seluruh pribadinya yang berarti menambah apa yang telah diperoleh dari dua proses sebelumnya yaitu niteni dan nirokne. Ketiga fase ini akan menciptakan pemahaman akseptor didik utuh dan tidak sepotong-potong. Dalam dunia modern pendekatan ini dengan pembelajaran yang integral (menyeluruh) dan kontektual (contextual learning).

4. Neng, ning, nung, nang
Neng ialah akronim dari meneng yang berarti membisu dan hening dengan perhatian untuk mendengar secara aktif. Ning ialah akronim dari wening yang berati kejernihan hati dan pikiran. Nung akronim dari Hanung yang berarti Kebesaran Hati dan Jiwa; dan Nang akronim dari Menang yang berati kemenangan baik secara batiniah maupun lahiriah.

5. Ngerti, Ngrasa, Nglakoni
Ngerti artinya memahami secara utuh. Ngrasa berarti merasakan. Nglakoni artinya melakukan. dalam segala hal kita tidak hanya dituntut untuk mengerti secara teoritis akan tetapi juga mencicipi dengan seluruh indra. Setelah dipahami dan dirasakan barulah kita melaksanakan atau nglakoni.

Baca juga: Inilah 5 Fakta Keberhasilan Pendidikan Finlandia

Tentu saja masih banyak saripati pemikiran Ki Hajar yang belum terakomodir dalam goresan pena ini dikarenakan pemikiran dia yang sangat luas. Hebatnya, pemikiran Ki Hajar Dewantara dipraktikkan di negara maju ibarat Finlandia semenjak reformasi pendidikan mereka 20 tahun yang lalu. Hal ini dikonfirmasi oleh pernyataan Mendikbud Anis Baswedan, "Di Negeri ini (buku Ki Hajar Dewantara) tidak dibaca, tapi di Finlandia dipraktikkan". Tentu saja semua stakeholder pendidikan harus meresapi filosofi Ki Hajar Dewantara demi pendidikan yang humanis, menghormati kodrat akseptor didik dan tentu saja berdaya saing.

*) Ditulis oleh Anang Susanto, S.PD.SD. Guru SDN Jaten Balong Bimomartani Ngemplak Sleman

0 Response to "Saripati Pedoman Ki Hajar Dewantara"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel